Batak Toba (Surat Batak: ᯂᯞᯂ᯲ ᯅᯖᯂ᯲ ᯖᯬᯅ, transliterasi: Halak Batak Toba) merupakan salah satu kelompok etnis Batak yang berasal dari Provinsi Sumatra Utara, Indonesia. Wilayah persebaran utama kelompok etnis Batak Toba meliputi Kabupaten Samosir, Kabupaten Toba, Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Tapanuli Utara, dan Kabupaten Tapanuli Tengah. Daerah persebaran utama lainnya adalah di Kabupaten Dairi, Kabupaten Simalungun, Kota Pematangsiantar, Kota Sibolga, Kabupaten Asahan, dan Kota Medan.
Ulos dan Ruma Bolon |
Daerah dengan populasi signifikan |
---|
Sumatra Utara (terutama di Samosir, Toba, Humbang Hasundutan, Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, Dairi, Pematangsiantar, Sibolga, Simalungun, Asahan, dan Medan; selebihnya di Jakarta, Batam, Jawa Barat, Riau, dan daerah lainnya). |
Bahasa |
Bahasa Batak Toba: Logat Toba, logat Samosir, logat Humbang, logat Silindung, dan bahasa Indonesia juga digunakan. |
Agama |
Mayoritas Kristen (Protestan,Katolik) |
Kelompok etnik terkait |
Batak Angkola, Batak Simalungun, Batak Pakpak, Batak Karo, Batak Mandailing |
Sejarah
Kerajaan Batak
Pada masa Kerajaan Batak yang berpusat di Bangkara, Kerajaan Batak yang dalam pemerintahan dinasti Si Singamangaraja membagi Kerajaan Batak dalam empat wilayah yang disebut Raja Maropat, yaitu:
- Raja Maropat Silindung
- Raja Maropat Samosir
- Raja Maropat Humbang
- Raja Maropat Toba
Penjajahan Belanda
Pada masa penjajahan Belanda, pemerintah Belanda membentuk Keresidenan Tapanuli pada tahun 1910. Keresidenan Tapanuli terbagi atas empat wilayah yang disebut afdeling dan saat ini dikenal dengan kabupaten atau kota, yaitu:
- Afdeling Padang Sidempuan, yang sekarang menjadi Kabupaten Tapanuli Selatan, Kabupaten Mandailing Natal, Kabupaten Padang Lawas, Kabupaten Padang Lawas Utara, dan Kota Padang Sidempuan.
- Afdeling Nias, yang sekarang menjadi Kabupaten Nias dan Kabupaten Nias Selatan.
- Afdeling Sibolga dan Ommnenlanden, yang sekarang menjadi Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga.
- Afdeling Bataklanden, yang sekarang menjadi Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba, Kabupaten Samosir, Kabupaten Dairi, dan Kabupaten Pakpak Bharat.
Penjajahan Jepang
Pada masa penjajahan Jepang, bentuk pemerintahan di Keresidenan Tapanuli hampir tak berubah.
Awal kemerdekaan Republik Indonesia
Setelah kemerdekaan, pemerintah Republik Indonesia pun tetap menjadikan Tapanuli menjadi sebuah keresidenan. Ferdinand Lumban Tobing merupakan Residen Tapanuli yang pertama.
Ada sedikit perubahan dilakukan pada nama. Namun pembagian wilayah tetap sama. Nama Afdeling Bataklanden misalnya diubah menjadi Luhak Tanah Batak dan luhak pertama yang diangkat adalah Cornelius Sihombing yang pernah menjabat sebagai Demang Silindung. Nama onderafdeling pun diganti menjadi urung dan para demang yang memimpin onderafdeing diangkat menjadi Kepala Urung. Onderdistrik pun menjadi Urung Kecil yang dipimpin oleh Kepala Urung Kecil yang dulu adalah sebagai Assistent Demang.
Seiring dengan perjalanan sejarah, pemerintahan di Keresidenan Tapanuli pernah dibagi dalam empat kabupaten, yaitu:
Kultural Batak Toba
Batak Toba adalah suatu kesatuan kultural. Batak Toba tidak mesti tinggal di wilayah geografis Toba, meski asal-muasal adalah Toba. Sebagaimana suku-suku bangsa lain, etnis Batak Toba pun bermigrasi ke daerah-daerah yang lebih menjanjikan penghidupan yang lebih baik. Contoh, mayoritas penduduk asli Silindung adalah marga-marga Hutabarat, Panggabean, Hutagalung, Simorangkir, Hutapea, dan Lumbantobing. Padahal keenam marga tersebut adalah keturunan Guru Mangaloksa yang merupakan anak kedua dari Raja Hasibuan di wilayah Toba. Demikian pula marga Nasution yang kebanyakan tinggal wilayah Padang Sidempuan adalah saudara marga Siahaan di Balige, tentu kedua marga ini adalah turunan leluhur yang sama. Batak Toba sebagai kesatuan kultural pasti dapat menyebar ke berbagai penjuru melintasi batas-batas geografis asal leluhurnya, Si Raja Batak yakni wilayah Toba yang secara spesifik adalah Desa Sianjur Mulamula terletak di lereng Gunung Pusuk Buhit, kira-kira 45 menit berkendara dari Pangururan, Ibu kota Kabupaten Samosir, sekarang.
Penyerahan kedaulatan awal 1950
Ketika penyerahan kedaulatan pada permulaan 1950, Keresidenan Tapanuli yang sudah disatukan dalam Provinsi Sumatra Utara dibagi dalam empat kabupaten baru, yaitu:
- Kabupaten Tapanuli Utara (sebelumnya Kabupaten Tanah Batak)
- Kabupaten Tapanuli Tengah (sebelumnya Kabupaten Sibolga)
- Kabupaten Tapanuli Selatan (sebelumnya Kabupaten Padang Sidempuan)
- Kabupaten Nias
Sekarang
Pada Desember 2008, Keresidenan Tapanuli disatukan dalam Provinsi Sumatra Utara. Toba saat ini masuk dalam wilayah Kabupaten Toba Samosir yang beribu kota di Balige. Kabupaten Toba Samosir dibentuk berdasarkan Undang-Undang No 12. Tahun 1998 tentang pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Toba Samosir dan Kabupaten Mandailing Natal, di Daerah Tingkat I Provinsi Sumatra Utara. Kabupaten Toba Samosir ini merupakan pemekaran dari Daerah Tingkat II Kabupaten Tapanuli Utara.
Marga
Marga adalah bagian nama yang merupakan pertanda dari keluarga mana ia berasal. Orang Batak selalu memiliki nama marga yang disebutkan diakhir nama. Nama marga ini diperoleh dari garis keturunan ayah sebagai garis keturunan patrilineal yang selanjutnya akan diteruskan kepada keturunannya secara terus menerus. Marga orang Batak Toba sendiri tergolong banyak, dan setiap marga memiliki sejarah garis keturunan masing-masing.
Daftar marga Batak Toba
Daftar ini belum tentu lengkap. Anda dapat membantu Wikipedia dengan mengembangkannya. |
Berikut adalah daftar marga-marga Batak Toba:
- Ambarita
- Aritonang
- Aruan
- Bakkara
- Banjarnahor
- Baringbing
- Batubara
- Butarbutar
- Bondar
- Doloksaribu
- Dongoran
- Debataraja
- Gorat
- Gultom
- Gurning
- Habeahan
- Harahap
- Harianja
- Hariara
- Haro
- Haromunte
- Hasibuan
- Hasugian
- Hutabarat
- Hutagalung
- Hutagaol
- Hutahaean
- Hutajulu
- Hutanamora
- Hutapea
- Hutasoit
- Hutasuhut
- Hutauruk
- Limbong
- Lumbantoruan
- Lumban Tobing
- Lumban Batu
- Lumban Gaol
- Lumban Nahor
- Lumban Tungkup
- Lumban Raja
- Lumbansiantar
- Malau
- Manalu
- Mahulae
- Manihuruk
- Manik
- Manurung
- Marpaung
- Matondang
- Munte
- Nababan
- Nadeak
- Naibaho
- Napitu
- Napitupulu
- Nahampun
- Naiborhu
- Ongkor
- Pakpahan
- Pandiangan
- Pane
- Pangaribuan
- Panggabean
- Panjaitan
- Parapat
- Pardede
- Pardosi
- Parhusip
- Pasaribu
- Pintubatu
- Pohan
- Purba
- Rambe
- Ritonga
- Rumahorbo
- Rumapea
- Rumasingap
- Rumasondi
- Sagala
- Saing
- Samosir
- Saragi
- Saruksuk
- Sarumpaet
- Sidari
- Siadari
- Siagian
- Siahaan
- Siallagan
- Siambaton
- Sianipar
- Sianturi
- Sibarani
- Sibagariang
- Sibangebange
- Siboro
- Sibuea
- Siburian
- Sidauruk
- Sidabalok
- Sidabariba
- Sidabutar
- Sidabungke
- Sidebang
- Sigalingging
- Sigiro
- Sihaloho
- Sihite
- Sihombing
- Sihotang
- Sijabat
- Silaen
- Silaban
- Silalahi
- Sileang
- Silitonga
- Simalango
- Simandalahi
- Simangunsong
- Simanjorang
- Simanjuntak
- Simanullang
- Simanungkalit
- Simargolang
- Simarmata
- Simarsoit
- Simatupang
- Simbolon
- Simorangkir
- Sinaga
- Sinambela
- Sinabutar
- Sinurat
- Sipahutar
- Sipangkar
- Sipayung
- Sirait
- Sirandos
- Siregar
- Siringoringo
- Sitanggang
- Sitangkar
- Sitindaon
- Sitinjak
- Sitio
- Sitohang
- Sitompul
- Sitorus
- Situmeang
- Situmorang
- Situngkir
- Sormin
- Tambunan
- Tinambunan
- Tumanggor
- Tarihoran
- Turnip
- Togatorop
Rumah tradisional
Rumah tradisional orang Batak Toba disebut Ruma Bolon atau Jabu Bolon, yang memiliki bangunan empat persegi panjang yang kadang-kadang ditempati oleh 50 keluarga. Memasuki Rumah Bolon ini harus menaiki tangga yang terletak di tengah-tengah rumah, dengan jumlah anak tangga yang ganjil. Bila orang hendak masuk rumah tersebut, harus menundukkan kepala agar tidak terbentur pada balok yang melintang. Menundukkan kepala dimaknai sebagai wujud penghormatan tamu terhadap si pemilik rumah.
Berbeda dengan rumah-rumah Batak di daerah pesisir, pintu rumah di daerah Batak Toba berupa pintu kolong yang terdapat di bawah lantai rumah. Bagian dalam rumah tidak memiliki bagian dalam yang terpisah melainkan membentuk satu ruangan besar yang berukuran 20 sampai 40 kaki. Rumah batak toba pada umumnya dibangun dengan menggunakan bahan-bahan bangunan yang bagus. Memperlihatkan tanda-tanda keahlian yang tinggi, dan banyak diantara rumah-rumah tersebut yang turut dihiasi dengan ukiran dan lukisan.
Agama
Sebelum masyarakat Batak Toba mengenal agama Kristen, kepercayaan leluhur, yakni Parmalim, telah menjadi sebuah kepercayaan orang Batak Toba secara turun-temurun. Namun, sejak tahun 1863, misionaris asal Jerman yakni Ludwig Ingwer Nommensen atau orang Batak lebih mengenal dengan Ingwer Ludwig Nommensen atau dipanggil Nommensen, tiba di Tanah Batak, kemudian menyebarkan agama Kristen Protestan di antara masyarakat Batak. Sebelum Nommensen, beberapa misionaris telah menyebarkan agama Kristen di Tanah Batak, akan tetapi belum berhasil. Nommensen berasal dari Jerman, tetapi lebih dikenal di Indonesia. Hasil dari pekerjaannya adalah berdirinya sebuah gereja terbesar di tengah-tengah etnis Batak Toba yaitu Huria Kristen Batak Protestan (HKBP).
Sejarah penyebaran agama Kristen ke suku Batak adalah sejarah yang menceritakan masuknya Injil dan konteks perkembangannya sekitar tahun 1820-an hingga berdirinya Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), gereja yang umumnya dari orang Batak Toba.
<onlyinclude>
Konteks kehidupan orang Batak sebelum Injil masuk di Tanah Batak
Sebelum penyebaran kristen secara masif, masyarakat batak menganut kepercayaan yang merupakan campuran kepercayaan animisme, Hindu dan magi. Suku batak mempercayai Yang Maha Kuasa yang dikenal dengan nama Debata Hasi Asi yang menciptakan seluruh alam semesta. Debata Hasi Asi tidak mengatur apa yang diciptakan dan memerintahkan ketiga anaknya untuk menjadi dewa yang mengatur dunia. Anak pertama bernama Batara Guru yang merupakan Dewa Keadilan, Soripada merupakan dewa belas kasih dan Mangala Bulan merupakan sumber kejahatan dan dewa paling kuat di antara ketiga dewa ini. Masyarat batak pada masa itu percaya bahwa sangat penting untuk mengambil hati Mangala Bulan karena dewa ini dipercaya dapat menghancurkan kehidupan mereka. Ketiga dewa ini juga tidak langsung memimpin karena juga mempercayakan pemerintahan kepada para delegasinya yang dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu Debata Di Ginjang (dewa atas), Debata Di Toru (dewa bawah dan Debata Dos Tonga (dewa tengah) . Selain para dewa, masyarakat batak pada masa tersebut juga percaya terhadap penunggu.
Mereka juga percaya bahwa tiap individu dijaga oleh sejumlah jin, baik yang jahat disebut dengan nama setan dan yang baik dikenal dengan nama begu. Mayoritas dari jin ini merupakan jiwa dari nenek moyang yang menjaga atau mengganggu mereka. Ada banyak nama begu yang disembah, seperti Begu Jau (dewa yang tidak dikenal orang), Begu Antuk (dewa yang memukul kepala seseorang sebelum ia mati), Begu Siberut (dewa yang membuat orang kurus tinggal kulit). Selain para begu dan setan, masyarakat batak percaya terhadap beberapa dewa seperti Naga Padoha, Boru Saniang Naga, Boru Na Mora dan Martua Sambaon.
Masyarakat Batak hidup dengan bercocok tanam, berternak hewan, dan berladang. Mereka menjual hasil dari perternakan dan cocok tanam ke pasar (onan) pada hari tertentu. Di pasar mereka melakukan transaksi untuk keperluan sehari-hari seperti membeli beras, garam, tembakau, dan lainnya.
Keadaan yang dinamis ini, sering terusik oleh permusuhan antara satu kampung dengan kampung lainya. Tidak jarang permusuhan berakibat pembunuhan dan terjadi saling balas dendam turun-temurun. Jika di kampung terjadi wabah, seperti pes dan kolera, mereka akan meminta pertolongan Raja Si Singamangaraja yang berada di Bangkara. Raja Si Singamangaraja kemudian datang dan melakukan upacara untuk menolak "bala" dan kehancuran.[butuh rujukan]
Hampir semua roda kehidupan orang Batak dikuasai oleh aturan-aturan adat yang kuat. Sejak mulai lahirnya seorang anak, beranjak dewasa, menikah, memiliki anak hingga meninggal harus mengikuti ritual-ritual adat.
Masuknya penginjil ke Tanah Batak
Penginjil utusan Pekabaran Injil Baptis Inggris
Pada tahun 1820, tiga misionaris dari Baptist Missionary Society yaitu Nathan Ward, Evans Meers, dan Richard Burton dikirim ke Bengkulu untuk menemui Thomas Stamford Raffles. Sebelumnya, mereka bertiga bertugas di Sumatra di tiga tempat berbeda. Ward ditugaskan di Bengkulu, Burton di Sibolga dan Meers di Padang. Kemudian Raffles menyarankan supaya mereka pergi ke utara, ke daerah tempat tinggal orang Batak yang masih belum menganut kristen.
Mereka berangkat pada tanggal 30 April 1824 dan melakukan perjalanan di pesisir Tapanuli. Setelah dua jam melewati dataran rerumputan, mereka tiba di desa Parik Debata mencakup wilayah dari Pagaran lambung. Pagaran lambung terdiri dari 10-20 desa. Mereka disambut dengan baik oleh raja setempat dan dipersilakan menginap semalam di rumah kepala desa serta mendapatkan tanda kehormatan keesokan harinya. Mereka melanjutkan perjalanan dan menyusuri rute selama 6 jam perjalanan sebelum beristirahat di desa yang berlokasi di tengah Pagaran Lambung. Selama dua hari perjalanan, mereka akhirnya melewati Huta Tinggi pada hari senin setelah 4 jam perjalanan dari tempat peristirahatan sebelumnya. Perjalanan ini merupakan perintah dari Raffles untuk pergi ke utara, yakni Silindung (wilayah Batak Toba).
Mereka melanjutkan 5 jam perjalanan dari Huta Tinggi dan bermalam di sebuah gubuk sebelum melanjutkan perjalanan pada selasa pagi atau tanggal 4 Mei dan tiba di Silindung. Pada awalnya, rencana perjalanan direncanakan hingga Danau Toba, tapi perjalanan terhenti karena penyakit kolera yang harus ditangani oleh Ward. Ward merupakan seorang ahli medis yang ditugaskan menyelediki penyakit yang menular di wilayah ini. Mereka tinggal di Silindung selama seminggu dan meninggalkan Silindung pada jam 7 pagi tanggal 11 Mei.
Saat mereka tiba di Silindung, mereka diterima dengan baik oleh raja setempat, namun perjalanan penginjilan mereka terhenti ketika terjadi salah paham dengan penduduk. Penduduk salah menafsirkan khotbah penginjil tersebut yang mengatakan bahwa kerajaan mereka harus menjadi lebih kecil, seperti anak kecil. Penduduk tidak suka hal ini, karena itu para penginjil tersebut diusir pada tahun itu juga.
Para misionaris tersebut juga menerjemahkan pasal satu dari Alkitab ke dalam bahasa Batak Toba.
Penginjil utusan American Board of Commissioners for Foreign Mission
Pada awalnya, Karl Gützlaff ingin ditugaskan untuk menjadi ke Sumatra, tapi gagal karena keadaan lokasi yang sedang konflik. Konflik ini merupakan perang padri yang akhirnya memindahkan tujuan Gutzlaff ke Jakarta untuk menyebarkan melakukan penginjilan kepada Tionghoa yang tinggal disana. Kemudian pada tahun 1834, dua orang Amerika, yaitu Samuel Munson dan Henry Lyman yang merupakan utusan gereja Kongregationalis Amerika yang diutus oleh The American Board of Commissioners for Foreign Mission (ABCFM) di Boston untuk masuk ke Sumatra. Pada 17 Juni 1834 mereka tiba di Sibolga dan menetap beberapa hari di sana. Pada 23 Juni 1834, mereka berangkat menuju pegunungan Silindung. Dalam perjalanan, ketika tiba di pinggir Lembah Silindung, pada malam hari 28 Juni 1834, mereka dihadang, ditangkap, dan dibunuh di dekat Lobu Pining. Pembunuhnya adalah Raja Panggalamei, yang merupakan Raja di Pintubosi yang tinggal di Singkak. Ia membunuh bersama dengan rakyatnya.
Penginjil utusan Rheinische Missionsgesellschaft
Pada tahun 1840, seorang ilmuwan berkebangsaan Jerman, Franz Wilhelm Junghuhn melakukan perjalanan ke daerah Batak dan kemudian menerbitkan karangan tentang suku Batak. Dalam buku tersebut Junghuhn menasihatkan pemerintah kolonial untuk membuka zending Kristen guna membendung pengaruh Islam di bagian utara Pulau Sumatra. Karangan tersebut sampai ke tangan tokoh-tokoh Lembaga Alkitab Nederlandsche Bijbelgenootschap di Belanda, hingga mereka mengirim seorang ahli bahasa bernama Herman Neubronner van der Tuuk untuk meneliti bahasa Batak dan untuk menerjemahkan Alkitab.[butuh rujukan]
Van der Tuuk adalah orang Barat pertama yang melakukan penelitian ilmiah tentang bahasa Batak, Lampung, Kawi, Bali. Ia juga orang Eropa pertama yang menatap Danau Toba dan bertemu dengan Si Singamangaraja. Ia merasa senang berkomunikasi dan menyambut orang Batak di rumahnya. Van der Tuuk memberi saran supaya lembaga zending mengutus para penginjil ke Tapanuli, langsung ke daerah pedalamannya. Tahun 1857, pekabar Injil G. Van Asselt, utusan dari jemaat kecil di Ermelo, Belanda, melakukan pelayanan di Tapanuli Selatan. Ia menembus beberapa pemuda dan memberi mereka pengajaran Kristiani.
Pada 31 Maret 1861, dua orang Batak pertama dibaptis, yaitu: Jakobus Tampubolon dan Simon Siregar. Pada tahun yang sama tepatnya pada 7 Oktober 1861, diadakan rapat empat pendeta di Sipirok, yang diikuti oleh dua pendeta Jerman, yaitu: Pdt. Heine dan Pdt. Klemmer serta oleh dua pendeta Belanda, yaitu: Pdt. Betz dan Pdt. Asselt. Mereka melakukan rapat untuk menyerahkan misi penginjilan kepada Rheinische Missionsgesellschaft. Hari tersebut dianggap menjadi hari berdirinya Huria Kristen Batak Protestan (HKBP). Kemudian Ludwig Ingwer Nommensen (1834—1918) tiba di Padang pada tahun 1862. Ia menetap di Barus beberapa saat untuk mempelajari bahasa dan adat Batak dan Melayu. Ia tiba melalui badan Misi Rheinische Missionsgesellschaft. Kemudian, pada tahun 1864, ia masuk ke daerah Silindung, mula-mula di Huta Dame, kemudian di Pearaja (kini menjadi kantor pusat HKBP).
Dalam menyampaikan Injil, Ludwig Ingwer Nommensen dibantu oleh Raja Pontas Lumbantobing (Raja Batak pertama yang dibaptis) untuk mengantarnya dari Barus ke Silindung dengan catatan tertulis bahwa ia tidak bertanggung jawab atas keselamatannya. Pada awalnya Nommensen tidak diterima baik oleh penduduk, karena mereka takut kena bala karena menerima orang lain yang tidak memelihara adat. Pada satu saat, diadakan pesta nenek moyang Siatas Barita, biasanya disembelih korban. Saat itu, sesudah kerasukan roh, Sibaso (pengantara orang-orang halus) menyuruh orang banyak untuk membunuh Nommensen sebagai korban, yang pada saat itu hadir di situ. Dalam keadaan seperti ini, Nommensen hadir ke permukaan dan berkata kepada orang banyak:
Roh yang berbicara melalui orang itu sudah banyak memperdaya kalian. Itu bukan roh Siatas Barita, nenekmu, melainkan roh jahat. Masakan nenekmu menuntut darah salah satu dari keturunannya! Segera Sibaso jatuh ke tanah.
— Ludwig Ingwer Nommensen
Menghadapi keadaan yang menekan, Nommensen tetap ramah dan lemah lembut, hingga lama-kelamaan membuat orang merasa enggan dan malu berbuat tidak baik padanya. Pada satu malam ketika para raja berada di rumahnya hingga larut malam dan tertidur lelap, Nommensen mengambil selimut dan menutupi badan mereka, hingga pagi hari mereka terbangun dan merasa malu, melihat perbuatan baik Nommensen. Sikap penolakan Raja Batak ini disebabkan kekhwatiran bahwa Nommensen adalah perintisan dari pihak Belanda.
Perkembangan Kekristenan setelah Injil masuk di Tanah Batak
Orang Batak yang masuk Kristen mendapat tekanan dan diusir dari kampung halamannya karena tidak mau memberi sumbangan untuk upacara-upacara suku. Keadaan seperti ini memaksa mereka berkumpul pada satu kampung tersendiri, yaitu Huta Dame (kampung damai). Setelah tujuh tahun Nommensen melakukan penginjilan, orang Batak yang masuk Kristen berjumlah 1.250 jiwa. Sepuluh tahun kemudian—pada tahun 1881, jumlahnya naik lima kali lipat, hingga jumlah orang Batak yang masuk Kristen adalah sekitar 6.250 orang. Pada tahun 1918, sudah tercatat 185.731 orang Kristen di wilayah RMG Sumatra Utara. Pada tahun 1881, Ludwig Ingwer Nommensen diangkat menjadi Ephorus oleh RMG. Jabatan tersebut dipegangnya hingga ia meninggal dunia pada 23 Mei 1918. Orang Batak memberi gelar kepada Nommensen dengan sebutan Ompu i. Awalnya, gelar ini merupakan sebutan khusus masyarakat Batak kepada para Singamangaraja.
Lihat pula
- Sejarah Kekristenan di Indonesia
- Daftar misionaris Kristen di Tanah Batak
- Gereja Suku Batak Toba
Referensi
- Vergouwen, J. C. (Jacob Cornelis) (1964). The social organisation and customary law of the Toba-Batak of northern Sumatra. Internet Archive. The Hague, M. Nijhoff.
- reid, anthony (2014). Sumatera tempo doeloe. depok: komunitas bambu. hlm. 215. ISBN 979-3731-94-X.
- (Indonesia)F.D. Willem. 1987. Riwayat Hidup Singkat Tokoh-Tokoh Dalam Sejarah Gereja. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hlm. 198, 199.
- Van den end, 2002. "Harta Dalam Bejana", Jakarta BPK: Gunung Mulia. hal 276.
- Ricklefs, Merle Calvin (2008). Sejarah Indonesia Modern 1200–2008. Penerbit Serambi. hlm. 314. ISBN 978-979-024-115-2.
- ^ "XXVI. Report of a Journey into the Batak Country, in the interior of Sumatra, in the year 1824. By Messrs. BURTON and WARD, Baptist Missionaries. Communicated by the late Sir STAMFORD RAFFLES, Kt.". Transactions of the Royal Asiatic Society of Great Britain and Ireland (dalam bahasa Inggris). Royal Asiatic Society of Great Britain and Ireland: The Society. 22 April 1826. hlm. 485–500.
- Panitia Distrik IX Perayaan Jubileum, 1961. Seratus Tahun Kekristenan Dalam Sejarah Rakyat Rakyat Batak. Jakarta: Panitia Distrik IX Perayaan Jubileum.
- ^ B. Napitupulu, 2008. Almanak HKBP, Pematang Siantar: Unit Usaha Percetakan HKBP. hal 442.
- ^ Al Lumban Tobing, 1992. Makna Wibawa Jabatan Dalam Gereja Batak, Jakarta: BPK Gunung Mulia. hal 65.
- Wellem, Frederiek Djara (2004). Kamus sejarah gereja. BPK Gunung Mulia. hlm. 170. ISBN 978-979-687-139-1.
- Van den end & Weitjens, SJ. 2008, Ragi Carita 2, Jakarta: BPK Gunung Mulia, hal 182.
- Sitompul, Martin (10 April 2020). "Penginjil Kristen dan Wabah di Tanah Batak". Historia. Diakses tanggal 21 Juni 2023.
- Meers, Burton & Ward 1826, hlm. 494.
- ^ Van den end & Weitjens, SJ. 2008, Ragi Carita 2, Jakarta: BPK Gunung Mulia, hal 182.
- Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah (1978). Sejarah daerah Sumatra Utara (PDF). jakarta: DEPARTEMEN PENDIDIKAN DANKEBUDAYAAN. hlm. 69.
- Wylie, Alexander (1867). Memorials of Protestant Missionaries to the Chinese: Giving a List of Their Publications, and Obituary Notices of the Deceased. With Copious Indexes (dalam bahasa Inggris). American Presbyterian Mission Press. hlm. 54.
- Purba, Mauly (2005). "Results Of Contact Between The Toba Batak People, German Missionaries, And Dutch Government Officials: Musical And Social Change". etnomusikologi. 1 (2): 118–145.
- Kozok, Uli. Utusan Damai di Kemelut Perang. Peran Zending dalam Perang Toba berdasarkan Laporan L.I. Nommensen dan Penginjil RMG lain. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor, École française d’Extrême-Orient. Pusat Studi Sejarah dan Ilmu-Ilmu Sosial, Unimed, Sekolah Tinggi Teologi Jakarta. Jakarta 2011. 217 hal. ISBN 978-979-461-776-2
Kristen Katolik diperkenalkan pada tahun 1934 oleh Missionaris Katolik Belanda bernama Sybrandus Van Rossum.
Kristen Katolik bertumbuh signifikan pada awal tahin 1950 an, wilayah Batak Toba yang memiliki populasi Kristen Katolik yang cukup besar yakni disekitar Pulau Samosir dan Danau Toba serta di sekitar Kecamatan Andam Dewi di wilayah Tapanuli Tengah.
Saat ini setidaknya ±11% populasi Batak Toba merupakan pengikut Gereja Katolik Roma. Bersama dengan Komunitas Protestan beraliran Lutheran, Katolik Roma memelihara adat Batak dalam komunitas keagamaan.
Saat ini, suku Batak Toba pada umumnya memeluk agama Kristen, sehingga orang Batak Toba lebih identik sebagai orang Batak dan beragama Kristen, khususnya Kristen Protestan. Konsentrasi sekitar 98% orang Batak Toba memeluk agama Kristen dengan rincian Protestan 87% dan Kristen Katolik Roma 11%. Kemudian, sebagian kecil memeluk agama Islam sekitar 2% dan sebagian kecil masih memegang kepercayaan Parmalim yang tinggal di Pulau Samosir namun saat ini jumlahnya sangat sedikit, sekitar 0.01% dari total penduduk suku Batak Toba.
Referensi
- "Toba Batak in Indonesia". www.joshuaproject.net. Diakses tanggal 2 Desember 2020.
Sumber dan bacaan
- Ramlo R. Hutabarat, Opini: Tapanuli, Dari Suatu Masa Pada Suatu Ketika, Harian Sinar Indonesia Baru (SIB) edisi Jumat, 5 Januari 2007
- D. J. Gultom Raja Marpodang, Dalihan Natolu Nilai Budaya Suku Batak, tentang Struktur Wilayah Pemerintahan Harajaon Batak
- ALMANAK HKBP
- Laris Kaladius Sibagariang (Sumber Lisan), seorang yang dituakan dan kepala adat, di Hutaraja Sipoholon.
Pranala luar
- (Indonesia) Situs Resmi Pemkab Taput 2021-01-25 di Wayback Machine.
- (Indonesia) GoBatak.com
- (Indonesia) Situs Ilmu Pengetahuan tentang Suku Batak Klik Disini