www.wikidata.id-id.nina.az
Lihat pula Mahabharata dan Perang Kurukshetra Bharatayuddha Dewanagari भ रतय द ध Jawa ꦨ ꦫꦠꦪ ꦢ ꦝ Bali ᬪ ᬭᬢᬬ ᬤ ᬟ IAST Bharatayuddha adalah istilah yang dipakai di Indonesia untuk menyebut kisah perang besar antara keluarga Pandawa melawan Korawa tokoh utama wiracarita Mahabharata Kata Bharatayuddha adalah kata Sanskerta yang berarti Perang keturunan Bharata Perang ini merupakan klimaks dari kisah Mahabharata yaitu sebuah wiracarita terkenal dari India yang telah diadaptasi di Jawa sebagai karya seni dalam bentuk kakawin dan wayang BharatayuddhaBagian dari Kakawin BharatayuddhaPertarungan Karna kiri melawan Arjuna suatu adegan dari Bharatayuddha dalam bentuk lukisan kaca Cirebon LokasiKurusetra Kurukshetra Hasildimenangkan pihak PandawaPihak terlibatLima putra Pandu Pandawa dan sekutunya dipimpin oleh YudistiraSeratus putra Dretarastra Korawa dan sekutunya dipimpin oleh DuryodanaTokoh dan pemimpinYudistiraTrustajumena Drestadyumna Resi Seta Sweta Gatotkaca Arjuna Bima Nakula Sadewa Setyaki Abimanyu Pancawala Bisma Durna Drona Karna Salya Aswatama Dursasana Duryodana Sengkuni Jayadrata Wikarna KrepaKorbanHampir semua prajurit Hampir semua prajurit bergabung dengan Pandawa Wikisumber memiliki naskah asli yang berkaitan dengan artikel ini Perang Bratajoeda Istilah Bharatayuddha diambil dari judul sebuah naskah kakawin berbahasa Jawa Kuno yang ditulis pada tahun 1157 oleh Empu Sedah atas perintah Maharaja Jayabhaya raja Kerajaan Kadiri Sebenarnya kitab Bharatayuddha yang ditulis pada masa Kediri itu untuk simbolisme keadaan perang saudara antara Kerajaan Kediri dan Jenggala yang sama sama keturunan Raja Erlangga Keadaan perang saudara itu digambarkan seolah olah seperti yang tertulis dalam Kitab Mahabarata karya Byasa yaitu perang antara Pandawa dan Korawa yang sebenarnya juga keturunan Byasa sang penulis Kisah Kakawin Bharatayuddha kemudian diadaptasi ke dalam bahasa Jawa Baru dengan judul Serat Bratayuda oleh pujangga Yasadipura I pada zaman Kasunanan Surakarta Di Yogyakarta cerita Bharatayuddha ditulis ulang dengan judul Serat Purwakandha pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengkubuwana V Penulisannya dimulai pada 29 Oktober 1847 hingga 30 Juli 1848 Daftar isi 1 Latar belakang 1 1 Kitab Jitapsara 2 Aturan peperangan 3 Pembagian babak 4 Jalannya pertempuran 4 1 Babak pertama 4 2 Babak Kedua 5 Kutipan dari Kakawin Bharatayuddha 6 Referensi 7 Lihat pulaLatar belakang Sunting nbsp Kakawin Bharatayuddha yang ditulis kembali oleh Gunning Sama halnya dengan versi Mahabharata dari India Bharatayuddha merupakan puncak perselisihan antara keluarga Pandawa yang dipimpin oleh Puntadewa atau Yudistira melawan sepupu mereka yaitu para Korawa yang dipimpin oleh Duryodana Baik Pandawa maupun Korawa merupakan keturunan Bharata yang dikisahkan dalam kitab Mahabharata sebagai seorang Cakrawartin raja diraja penguasa daratan Asia Selatan India dan sekitarnya Namun versi pewayangan Jawa menyebutkan bahwa perang Bharatayuddha sebagai peristiwa yang sudah ditetapkan kejadiannya oleh dewata bahkan sebelum Pandawa dan Korawa dilahirkan Selain itu Padang Kurusetra sebagai medan pertempuran menurut pewayangan bukan berlokasi di India Utara melainkan berada di Jawa tepatnya di dataran tinggi Dieng Dengan kata lain kisah Mahabharata menurut tradisi Jawa dianggap terjadi di Pulau Jawa Bibit perselisihan antara Pandawa dan Korawa dimulai sejak orang tua mereka masih sama sama muda Pandu ayah para Pandawa suatu hari membawa pulang tiga orang putri dari tiga negara bernama Kunti Gandari dan Madri Salah satu dari mereka dipersembahkan kepada Dretarastra kakaknya yang buta Dretarastra memilih ketiga putri itu dengan cara mengangkat satu per satu Akhirnya terpilihlah Gandari yang mempunyai bobot paling berat karena Dretarastra berpikir bahwa kelak Gandari akan mempunyai banyak anak sama seperti impian Dretarastra Hal ini membuat putri dari Kerajaan Plasajenar itu tersinggung dan sakit hati Gandari merasa ia tak lebih dari piala bergilir Ia pun bersumpah keturunannya kelak akan menjadi musuh bebuyutan anak anak Pandu Gandari dan adiknya bernama Sangkuni mendidik anak anaknya yang berjumlah seratus orang Korawa untuk selalu memusuhi anak anak Pandu yang berjumlah lima orang Pandawa Ketika Pandu meninggal anak anaknya semakin menderita Nyawa mereka selalu diincar oleh para Korawa Kisah kisah selanjutnya tidak jauh berbeda dengan versi Mahabharata antara lain usaha pembunuhan Pandawa dalam istana yang terbakar sampai perebutan Kerajaan Amarta kerajaan yang didirikan Yudistira melalui permainan dadu Akibat kekalahan dalam perjudian tersebut para Pandawa harus menjalani hukuman pengasingan di hutan selama 12 tahun ditambah dengan setahun menyamar sebagai rakyat jelata di Kerajaan Wirata Namun setelah masa hukuman berakhir para Korawa menolak mengembalikan hak hak para Pandawa Sebenarnya Yudhistira saudara sulung dari Pandawa hanya menginginkan lima desa saja untuk dikembalikan ke Pandawa alih alih Amarta seutuhnya Namun Korawa tidak sudi memberikan sejengkal tanah pun kepada Pandawa Akhirnya keputusan diambil lewat perang Bharatayuddha yang tidak dapat dihindari lagi Kitab Jitapsara Sunting Dalam cerita pewayangan Jawa disebutkan adanya sebuah kitab yang tidak terdapat dalam cerita Mahabharata dari India Kitab tersebut bernama Jitabsara atau Jitapsara yang berisi skenario Jw pakem jalannya pertempuran dalam Bharatayuddha termasuk urutan siapa saja yang akan menjadi korban Kitab ini ditulis oleh Batara Penyarikan sebagai juru catat atas apa yang dibahas oleh Batara Guru raja kahyangan dengan Batara Narada mengenai skenario tersebut Kresna raja Dwarawati yang menjadi penasihat pihak Pandawa berhasil mencuri dengar pembicaraan dan penulisan kitab tersebut dengan cara berubah wujud menjadi seekor lebah putih Jw Klanceng Putih Ketika tiba pada bagian Prabu Baladewa kakak Kresna dipertarungkan dengan Antareja anak Bima Klanceng Putih menumpahkan tinta yang dipakai sehingga bagian atau bab itu batal ditulis Klanceng Putih kemudian menjelma menjadi Sukma Wicara yakni bentuk halus sukma dari Batara Kresna Sukma Wicara memprotes rencana pertarungan antara Prabu Baladewa dengan Antareja karena Baladewa pasti akan kalah dari Antareja Selain itu Sukma Wicara meminta agar diperbolehkan memiliki Kitab Jitapsara itu Batara Guru merelakan kitab Jitapsara menjadi milik Kresna asalkan ia selalu menjaga kerahasiaan isinya serta bersedia menukarnya dengan Kembang Wijayakusuma yaitu bunga pusaka milik Kresna yang bisa digunakan untuk menghidupkan orang mati Di samping itu Batara Guru juga meminta Kresna untuk mengatur penyelesaian soal Baladewa dan Antareja Kresna menyanggupinya Sejak saat itu Kresna kehilangan kemampuannya untuk menghidupkan orang mati tetapi ia mengetahui dengan pasti siapa saja yang akan gugur di dalam Bharatayuddha sesuai isi Kitab Jitapsara yang telah ditakdirkan oleh dewata Kresna juga akan meminta Baladewa untuk bertapa di Grojogan Sewu selama Bharatayuddha dan meminta kesediaan Antareja untuk kembali ke alam abadi sehingga pertempuran di antara kedua kesatria itu tidak terjadi 1 Aturan peperangan Sunting nbsp Pertarungan terakhir dalam Bharatayuddha antara Duryodana kiri melawan Bima Jalannya perang Bharatayuddha versi pewayangan Jawa sedikit berbeda dengan perang Kurukshetra versi Mahabharata Menurut versi Jawa pertempuran diatur sedemikian rupa sehingga hanya tokoh tokoh tertentu yang ditunjuk saja yang maju perang sedangkan yang lain menunggu giliran untuk maju Sebagai contoh apabila dalam versi Mahabharata Duryodhana sering bertemu dan terlibat pertempuran melawan Bimasena maka dalam pewayangan mereka hanya bertemu sekali yaitu pada babak terakhir ketika Duryodana tewas di tangan Bima Dalam pihak Pandawa yang bertugas mengatur siasat peperangan adalah Kresna Ia yang berhak memutuskan siapa yang harus maju dan siapa yang harus mundur sementara itu di pihak Korawa semuanya diatur oleh para penasihat Duryodana yaitu Bisma Durna Drona dan Salya Pembagian babak SuntingDi bawah ini disajikan pembagian kisah Bharatayuddha menurut versi pewayangan Jawa Babak 1 Jabelan Kresna Duta Babak 2 Tawuran Bisma Gugur Babak 3 Ranjapan Renyuhan Abimanyu Gugur Babak 4 Timpalan Jayadrata Burisrawa Lena Babak 5 Paluhan Bogadenta Gugur Babak 6 Suluhan Gatotkaca Gugur Babak 7 Jambakan Durna Dursasana Gugur Babak 8 Tandhingan Karna Gugur Babak 9 Rubuhan Salya Duryodana Gugur Babak 10 Landakan Aswatama Nglandak Parikesit Lahir Jalannya pertempuran SuntingKarena kisah Bharatayuddha yang tersebar di Indonesia dipengaruhi oleh kisah sisipan yang tidak terdapat dalam kitab aslinya kitab dari India berbahasa Sanskerta mungkin banyak terdapat perbedaan sesuai dengan daerah masing masing Meskipun demikian inti kisahnya sama Babak pertama Sunting Dikisahkan Bharatayuddha diawali dengan pengangkatan senapati agung atau pimpinan perang kedua belah pihak Pihak Pandawa mengangkat Resi Seta Sweta sebagai pimpinan perang dengan pendamping di sayap kanan Arya Utara dan sayap kiri Arya Wratsangka Ketiganya terkenal ketangguhannya dan berasal dari Kerajaan Wirata yang mendukung Pandawa Pandawa menggunakan siasat perang Brajatikswa yang berarti senjata tajam Sementara di pihak Korawa mengangkat Bisma Resi Bisma sebagai pimpinan perang dengan pendamping Pendeta Durna Drona dan prabu Salya raja Mandaraka yang mendukung Korawa Bisma menggunakan siasat Wukirjaladri yang berarti gunung samudra Tentara Korawa menyerang laksana gelombang lautan yang menggulung gulung sedang pasukan Pandawa yang dipimpin Resi Seta menyerang dengan dahsyat seperti senjata yang menusuk langsung ke pusat kematian Sementara itu Rukmarata putra Prabu Salya datang ke Kurukshetra untuk menonton jalannya perang Meski bukan anggota pasukan perang dan berada di luar garis peperangan ia telah melanggar aturan perang dengan bermaksud membunuh Resi Seta Rukmarata memanah Resi Seta namun panahnya tidak melukai sasaran Setelah melihat siapa yang memanahnya Resi Seta kemudian mendesak pasukan lawan ke arah Rukmarata Setelah kereta Rukmarata berada di tengah pertempuran Resi Seta segera menghantam dengan gada pemukul Kyai Pecatnyawa hingga hancur berkeping keping Rukmarata putra mahkota Mandaraka tewas seketika Dalam peperangan tersebut Arya Utara gugur di tangan Prabu Salya sedangkan Arya Wratsangka tewas oleh Pendeta Durna Bisma dengan bersenjatakan Aji Nagakruraya Aji Dahana busur Naracabala Panah kyai Cundarawa serta senjata Kyai Salukat berhadapan dengan Resi Seta yang bersenjata gada Kyai Lukitapati pengantar kematian bagi yang mendekatinya Pertarungan keduanya dikisahkan sangat seimbang dan seru hingga akhirnya Bisma dapat menewaskan Resi Seta Bharatayuddha babak pertama diakhiri dengan sukacita pihak Korawa karena kematian pimpinan perang Pandawa Babak Kedua Sunting Setelah Resi Seta gugur Pandawa kemudian mengangkat Trustajumena Drestadyumna sebagai pimpinan perangnya dalam perang Bharatayuddha Sedangkan Bisma tetap menjadi pimpinan perang Korawa Dalam babak ini kedua kubu berperang dengan siasat yang sama yaitu Garudanglayang Garuda terbang Dalam pertempuran ini dua anggota Korawa kembar yaitu Wikataboma dan Bomawikata terbunuh setelah kepala keduanya diadu oleh Bima Sementara itu beberapa raja sekutu Korawa juga terbunuh dalam babak ini Diantaranya Prabu Sumarma Susarma raja Trigartapura tewas oleh Bima Prabu Dirgantara terbunuh oleh Arya Setyaki Prabu Dirgandana tewas di tangan Arya Sangasanga anak Setyaki Prabu Dirgasara dan Surasudirga tewas di tangan Gatotkaca dan Prabu Malawapati raja Malawa tewas terkena panah Hrudadali milik Arjuna Bisma setelah melihat komandan pasukannya berguguran kemudian maju ke medan pertempuran mendesak maju menggempur lawan Atas petunjuk Kresna Pandawa kemudian mengirim Dewi Wara Srikandi untuk maju menghadapi Bisma Dengan tampilnya prajurit wanita tersebut di medan pertempuran menghadapi Bisma Bisma merasa bahwa tiba waktunya maut menjemputnya sesuai dengan kutukan Dewi Amba yang tewas di tangan Bisma Bisma gugur dengan perantaraan panah Hrudadali milik Arjuna yang dilepaskan oleh istrinya Srikandi Kutipan dari Kakawin Bharatayuddha SuntingKutipan di bawah ini mengambarkan suasana perang di Kurukshetra yaitu setelah pihak Pandawa yang dipimpin oleh Raja Drupada menyusun sebuah barisan yang diberi nama Garuda yang sangat hebat untuk menggempur pasukan Korawa Kutipan TerjemahanRi huwusira pinuja de sang wira sira kabeh kṣana rahina kamantyan mangkat sang Drupadasuta tka marepatatingkah byuhanung bhaya bhisama ngarani glarireweh kyati wira kagepati Setelah selesai dipuja oleh kesatria semuanya maka pada siang hari berangkatlah sang putra raja Drupada Drestadyumna setibanya telah siap mengatur barisan yang sangat membahayakan nama barisannya yang berbahaya ialah Garuda yang masyhur gagah berani Drupada pinaka tendas tan len Partha sira patuk pararatu sira pṛṣṭa sri Dharmatmaja pinuji hlari tengeniki sang Dṛṣṭadyumna saha bala kiwa Pawanasuta kas kocap Satyaki ri wugat Raja Drupada adalah kepala dan tak lain Arjuna sebagai paruh para raja merupakan punggung dan Maharaja Yudistira sebagai pimpinan sayap bagian kanan merupakan Sang Drestadyumna bersama bala tentara sayap kiri merupakan Bima yang terkenal kekuatannya dan Satyaki pada ekornya Ya ta tiniru ṭkap Sang Sri Duryodhana pihadhan Sakuni pinaka tendas manggeh Salya sira patuk dwi ri kiwa ri tengen Sang Bhiṣma Droṇa panalinga Kurupati sira pṛṣṭa dyah Dussasana ri wugat Hal itu ditiru pula oleh Sang Duryodana Sang Sangkuni adalah kepala dan ditetapkan Raja Madra sebagai paruh sayap kanan kiri adalah Resi Bisma dan pendeta Drona yang merupakan telinga Kurupati Duryodana adalah punggung dan Sang Dursasana pada ekor Ri tlasira matingkah ngka Ganggasuta numaso rumusaki pakekesning byuhe pandawa pinanah dinasa guna tkap Sang Parthang lakṣa mamanahi linudirakinambah de Sang Bhima kasulayah Setelah semuanya selesai mengatur barisan kala itu Resi Bisma maju ke muka merusak bagian luar pasukan Pandawa dengan panah dibalas oleh Arjuna berlipat ganda menyerang dengan panah ditambah pula diterjang oleh Sang Bima sehingga banyak bergelimpangan Karananika rusak syuh nora pakṣa mapuliha pira ta kunangtusnyang yodhagal mati pinanah Kurupati Kṛpa Salya mwang Dussasana Sakuni padha malajengumungsir Bhiṣma Droṇa pinaka toh Sebab itu binasa hancur luluh dan tak seorang pun hendak membalas entah berapa ratus pahlawan yang gugur dipanah Kurupati Duryodana Pendeta Krepa Raja Salya dan Sang Dursasana serta Sang Sangkuni sama sama lari menuju Resi Bisma dan Pendeta Drona yang merupakan taruhan Niyata laruta sakwehning yodha sakuru kula ya tanangutusa sang sri Bhiṣma Droṇa sumuruda tuwi petengi welokning renwa ngda lewu wulangun wkasanawa tkapning rah lumra madhemi lebu Niscaya akan bubar lari tunggang langgang para pahlawan bangsa Korawa jika tidak disuruh oleh Resi Bisma dan Pendeta Drona agar mereka mundur ditambah pula keadaan gelap karena mengepulnya debu membuat mereka bingung tidak tahu keadaan akhirnya keadaan terang karena darah berhamburan memadamkan debu Ri marinika pteng tang rah lwir sagara mangebek maka letuha rawisning wirah mati mapupuhan gaja kuda karanganya hrung jrah pandanika kasek aracana makakawyang sara tan wedi mapulih Setelah gelap menghilang darah seakan akan air laut pasang Yang merupakan lumpurnya adalah kain perhiasan para pahlawan yang gugur saling bantai bangkai gajah dan kuda sebagai batu karangnya dan senjata panah yang bertaburan laksana pandan yang rimbun Bagai orang menyusun suatu karangan para pahlawan yang tak gentar pun membalas dendam Irika nasemu kepwan Sang Partharddha kaparihain lumihat i paranathakweh mating ratha karunna nya Sang Irawan anak Sang Parthawas lawan Ulupuy pejah alaga lawan Sang Ṣṛnggi rakṣasa nipunna Ketika itu rupanya Arjuna menjadi gelisah dan agak kecewa setelah ia melihat raja raja yang secara menyedihkan terbunuh dalam keretanya Di sanalah terdapat Sang Irawan anak Sang Arjuna dengan Dewi Ulupi yang gugur dalam pertempuran melawan Sang Srenggi seorang raksasa yang ulung Referensi Sunting Bagian Penerangan Panitia Baratajuda 1958 t t Babak ke II Kresna Gugah N V Badan Penerbit Kedaulatan Rakjat Jogyakarta 18 hal Lihat pula SuntingPerang Kurukshetra Kakawin Bharatayuddha Diperoleh dari https id wikipedia org w index php title Bharatayuddha amp oldid 23675083