www.wikidata.id-id.nina.az
Halaman ini berisi artikel tentang sejarah dan penerapan peraturan hukum yang pernah mengikat orang Tionghoa di Indonesia Untuk pembahasan yang lebih luas tentang orang Tionghoa di Indonesia lihat Tionghoa Indonesia Pada masa pemerintahan Soekarno Orde Lama dan Soeharto Orde Baru pemerintah Indonesia mengeluarkan beberapa peraturan perundang undangan yang secara khusus mengatur masyarakat Tionghoa Selepas Reformasi sebagian besar peraturan ini telah dihapuskan seiring dipulihkannya hak hak orang Tionghoa oleh hukum Indonesia Contoh surat permohonan penukaran nama Tionghoa Januari 1968 Daftar isi 1 Masa Hindia Belanda 2 Masa kepemimpinan Soekarno 2 1 Undang Undang Kewarganegaraan 1946 2 2 Program Benteng 2 3 Undang Undang Kewarganegaraan 1958 2 4 Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 1959 3 Orde Baru 3 1 Ketetapan MPRS Nomor 32 Tahun 1966 Tentang Pembinaan Pers 3 2 Keputusan Presidium Kabinet Ampera Nomor 127 Tahun 1966 3 3 Surat Edaran Presidium Kabinet Ampera Nomor 6 Tahun 1967 3 4 Instruksi Presidium Kabinet Ampera Nomor 37 U IN 6 1967 3 5 Keputusan Presiden Nomor 240 Tahun 1967 3 6 Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967 3 7 Undang Undang Nomor 4 Tahun 1969 3 8 Instruksi Wakil Gubernur Yogyakarta Nomor K 898 I A Tahun 1975 3 9 Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor X01 Tahun 1977 3 10 Peraturan Menteri Kehakiman Nomor JB 3 4 12 Tahun 1978 3 11 Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 455 2 360 Tahun 1988 3 12 Keputusan Presiden Nomor 56 Tahun 1996 4 Reformasi 4 1 Instruksi Presiden Nomor 26 Tahun 1998 4 2 Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 1999 4 3 Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2000 4 4 Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 2002 4 5 Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2014 5 Referensi 5 1 SumberMasa Hindia Belanda suntingPeraturan hukum pertama yang mengatur tentang orang Tionghoa dikeluarkan pada tahun 1854 yang memberikan kewarganegaraan Hindia Belanda bagi seluruh orang Tionghoa yang lahir di wilayah Hindia Namun ketentuan tersebut berubah pada tahun 1892 ketika orang orang Tionghoa digolongkan kembali menjadi bangsa Timur Asing Vreemde Oosterlingen 1 Hukum perdata Hindia yang mengambil asas asas hukum perdata di Belanda sesuai asas konkordansi menganggap semua orang yang lahir di Belanda atau wilayah jajahannya sebagai warga negara Dalam ketentuan hukum perdata yang diatur oleh Burgerlijk Wetboek orang Tionghoa diakui sebagai golongan yang terpisah 2 Pada tahun 1910 Undang Undang Kewarganegaraan Belanda yang telah diubah menetapkan status seluruh orang non Eropa sebagai kawula Belanda Nederlandsch onderdonen yang berarti hak atas kewarganegaraan Belanda di luar negeri dan hak untuk diadili oleh pengadilan Eropa di Hindia Salah satu penyebab perubahan ini adalah dikeluarkannya Undang Undang Kewarganegaraan Republik Tiongkok 1909 yang mengakui seluruh orang yang berketurunan Tionghoa sebagai warga negara Republik Tiongkok sesuai asas jus sanguinis 3 Masa kepemimpinan Soekarno suntingPada Undang Undang Dasar yang disahkan pada tahun 1945 warga negara Indonesia didefinisikan sebagai orang orang bangsa Indonesia asli dan orang orang bangsa lain yang disahkan dengan undang undang sebagai warga negara Ketentuan ini menimbulkan keadaan kewarganegaraan pasif 4 bagi orang orang Tionghoa yang menimbulkan ketakutan bahwa Tionghoa akan diperlakukan sebagai warga negara kelas dua di Republik Indonesia 3 5 Undang Undang Kewarganegaraan 1946 sunting Artikel utama Perjanjian Kewarganegaraan Ganda Indonesia Tiongkok nbsp Perdana Menteri dan Menteri Luar Negeri RRT Zhou Enlai berunding dengan Menteri Luar Negeri Indonesia Sunario Sastrowardoyo di Bandung 1955 Melalui Undang Undang Nomor 3 Tahun 1946 tentang Kewarganegaraan kemudian diubah oleh Undang Undang Nomor 6 Tahun 1947 dan Undang Undang Nomor 11 Tahun 1948 orang orang bangsa Indonesia asli dan orang di atas usia 21 tahun yang telah tinggal lebih dari lima tahun di bekas wilayah jajahan Hindia Belanda ditetapkan sebagai warga negara Indonesia Ketentuan ini menjamin hak kewarganegaraan Indonesia atas orang orang Tionghoa yang sebelumnya berkewarganegaraan Belanda 3 Namun peraturan ini menimbulkan kondisi kewarganegaraan ganda bagi banyak orang Tionghoa di Indonesia karena banyak yang juga masih berstatus warga negara Republik Tiongkok atau Republik Rakyat Tiongkok setelah tahun 1949 Pada bulan April 1955 Indonesia dan RRT menandatangani Perjanjian Mengenai Kewarganegaraan Ganda Agreement on the Issue of Dual Nationality between the Republic of Indonesia and the People s Republic of China yang mengakui situasi kewarganegaraan ganda antara Indonesia dan Tiongkok Perjanjian ini kemudian disahkan menjadi undang undang oleh Undang Undang Nomor 2 Tahun 1958 Meskipun telah terikat oleh perjanjian internasional pandangan resmi pemerintah Indonesia pada saat itu adalah orang orang Tionghoa perlu menentukan sendiri kewarganegaraannya yang diberikan kewarganegaraan Indonesia hanyalah mereka yang mau melepaskan kewarganegaraan Tiongkok karena secara resmi Indonesia tidak mengakui konsep kewarganegaraan ganda 3 6 Program Benteng sunting Artikel utama Program Benteng Pada bulan Maret 1950 pemerintah Indonesia melancarkan serangkaian program ekonomi yang bertujuan untuk mengembangkan kekuatan orang orang Indonesia asli di dunia usaha Kebijakan yang dikenal sebagai Program Benteng ini menjadi kebijakan resmi Kabinet Natsir yang mendasarkan kebijakan ini pada ketentuan hasil Konferensi Meja Bundar bahwa pemerintah Indonesia berhak untuk melindungi kepentingan nasional dan golongan ekonomi lemah 7 8 Pada awalnya yang menjadi target program ini adalah perusahaan perusahaan yang masih dikuasai oleh pengusaha Belanda Pada tahun 1953 Kabinet Wilopo jatuh karena perdebatan yang memanas tentang kuota impor untuk perusahaan asing di mana pemerintah dituduh mendiskriminasi para importir Tionghoa Pada era tersebut orang orang Tionghoa mendominasi perekonomian di kota kota besar seperti Jakarta dan Surabaya seperti yang dicatat oleh sejarawan Betawi Alwi Sahab 9 Elemen rasial pada penerapan Program Benteng memanas pada bulan Maret 1956 setelah Mr Assaat Datuk Mudo bekas Pejabat Presiden menuduh bahwa orang orang Tionghoa telah melakukan kegiatan monopolistik dalam perekonomian dan tidak membuka jalan bagi kaum pribumi untuk ikut serta Dalam pidatonya di hadapan Kongres Importir Nasional Seluruh Indonesia di Surabaya Assaat menyerukan agar adanya perlindungan khusus di bidang ekonomi bagi bangsa Indonesia asli 10 Retorika Assaat ini dipandang tidak jauh berbeda dengan gagasan keadilan ekonomi berdasarkan ras yang mengutamakan bangsa Melayu di Malaysia dengan Kebijakan Ekonomi Baru pada tahun 1971 10 Program Benteng akhirnya diakhiri pada tahun 1957 oleh Perdana Menteri Djuanda Kartawidjaja 11 Undang Undang Kewarganegaraan 1958 sunting Pemerintah mengesahkan undang undang kewarganegaraan yang baru pada tahun 1958 Pada Pasal 4 ketentuan harus memilih satu kewarganegaraan diperkuat sehingga orang orang Tionghoa yang otomatis memiliki kewarganegaraan ganda Indonesia dan RRT dipaksa untuk memilih salah satu sebelum bulan Januari 1962 Ketidakjelasan hukum ini berlanjut sampai undang undang ini dicabut 3 Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 1959 sunting nbsp Wikisumber memiliki naskah asli yang berkaitan dengan artikel ini Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 tahun 1959 Pada tanggal 16 November 1959 Presiden Soekarno mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 1959 tentang larangan bagi usaha perdagangan ketjil dan etjeran jang bersifat asing diluar ibukota Daerah Swatantra tingkat I dan II serta Karesidenan Peraturan ini pada intinya melarang orang Tionghoa untuk melakukan perdagangan eceran di bawah tingkat kabupaten kecuali di luar ibu kota daerah 10 Orang asing yang dimaksud dalam Perpres 10 1959 ditafsirkan sebagai orang orang Tionghoa yang memiliki kewarganegaraan RRT tanpa memedulikan apakah mereka juga memiliki kewarganegaraan Indonesia karena kondisi yang diatur oleh Undang Undang Kewarganegaraan 1958 Dari sekitar 86 690 perdagang kecil bangsa asing yang terdaftar pada pemerintah hampir 90 persennya adalah orang Tionghoa Harian Waspada yang terbit di Medan memperkirakan bahwa 25 000 warung dan kios milik orang Tionghoa akan terkena imbas PP No 10 1959 12 sedangkan majalah Tempo memperkirakan lebiih dari setengah juta pedagang Tionghoa terdampak 10 Di beberapa daerah Perpres 10 1959 diterapkan dengan kekuatan militer mengingat Indonesia pada saat itu sedang berada di bawah darurat militer staat van oorlog en beleg yang diatur oleh Undang Undang Keadaan Bahaya 1957 13 Di Cibadak Sukabumi terjadi pengusiran paksa yang menyebabkan bentrokan berdarah antara warga Tionghoa dan pasukan Teritorium Siliwangi 14 Di Sumatera Utara penegakan PP 10 1959 dibarengi dengan operasi penstabilan harga dan penyitaan bahan bahan sandang dan pangan dari gudang gudang yang dilakukan oleh Tim Operasi Pengawasan Ekonomi di bawah perintah Kejaksaan Agung 12 Pemerintah Republik Rakyat Tiongkok memprotes keras penerapan Perpres 10 1959 Duta Besar RRT di Jakarta Huang Chen mendesak Menteri Luar Negeri Soebandrio untuk meninjau kembali penerapan peraturan tersebut namun permintaan tersebut ditolak Soebandrio menegaskan di hadapan sidang Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong bahwa Perpres 10 1959 sama sekali tidak diperdapat anasir anasir anti Tiongkok melainkan hanya sebagai penerus dari usaha usaha nasionalisasi terhadap perusahaan yang dimiliki oleh bangsa asing di Indonesia 12 Menyikapi hal tersebut radio resmi RRT dari Beijing mulai menyerukan agar orang Tionghoa di Indonesia untuk berhijrah ke Tiongkok Sekitar 199 000 orang Tionghoa mendaftar untuk pindah namun pada akhirnya hanya sekitar 102 000 orang yang dapat diangkut oleh kapal yang dikirimkan oleh pemerintah RRT 15 Orde Baru suntingKetetapan MPRS Nomor XXXII MPRS 1966 Tahun 1966 nbsp via The Internet Archive nbsp Wikisource Indonesia memiliki teks asli yang berkaitan dengan artikel ini Keputusan Presidium Kabinet Nomor 127 Tahun 1966 nbsp Wikisource Indonesia memiliki teks asli yang berkaitan dengan artikel ini Surat Edaran Presidium Kabinet Ampera Nomor 06 Tahun 1967 nbsp Wikisource Indonesia memiliki teks asli yang berkaitan dengan artikel ini Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1967 Ketetapan MPRS Nomor 32 Tahun 1966 Tentang Pembinaan Pers sunting Ketetapan ini melarang penggunaan aksara dan bahasa Tionghoa untuk media massa dan nama toko perusahaan kecuali surat kabar Harian Indonesia 16 Keputusan Presidium Kabinet Ampera Nomor 127 Tahun 1966 sunting Presidium Kabinet Ampera Jenderal Soeharto mengeluarkan kebijakan yang mengatur tentang proses penggantian nama nama perseorangan dan nama keluarga Tjina bagi orang orang Tionghoa Penggantian nama dilakukan sampai tanggal 31 Maret 1968 sebelum diperpanjang oleh Keputusan Presiden Nomor 123 Tahun 1968 sampai bulan Desember 1968 17 Kebijakan penggantian nama ini diikuti sebagian orang orang Tionghoa seperti keluarga Wanandi Salim dan Soerjadjaja namun ditolak beberapa tokoh lain seperti Yap Thiam Hien dan Kwik Kian Gie Surat Edaran Presidium Kabinet Ampera Nomor 6 Tahun 1967 sunting Surat edaran ini dikeluarkan pada bulan Juni 1967 dan menetapkan penggunaan istilah Cina sebagai pengganti Tionghoa dan Tiongkok dengan alasan mengandung nilai nilai yang memberi assosiasi psykopolitis yang negatif bagi rakyat Indonesia Pramoedya Ananta Toer mengajukan bahwa hal ini disebabkan istilah Tionghoa dan Tiongkok sudah mulai digunakan oleh Partai Komunis Indonesia sejak tahun 1948 sehingga pemerintah Soeharto merasa perlu untuk menggantikannya 18 Instruksi Presidium Kabinet Ampera Nomor 37 U IN 6 1967 sunting Instruksi tentang Kebijaksanaan Pokok Penyelesaian Masalah Cina ini dirumuskan dari laporan Ketua Panitia Negara Perumus Kebijaksanaan Penyelesaian Masalah Cina Peraturan ini melarang warga negara asing Cina pendatang baru untuk tinggal di Indonesia dengan tujuan bekerja dan berusaha dengan perkecualian bagi anggota anggota Korps Diplomatik dan Konsuler beserta keluarganya selama masa penugasannya di Indonesia dan tenaga tenaga ahli beserta istri dan anak sah di bawah umur yang masih menjadi tanggungannya Pasal 5 pada instruksi ini juga memungkinkan pemerintah untuk mengambil alih aset milik warga negara Indonesia yang berhijrah ke RRT sebagai modal domestic asing yang dianggap sebagai kekayaan nasional yang berada di tangan penduduk asing dan oleh karena itu harus dikerahkan dibina dan dimanfaatkan untuk kepentingan rehabilitasi dan pembangunan 19 Soeharto sebelumnya telah memutuskan hubungan diplomatik Indonesia dengan RRT Instruksi ini menegaskan bahwa hubungan dengan RRT dapat dipertimbangkan lagi dengan pertimbangan pantas tidaknya negara itu diperlakukan sebagai negara yang berdaulat dan bersahabat Keputusan Presiden Nomor 240 Tahun 1967 sunting Pada bulan Desember 1967 Soeharto kini Pejabat Presiden menetapkan Keputusan tentang Kebidjaksanaan Pokok jang Menjangkut Warga Negara Indonesia Keturunan Asing Keputusan ini menetapkan bahwa mereka adalah Bangsa Indonesia jang tidak berbeda dalam hak dan kewadjiban dengan Bangsa Indonesia lainnja dan menjamin adalah sama kedudukannja di dalam Hukum Pemerintahan dengan Bangsa Indonesia lainnja Keputusan Presiden ini menegaskan bahwa orang orang Tionghoa yang telah berkewarganegaraan Indonesia harus melalui proses assimilasi terutama untuk mentjegah terdjadinya kehidupan seksklusif rasial dan menganjurkan agar nama nama Cina diganti sesuai peraturan sebelumnya 20 Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967 sunting Pada bulan yang sama Pejabat Presiden Soeharto mengeluarkan Instruksi pada Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri agar tata cara ibadah Cina yang memiliki aspek affinitas culturil yang berpusat pada negeri leluhurnya pelaksanaannya harus dilakukan secara intern dalam hubungan keluarga atau perorangan Instruksi ini melarang perayaan Imlek di muka umum dan membatasi kegiatan adat istiadat orang orang Tionghoa yang dianggap dapat menimbulkan pengaruh psychologis mental dan moril yang kurang wajar terhadap warganegara Indonesia sehingga merupakan hambatan terhadap proses asimilasi perlu diatur serta ditempatkan fungsinya pada proporsi yang wajar Undang Undang Nomor 4 Tahun 1969 sunting Pada bulan April 1969 Perjanjian Mengenai Kewarganegaraan Ganda dengan RRT dinyatakan tidak berlaku lagi sehingga orang orang Tionghoa yang memiliki surat kewargenegaraan ganda sesuai ketentuan Undang Undang Kewarganegaraan 1958 dinyatakan tidak berkewarganegaraan jika tidak menyatakan keinginan untuk menjadi warga negara Indonesia 21 Instruksi Wakil Gubernur Yogyakarta Nomor K 898 I A Tahun 1975 sunting Artikel utama Instruksi Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta 1975 Instruksi ini dikeluarkan oleh Wakil Kepala Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Paku Alam VIII pada bulan Maret 1975 yang isinya melarang orang orang non pribumi Eropa dan Vreemde Oosterlingen Tionghoa Arab India untuk memiliki hak milik tanah di Yogyakarta 22 Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor X01 Tahun 1977 sunting Instruksi rahasia yang dikeluarkan oleh Menteri Dalam Negeri Amir Machmud ini memerintahkan agar Kartu Tanda Penduduk orang orang Tionghoa diberikan tanda khusus sebagai warga negara Indonesia berketurunan asing Tanda ini adalah A01 23 Peraturan Menteri Kehakiman Nomor JB 3 4 12 Tahun 1978 sunting Pada bulan Maret 1978 Menteri Kehakiman Mochtar Kusumaatmadja mengeluarkan peraturan yang mewajibkan setiap warganegara yang perlu membuktikan kewarganegaraannya untuk mengajukan permohonan untuk mendapatkan Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia SBKRI 24 Pada prakteknya hampir seluruh orang Tionghoa di Indonesia diwajibkan untuk mengajukan permohonan SBKRI Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 455 2 360 Tahun 1988 sunting Peraturan ini melarang penggunaan lahan untuk mendirikan memperluas atau memperbarui kelenteng 25 Keputusan Presiden Nomor 56 Tahun 1996 sunting Keputusan tentang Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia ini menghapuskan kewajiban untuk memiliki SBKRI 26 Reformasi sunting nbsp Wikisource Indonesia memiliki teks asli yang berkaitan dengan artikel ini Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2000 nbsp Wikisource Indonesia memiliki teks asli yang berkaitan dengan artikel ini Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2014 Instruksi Presiden Nomor 26 Tahun 1998 sunting Instruksi yang dikeluarkan Presiden B J Habibie ini menghentikan penggunaan istilah pribumi dan non pribumi dalam semua perumusan dan penyelenggaraan kebijakan perencanaan program ataupun pelaksanaan kegiatan penyelenggaraan pemerintahan 27 Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 1999 sunting Instruksi yang dikeluarkan Presiden Habibie ini mempertegas pencabutan ketentuan tentang SBKRI dan memerintahan peninjauan kembali segala peraturan yang melarang atau membatasi kursus bahasa Mandarin 28 Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2000 sunting Keputusan yang dikeluarkan Presiden Abdurrahman Wahid ini mencabut Instruksi Presiden No 14 1967 sehingga penyelenggaraan kegiatan keagamaan kepercayaan dan adat istiadat Cina dapat dilaksanakan tanpa memerlukan izin khusus Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 2002 sunting Keputusan yang dikeluarkan Presiden Megawati Soekarnoputri ini menetapkan Imlek sebagai hari libur nasional 29 Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2014 sunting Keputusan yang dikeluarkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini mencabut Surat Edaran Presidium Kabinet Ampera Nomor 6 Tahun 1967 dan mengembalikan penggunaan istilah Tionghoa dan Republik Rakyat Tiongkok 30 Referensi sunting Lohanda 2002 hlm 79 Wilmott 1961 hlm 13 a b c d e Chandra Elizabeth 2012 We the Chinese People Revisiting the 1945 Constitutional Debate on Citizenship Indonesia 94 85 110 Administrator 13 Agustus 2007 Empat Masa Persoalan Cina Tempo co Tempo Diakses tanggal 17 Mei 2020 Coppel 2002 hlm 49 131 Suryadinata Leo 2002 China s Citizenship Law and the Chinese in Southeast Asia Dalam M B Hooker Law and the Chinese in Southeast Asia Singapura Institute of Southeast Asian Studies Administrator 13 Agustus 2007 Nasionalisasi Berakhir Buntung Tempo co Majalah Tempo Diakses tanggal 17 Mei 2020 Matanasi Petrik 18 Oktober 2017 Benteng yang Gagal Memperkuat Pengusaha Pribumi Tirto id Diakses tanggal 17 Mei 2020 Raharja Ucu Karta 15 Oktober 2016 Ratusan Ribu Warga Cina Diusir di Zaman Sukarno Republika Diakses tanggal 17 Mei 2020 a b c d Administrator 13 Agustus 2007 Peraturan yang Menggusur Tionghoa Tempo co Tempo Diakses tanggal 17 Mei 2020 Matanasi Petrik 5 Februari 2019 Hari Raya Imlek Sejarah Pelarangan Dagang Tionghoa Zaman Sukarno Tirto id Diakses tanggal 17 Mei 2020 a b c Penduduk Tionghoa Dipulangkan PP No 10 dan Masalah Pemulangan Hoakiao Waspada Medan 1960 hlm 36 Sitompul Martin Kala Tentara Menguasai Negara historia id Historia Diakses tanggal 17 Mei 2020 Administrator 24 November 1990 Tempo 24 November 1990 Tempo co Tempo Diakses tanggal 17 Mei 2020 Administrator 13 Agustus 2007 Terusir dari Kampung Sendiri Tempo co Tempo Diakses tanggal 17 Mei 2020 Nathaniel Felix 24 November 2019 Hilangnya Identitas Orang Tionghoa Akibat Asimilasi Paksa Tirto id Diakses tanggal 17 Mei 2020 Investigating the Grey Areas of the Chinese Communities in Southeast Asia PDF Diarsipkan dari versi asli PDF tanggal 13 June 2007 Diakses tanggal 17 Mei 2020 Parameter url status yang tidak diketahui akan diabaikan bantuan Pramoedya 1960 Instruksi Presidium Kabinet Nomor 37 U IN 6 1967 Tahun 1967 hukumonline com Diakses 17 Mei 2020 Keputusan Presiden Nomor 240 Tahun 1967 tentang Kebidjaksanaan Pokok jang Menjangkut Warga Negara Indonesia Keturunan Asing Diarsipkan 2021 02 01 di Wayback Machine peraturan bkpm go id PDF Diakses 17 Mei 2020 Undang Undang Nomor 4 Tahun 1969 tentang Persetujuan Perjanjian antara Republik Indonesia dan Republik Rakyat Tiongkok Mengenai Soal Dwikewarganegaraan Diarsipkan 2017 09 19 di Wayback Machine hukumonline com Diakses 17 Mei 2020 Kresna Mawa 5 Oktober 2016 Mengapa Nonpribumi Tak Boleh Punya Tanah di Yogya Tirto id Diakses tanggal 17 Mei 2020 Yahya Yunus 2002 Peranakan idealis dari Lie Eng Hok sampai Teguh Karya Jakarta Kepustakaan Populer Gramedia hlm 215 Peraturan Menteri Kehakiman Nomor JB 3 4 12 Tahun 1978 tentang Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia pranala nonaktif permanen perpustakaan bappenas go id Diakses 17 Mei 2020 Administrator 16 Agustus 2004 Setelah Enam Belas Abad Tempo co Diakses tanggal 17 Mei 2020 Keputusan Presiden Nomor 56 Tahun 1996 tentang Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia Diarsipkan 2019 07 12 di Wayback Machine hukum unsrat ac id Diakses 17 Mei 2020 Instruksi Presiden Nomor 26 Tahun 1998 tentang Menghentikan Penggunaan Istilah Pribumi dan Non Pribumi bphn go id Diakses 17 Mei 2020 Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 1999 bphn go id Diakses 17 Mei 2020 Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hari Tahun Baru Imlek hukumonline com Diakses 17 Mei 2020 Gatra Sandroh 19 Maret 2014 Presiden SBY Ganti Istilah China Menjadi Tionghoa Kompas com Diakses tanggal 17 Mei 2020 Sumber sunting Toer Pramoedya Ananta 1960 Hoakiau di Indonesia Jakarta Bintang Press Wilmott Donald E 1961 The National Statues of the Chinese in Indonesia 1900 1958 Ithaca Cornell Modern Indonesia Project Pompe Sebastiaan ed 1992 Indonesian Law 1949 1989 A Bibliography of Foreign Language Materials with Brief Commentaries on the Law Dordrecht Martinus Nijhoff Publishers ISBN 978 0 7923 1744 9 Schwarz Adam 1994 A Nation in Waiting Indonesia in the 1990s nbsp Westview Press hlm 106 ISBN 1 86373 635 2 Coppel Charles A 2002 Studying Ethnic Chinese in Indonesia Asian Studies Monograph Series Singapore Singapore Society of Asian Studies ISBN 978 9971 9904 0 4 Lohanda Mona 2002 Growing Pains The Chinese and the Dutch in Colonial Java 1890 1942 Jakarta Yayasan Cipta Loka Caraka Diperoleh dari https id wikipedia org w index php title Peraturan terhadap orang Tionghoa di Indonesia amp oldid 24354415