www.wikidata.id-id.nina.az
Djadoeg Djajakusuma a dʒaˈdʊʔ dʒajakuˈsuma 1 Agustus 1918 28 Oktober 1987 adalah seorang sutradara film dan promotor seni tradisional asal Indonesia Lahir dari keluarga bangsawan asal Temanggung Jawa Tengah Djajakusuma tertarik dengan kesenian sejak masih muda dan lalu memilih untuk berkarier dalam teater Selama pendudukan Jepang mulai tahun 1943 hingga 1945 ia menjadi seorang penerjemah dan aktor dan sepanjang revolusi nasional selama empat tahun berikutnya ia bekerja untuk divisi pendidikan militer sejumlah kantor berita dan dalam drama D DjajakoesoemaDjajakoesoema ca 1950 anLahirDjadoeg Djajakoesoema 1918 08 01 1 Agustus 1918Temanggung Jawa Tengah Hindia BelandaMeninggal28 Oktober 1987 1987 10 28 umur 69 Jakarta IndonesiaSebab meninggalStrokMakamTaman Pemakaman Umum Karet BivakAlmamaterUniversitas Washington Sekolah Seni Sinematik USCPekerjaanSutradara produser kritikus budayaTahun aktif1952 87Pada tahun 1951 Djajakusuma bergabung dengan Perusahaan Film Nasional Perfini atas undangan dari Usmar Ismail Setelah memulai karier penyutradaraannya dengan Embun Djajakusuma merilis sebelas film lain sebelum kemudian keluar dari perusahaan tersebut pada tahun 1964 Ia lalu kembali ke teater tradisional Indonesia termasuk wayang Walaupun ia tetap menyutradarai sejumlah film di luar Perfini sebagian besar energinya didedikasikan untuk mempromosikan seni tradisional dan mengajar sinematografi Setelah lebih dari satu dekade kesehatannya memburuk dan tekanan darahnya meninggi Djajakusuma pingsan pada sebuah upacara dan akhirnya meninggal Jenazahnya lalu dimakamkan di Taman Pemakaman Umum Karet Bivak Djajakusuma dikenal sebagai sosok yang berdedikasi tinggi tetapi mudah marah Ia juga dipengaruhi oleh pandangan realis Ismail walaupun ia lebih fokus pada aspek tradisional dari kehidupan Pertunjukan teatrikalnya berusaha memodernisasi bentuk bentuk tradisional agar dapat lebih diterima di dunia modern Ia dipuji karena merevitalisasi bentuk teater Betawi lenong dan telah menerima berbagai penghargaan atas film buatannya termasuk penghargaan pencapaian seumur hidup pada Festival Film Indonesia Daftar isi 1 Biografi 1 1 Masa muda 1 2 Revolusi Nasional Indonesia 1 3 Karier dengan Perfini 1 4 Karier selanjutnya 1 5 Tahun tahun terakhir dan kematian 2 Gaya 3 Penerimaan 4 Filmografi 4 1 Pemeran 4 2 Kru 5 Catatan penjelas 6 Referensi 7 Daftar pustaka 8 Pranala luarBiografi SuntingMasa muda Sunting Djajakusuma lahir pada tanggal 1 Agustus 1918 di Parakan Temanggung Jawa Tengah Hindia Belanda 1 sebagai anak seorang priayi Raden Mas Aryo Djojokoesomo dari pernikahannya dengan Kasimah Ia merupakan anak kelima dari enam bersaudara yang hidup nyaman dengan gaji sang ayah sebagai pejabat pemerintah 2 Semasa muda ia gemar menonton pertunjukan panggung seperti wayang kulit dan tari tradisional tayuban 3 terkadang ia diam diam meninggalkan rumahnya di malam hari untuk dapat menonton pertunjukan pertunjukan tersebut Bersama teman temannya ia lalu memerankan cerita pengantar tidur yang diceritakan oleh ibunya kepadanya 4 Ketika film film impor Hollywood mulai diputar di Indonesia ia menjadi penonton setia menonton film film Barat dan karya karya yang dibintangi oleh Charlie Chaplin 5 Berkat kedudukannya sebagai anak seorang bangsawan Djajakusuma pun dapat mengenyam pendidikan Ia menyelesaikan studinya di Semarang Jawa Tengah 6 lulus dari program ilmu alam di sebuah sekolah menengah atas di sana pada tahun 1941 5 Meskipun keluarganya berharap ia akan menjadi pegawai pemerintah seperti ayahnya Djajakusuma memutuskan untuk berkarier dalam seni pertunjukan 4 Ia sempat kembali ke kampung halamannya tetapi ia kemudian menyadari bahwa ia hanya memiliki sedikit kesempatan untuk berkarya di Parakan Oleh karena itu pada awal tahun 1943 hampir setahun setelah Hindia Belanda diduduki oleh Kekaisaran Jepang Djajakusuma pindah ke Jakarta untuk mencari pekerjaan 7 Djajakusuma lalu bekerja di Pusat Kebudayaan b sebagai penerjemah dan aktor di bawah Armijn Pane 8 Karya yang ia terjemahkan antara lain sejumlah karya dari dramawan Swedia August Strindberg dan dramawan Norwegia Henrik Ibsen c 9 serta sejarah Jepang dan sejumlah drama panggung kabuki 7 Saat bekerja di Pusat Kebudayaan Djajakusuma juga menulis sejumlah sandiwara panggungnya sendiri 10 Di waktu senggangnya Djajakusuma pun membantu mendirikan perusahaan teater amatir Maya bersama seniman seperti HB Jassin Rosihan Anwar dan Usmar Ismail Kelompok tersebut dibentuk sebagai tanggapan terhadap keinginan akan kebebasan artistik yang lebih besar menampilkan terjemahan dari karya karya Eropa dan karya asli dari Ismail dan El Hakim d Untuk meningkatkan rasa nasionalisme Indonesia selagi tetap mengikuti aturan dari biro sensor Jepang sejumlah lakon Maya tidak secara eksplisit mempromosikan Jepang tetapi lebih mempromosikan Lingkungan Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya Sementara tema tema yang mendukung gerakan nasionalis Indonesia tetap ditampilkan secara implisit di dalam karya karya tersebut Bersama Maya Djajakusuma pun melakukan perjalanan dari desa ke desa untuk mengadakan pertunjukan 11 Revolusi Nasional Indonesia Sunting Presiden Soekarno memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 beberapa hari setelah pemboman Hiroshima dan Nagasaki Khawatir pemerintah kolonial Belanda kembali Djajakusuma dan Ismail lalu membantu pendirian Seniman Merdeka sebagai bentuk perlawanan Kelompok tersebut melakukan perjalanan ke seantero kota dan menyebarkan berita tentang proklamasi kemerdekaan Indonesia sembari tampil di atas truk terbuka Setelah Pemerintahan Sipil Hindia Belanda datang kelompok tersebut terkadang berusaha untuk memata matai orang Eropa atau menyembunyikan informasi yang dianggap berguna bagi pasukan Belanda Karena pekerjaannya cukup berbahaya Djajakusuma pun mulai membawa pistol dan bahkan pergi ke Banten untuk meminta seorang kiai agar membuatnya kebal peluru 12 Pada awal tahun 1946 karena pasukan kolonial Belanda berhasil menguasai Jakarta Djajakusuma lalu melarikan diri ke ibu kota Indonesia yang baru Yogyakarta 13 Di sana ia bekerja di kantor berita nasional Antara 14 sebelum kemudian bergabung ke divisi pendidikan militer hingga berpangkat kapten 15 Selama bertugas di militer Djajakusuma juga menjadi editor untuk koran mingguan Tentara ia juga menulis artikel untuk majalah budaya milik Ismail Arena 16 Terlepas dari keterlibatannya di bidang pers ia tidak meninggalkan teater bersama Surjo Sumanto ia mendirikan sebuah kelompok yang tampil di hadapan tentara untuk mengangkat moral mereka terkadang juga bepergian ke garis depan pertempuran 17 Djajakusuma lalu dipekerjakan oleh Departemen Penerangan pada tahun 1947 untuk mengajar di sebuah sekolah seni pertunjukan yakni Stichting Hiburan Mataram 18 Melalui Hiburan Mataram ia dan Ismail lalu dikenalkan kepada sineas Andjar Asmara Huyung dan Sutarto ia dan Ismail pun belajar dari tiga orang yang telah lebih dulu berkecimpung di bidang pembuatan film tersebut Sementara itu Djajakusuma juga ditugaskan untuk menyensor siaran radio di daerah daerah yang dikuasai oleh Republik sebuah tugas yang ia emban hingga Belanda merebut Yogyakarta pada tanggal 19 Desember 1948 Djajakusuma lalu melarikan diri dari Yogyakarta dan kemudian bertemu dengan pasukan Republik Dengan menggunakan radio tua dan generator bertenaga sepeda Djajakusuma lalu mendengarkan siaran berita internasional dan menuliskannya 19 Informasi dari siaran tersebut kemudian dicetak di surat kabar bawah tanah 20 nbsp Usmar Ismail yang mengajak Djajakusuma ke Perfini pada tahun 1951 Setelah Revolusi Nasional Indonesia berakhir dengan pengakuan Belanda atas kemerdekaan Indonesia pada tahun 1949 Djajakusuma tetap bekerja sebagai jurnalis untuk Patriot sebelumnya bernama Tentara dan majalah Kebudajaan Nusantara 6 Hiburan Mataram lalu dibuka kembali sehingga Djajakusuma juga mulai kembali mengajar di sana sambil mengelola bioskop Soboharsono dan menulis sejumlah sandiwara panggung 21 Sementara itu Ismail kembali ke Jakarta dan mendirikan Perusahaan Film Nasional Perfini 22 Produksi pertama Perfini Darah dan Doa yang merupakan versi fiksi dari perjalanan Divisi Siliwangi dari Yogyakarta ke Jawa Barat pada tahun 1948 disutradarai oleh Ismail dan dirilis pada tahun 1950 23 Karier dengan Perfini Sunting Untuk film keduanya Enam Djam di Jogja Ismail memanggil Djajakusuma ke Jakarta Untuk film tersebut Djajakusuma membantu Ismail dalam mengadaptasi Serangan Umum 1 Maret 1949 Produksi film tersebut lalu dapat diselesaikan dengan biaya yang rendah Djajakusuma kemudian mengingat kembali bahwa kamera mereka harus ditenagai dengan baterai mobil 24 Terlepas dari berbagai tantangan yang dihadapi Djajakusuma tetap bekerja di Perfini setelah film tersebut selesai dan kemudian menyelesaikan karya lain untuk Perfini Dosa Tak Berampun pada akhir tahun itu Ismail berperan sebagai sutradara untuk film tersebut yang menceritakan seorang pria yang meninggalkan keluarganya setelah ia terpesona oleh senyuman seorang pelayan 25 Saat Ismail yang masih menjadi pimpinan Perfini pergi ke luar negeri untuk belajar sinematografi di Sekolah Teater Film dan Televisi di Universitas California Los Angeles Djajakusuma pun mulai mengambil peran yang lebih besar di Perfini Ia lalu memulai karier penyutradaraannya pada tahun 1952 dengan Embun yang menceritakan tekanan psikologis yang dihadapi oleh para tentara setelah kembali ke desa mereka pasca revolusi 26 Film tersebut direkam di Wonosari yang saat itu sedang mengalami kekeringan untuk memberikan metafora visual mengenai jiwa para pejuang yang mengering 27 Karena menggambarkan takhayul tradisional film tersebut lalu dipermasalahkan oleh lembaga sensor dan para kritikus sebab takhayul dianggap tidak sesuai dengan kebutuhan modernisasi dari republik yang baru 28 Perilisan Embun menjadikan Djajakusuma sebagai salah satu dari empat sutradara yang bekerja untuk Perfini selain Ismail Nya Abas Akup dan Wahyu Sihombing 29 Produksi Djajakusuma berikutnya Terimalah Laguku 1952 adalah sebuah musikal mengenai seorang musisi tua miskin yang menjual saksofonnya untuk membantu karier mantan muridnya 30 Meskipun kualitas teknis dari film tersebut buruk ketika kembali ke Indonesia pada tahun 1953 Ismail tetap puas dengan film tersebut menyatakan bahwa film tersebut telah disunting dengan baik Dalam tahun berikutnya Ismail memberikan semua informasi yang ia dapat di UCLA kepada para pegawai Perfini termasuk Djajakusuma 31 Perfini lalu merilis Harimau Tjampa pada tahun 1953 sebuah film mengenai seorang pria yang mencoba untuk membalas kematian ayahnya Dengan latar belakang budaya Minang 32 film tersebut juga menjadi film buatan dalam negeri pertama yang menampilkan sejumlah adegan telanjang 33 dan merupakan sebuah kesuksesan kritis yang signifikan 31 nbsp Djajakusuma menaiki kapal untuk pergi ke Sumatra untuk syuting Arni ca 1955 Pada tahun 1954 Djajakusuma menyutradarai dua film komedi Putri dari Medan dan Mertua Sinting Film pertama menceritakan tiga pria muda yang memutuskan untuk tidak menikah tetapi keyakinan mereka kemudian goyah setelah bertemu dengan sejumlah wanita dari Medan 34 sedangkan film kedua menceritakan seorang pria yang menolak calon istri dari putranya karena perempuan tersebut tidak memiliki darah bangsawan tetapi kemudian ia tanpa sadar memilih perempuan yang sama untuk menjadi istri dari putranya 35 Setahun kemudian Djajakusuma membantu pendirian Persatuan Artis Film Indonesia PARFI 4 Satu satunya film karya Djajakusuma pada tahun itu drama Arni menceritakan seorang pria yang menikahi wanita lain saat istrinya pergi ke Padang Sumatra untuk berobat 36 Djajakusuma lalu belajar sinematografi di Amerika Serikat awalnya di Universitas Washington di Seattle dan kemudian di Sekolah Seni Sinematik Universitas California Selatan mulai tahun 1956 hingga 1957 4 Ketika kembali ke Indonesia ia bekerja bersama Ismail dan sesama karyawan Perfini Asrul Sani untuk mendirikan Akademi Teater Nasional Indonesia yang mempromosikan realisme dramawan Indonesia Putu Wijaya menggambarkan realisme yang dipromosikan oleh akademi tersebut lebih condong ke Indonesia daripada ke Barat 37 sementara Djajakusuma dianggap terinspirasi oleh pergerakan neorealis Italia 38 Djajakusuma menjadi dosen di akademi tersebut hingga tahun 1970 dan mahasiswanya menganggapnya sebagai sosok yang humoris dan mudah didekati 39 Sekembalinya ke Indonesia Djajakusuma juga mulai mengerjakan Tjambuk Api 1958 sebuah kritik terhadap maraknya korupsi di Indonesia tema tersebut pun menyebabkan film tersebut ditahan oleh lembaga sensor selama hampir satu tahun 32 Sang sutradara lalu lanjut dengan merilis drama Pak Prawiro yang disponsori oleh Bank Tabungan Pos dan dimaksudkan untuk menyampaikan pentingnya memiliki tabungan 40 Selama periode ini ia juga mempelajari teater tradisional India dengan bepergian ke Calcutta Madras dan New Delhi Ia berharap bahwa kunjungannya tersebut akan menginspirasinya untuk memproduksi film bertema cerita tradisional Indonesia 41 Pada tahun 1960 Djajakusuma merilis film pertamanya yang didasarkan dari cerita wayang tradisional yakni Lahirnja Gatotkatja 42 wayang telah membuatnya terpesona saat masih kecil dan ia juga sangat menikmati karakter Gatotkaca 43 Direkam di Yogyakarta film tersebut menampilkan aktor tersohor dari Jakarta dan aktor lokal dari Yogyakarta sebagai pemeran pendukung 44 Namun film tersebut menuai kontroversi para dalang dan orang orang yang berpengalaman dalam pewayangan berpendapat bahwa ia telah mengabaikan terlalu banyak aspek tradisional dari pewayangan 45 Pada tahun yang sama Djajakusuma menjabat sebagai manajer produksi dari Pedjuang karya Ismail 45 dan menyutradarai Mak Tjomblang sebuah film komedi yang diadaptasi dari drama karya Nikolai Gogol tahun 1842 yakni Pernikahan 46 Pada tahun 1963 Djajakusuma merilis komedi lain yakni Masa Topan dan Badai yang menceritakan tentang dinamika keluarga seorang ayah yang konservatif ibu yang liberal dan dua putri remaja mereka 47 Setahun kemudian Djajakusuma menyutradarai film terakhirnya dengan Perfini Rimba Bergema yang dimaksudkan untuk mempromosikan industri karet nasional 48 Pada tahun itu ia juga membantu mendirikan Persatuan Karyawan Film dan TV 4 sebagai tanggapan terhadap Liga Film Indonesia yang disponsori oleh Lekra 49 Seperti halnya Ismail dan sebagian besar pegawai Perfini Djajakusuma juga sangat menentang Lekra yang terafiliasi dengan komunis kelompok budaya tersebut pun juga sangat agresif terhadap orang orang yang terafiliasi dengan Perfini 50 Karier selanjutnya Sunting nbsp nbsp Modernisasi wayang orang atas dan revitalisasi lenong bawah Menjelang akhir kerjanya di Perfini Djajakusuma kembali aktif di kesenian tradisional Ia pun mencurahkan banyak waktu untuk mempromosikan wayang Pada tahun 1967 ia menyelenggarakan Festival Wayang Nasional 14 yang dihentikan tidak lama kemudian karena kekurangan dana 51 Pada tahun yang sama ia juga menyutradarai film yang terinspirasi oleh wayang yakni Bimo Kroda untuk Pantja Murti Film 52 yang menggunakan penghancuran Pandawa lima laki laki bersaudara dalam epos Hindu Mahabharata untuk menggambarkan penculikan dan pembunuhan terhadap lima orang jenderal angkatan darat selama Gerakan 30 September 1965 32 Keterlibatan Djajakusuma dalam wayang berlanjut hingga awal 1970 an Ia menyelenggarakan dua Pekan Wayang yakni pada tahun 1970 dan 1974 serta menyelenggarakan sebuah festival wayang nasional pada tahun 1977 14 Lebih lanjut ia mendirikan dua kelompok wayang orang yakni Jaya Budaya 1971 dan Bharata 1973 untuk menyelamatkan seni tradisional yang kurang diminati tersebut dengan cara memodernisasinya 53 Sementara itu Djajakusuma juga membantu mempromosikan seni lain seperti lenong Betawi dan ludruk Jawa selama beberapa tahun 54 Ia pun secara khusus diakui merevitalisasi lenong e Mulai tahun 1968 Djajakusuma muncul di televisi untuk mengadvokasi lenong yang saat itu masih terbatas di desa desa dan terancam punah Ia meningkatkan pengetahuan populer mengenai budaya lenong sembari mendukung upah yang layak bagi para pemeran lenong 55 Selama dekade 1970 an lenong dipertunjukkan di Taman Ismail Marzuki dan berhasil menarik banyak penonton 56 Sejumlah pemain lenong kemudian bahkan sukses berkarir di industri film 57 Djajakusuma juga mempromosikan kegiatan kegiatan budaya non tradisional baik budaya modern maupun asing Pada tahun 1968 ia menjadi ketua Dewan Kesenian Jakarta sebuah jabatan yang dijabatnya hingga tahun 1977 4 dan pada tahun 1970 ia mengadakan sebuah festival musik keroncong 58 Pada tahun 1970 juga ia mulai menjadi dosen sinematografi di Institut Pendidikan Kesenian Jakarta yang kemudian menjadi Institut Kesenian Jakarta IKJ Untuk lebih memahami teater dunia ia lalu pergi ke Jepang dan Tiongkok pada tahun 1977 untuk mempelajari tradisi mereka 59 Ia kemudian memimpin mahasiswanya untuk melakukan berbagai pertunjukan panggung termasuk adaptasi dari karya noh Jepang dan opera Tiongkok 60 yang mana sejumlah pertunjukan tersebut diadakan di Taman Ismail Marzuki 6 Pada dekade 1970 an Djajakusuma memegang berbagai posisi di organisasi film termasuk sebagai anggota Dewan Film 1974 76 anggota dewan pengawas Siaran Radio dan TV 1976 serta anggota Biro Pengembangan Film Nasional 1977 78 61 Namun produktivitas Djajakusuma di industri film menurun Pada tahun 1971 ia menyutradarai film terakhirnya yakni Api di Bukit Menoreh dan Malin Kundang Anak Durhaka Film pertama dirilis untuk Penas Film Studio dan didasarkan pada novel karya Singgih Hadi Mintardja Film tersebut mengikuti tentara dari Kerajaan Pajang dalam upaya mereka untuk menaklukkan tentara dari Kerajaan Jipang 62 Sementara film kedua adalah adaptasi dari cerita rakyat Melayu dengan nama yang sama 4 Dibintangi oleh Rano Karno dan Putu Wijaya sebagai karakter utama film tersebut mengikuti seorang anak muda yang lupa akan akarnya setelah menghabiskan sebagian besar masa kecilnya di laut 63 Peran terakhirnya sebagai pembuat film adalah pada tahun 1977 saat ia membantu memproduksi komedi Fritz G Schadt Bang Kojak 1977 45 Tahun tahun terakhir dan kematian Sunting Pada tahun 1977 Djajakusuma menjadi juri pada Festival Film Indonesia FFI f Saat sedang membacakan keputusan juri pada festival tersebut ia pingsan dan akhirnya dilarikan ke rumah sakit sehingga Rosihan Anwar harus menggantikannya dalam membacakan keputusan juri 64 Tetangga sekaligus rekan Djajakusuma Taufiq Ismail lalu mengatakan kepada wartawan bahwa itu bukan pertama kalinya Djajakusuma pingsan 65 Sejak saat itu kondisi kesehatan Djajakusuma terus memburuk 66 akibat tekanan darah tinggi 14 Meskipun kesehatannya terus memburuk Djajakusuma tetap aktif dalam bidang seni Pada tahun 1980 ia bahkan tampil di depan layar untuk pertama dan terakhir kalinya yakni pada film Perempuan dalam Pasungan karya Ismail Soebardjo 67 Ia dan Sofia WD memerankan orang tua yang secara rutin menempatkan putri mereka dalam pasungan untuk menghukumnya karena tidak patuh 68 Dalam sebuah wawancara dengan Suara Karya Soebardjo mengingat bahwa sejak ia menulisnya ia hanya mempertimbangkan Djajakusuma untuk memainkan peran tersebut 69 Perempuan dalam Pasungan lalu berhasil memenangkan Penghargaan Citra untuk Film Terbaik pada Festival Film Indonesia 1981 39 dan Djajakusuma pun menyatakan minatnya untuk membuat sejumlah film lainnya Namun hal tersebut tidak pernah terealisasi 51 Pada tahun 1983 Djajakusuma menjabat sebagai dekan Fakultas Seni Rupa di IKJ 70 dan pada tahun 1984 ia pergi ke Festival Tiga Benua di Nantes Prancis di mana dua filmnya ditayangkan dan mendapat banyak pujian 32 Pada awal tahun 1987 dokter mendiagnosis Djajakusuma dengan penyakit jantung sehingga Djajakusuma mulai berdiet dan berhenti merokok 14 Ia pun tetap dihormati di kalangan perfilman Indonesia tetapi ia tidak senang dengan kondisi industri film tanah air yang ia anggap berada di ambang kehancuran Ia menyalahkan kondisi tersebut kepada imperialisme budaya Amerika Serikat yang membuat sebagian besar bioskop lebih suka memutar film asing terutama dari Hollywood dan membuat pemuda Indonesia tidak lagi menciptakan karya dengan identitas Indonesia yang unik 71 Pada tanggal 28 Oktober 1987 Djajakusuma kembali pingsan saat sedang memberi pidato pada upacara peringatan Sumpah Pemuda di IKJ sehingga kepalanya terbentur anak tangga yang terbuat dari batu Setelah dilarikan ke Rumah Sakit Umum Cikini ia dinyatakan meninggal pada pukul 10 05 waktu setempat UTC 7 Jenazahnya lalu dimakamkan di Taman Pemakaman Umum Karet Bivak pada malam harinya setelah diupacarakan di IKJ dengan dipimpin oleh penulis Sutan Takdir Alisjahbana dan disholatkan di Masjid Amir Hamzah di Taman Ismail Marzuki dengan diimami oleh penyair Taufiq Ismail 72 Pelayat yang hadir antara lain mantan Menteri Penerangan Boediardjo Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Fuad Hassan dan Wakil Gubernur Jakarta Anwar Umar 66 Djajakusuma tidak pernah menikah tetapi ia memiliki sejumlah keponakan yang ia besarkan seperti anak sendiri 72 Setelah kematiannya surat kabar di seantero Jakarta pun memuat obituari Djajakusuma dari sejumlah tokoh budaya dan film seperti Alisjahbana produser Misbach Yusa Biran dan juru kamera Perfini Soemardjono Obituari tersebut menekankan pada peran Djajakusuma dalam mengembangkan industri film Indonesia dan melestarikan budaya tradisional Pada upacara peringatan lima tahun meninggalnya Djajakusuma semua dokumen dan bukunya disumbangkan ke perpustakaan IKJ 73 Gaya Sunting nbsp Suasana syuting film Lahirnja Gatotkatja karya Djajakusuma pada tahun 1960 Film ini adalah salah satu dari dua film karya Djajakusuma yang sangat dipengaruhi oleh cerita wayang Seperti Usmar Ismail Djajakusuma juga dipengaruhi oleh realisme Namun dibanding Ismail yang lebih memilih untuk fokus pada tema tema tingkat nasional Djajakusuma lebih tertarik pada alur cerita yang sederhana dan relevan secara lokal dengan pesan pesan pendidikan 32 Realisme tersebut pun dibawa oleh Djajakusuma ke dalam karyanya di bidang pewayangan Latar belakang adegan digambar secara tradisional dan dibuat seperti set tiga dimensi termasuk untuk menggambarkan pohon batu dan air 74 Menurut Soemardjono yang kerap menyunting film filmnya Djajakusuma senang bereksperimen dengan teknik teknik baru agar dapat menyampaikan tujuannya dengan lebih baik 32 Djajakusuma juga kerap memasukkan seni tradisional ke dalam film filmnya 22 Dua film di antaranya Lahirnja Gatotkatja dan Bimo Kroda bahkan didasarkan pada cerita wayang tradisional serta menggunakan kostum dan tempo yang terinspirasi oleh wayang 75 Fokus pada aspek budaya tradisional tersebut lalu menjadi kurang diminati oleh masyarakat setelah tahun 1965 karena masyarakat lebih meminati film film yang bercerita mengenai kehidupan kota 76 Produksi teater Djajakusuma lalu bereksperimen dengan teknik bercerita baru yakni mengadaptasi gaya tradisional untuk dunia modern 74 Sebagai seorang dosen yang mengajar penulisan skenario dan sejarah teater Djajakusuma fokus pada seni budaya Indonesia Ia berpendapat bahwa orang Indonesia harus mengandalkan budaya lokal tidak terus menerus melihat ke Barat 14 Dalam bidang lainnya ia kebanyakan apolitis 77 Sosiolog Indonesia Umar Kayam yang pernah menjabat di Dewan Kesenian Jakarta bersamanya menyebut Djajakusuma sebagai orang yang sangat disiplin Biran juga menggambarkan Djajakusuma sebagai orang yang mudah marah secara tiba tiba tetapi dapat kembali tenang dengan cepat apabila pemicu kemarahannya dapat diselesaikan Sejumlah orang yang pernah bekerja dengan Djajakusuma pun menyatakan hal serupa 66 Liputan di majalah film Djaja menggambarkan Djajakusuma sebagai seorang pekerja keras yang berdedikasi tinggi pada karyanya sedemikian hingga ia meninggalkan kehidupan percintaannya 78 Penerimaan SuntingSalah satu film karya Djajakusuma yakni Harimau Tjampa mendapat Penghargaan Skenario Terbaik di Festival Film Asia 1954 66 Sementara satu filmnya yang lain yakni Bimo Kroda diakui oleh Departemen Penerangan Republik Indonesia karena mempromosikan budaya tradisional 79 Pada tahun 1970 ia mendapat Penghargaan Seni dari pemerintah Indonesia atas jasa terhadap Negara sebagai Pembina Utama Drama Modern 66 Pada Festival Film Indonesia 1987 ia mendapat penghargaan khusus atas kontribusinya di industri film Indonesia 51 dan pada bulan November 2003 ia secara anumerta juga dianugerahi Penghargaan Budaya Parama Dharma oleh Presiden Megawati Soekarnoputri atas kontribusinya dalam mengembangkan kebudayaan Indonesia g 80 Penerimaan terhadap karya Djajakusuma cenderung positif Sutradara Teguh Karya menyebut karya Djajakusuma Usmar Ismail dan Asrul Sani sebagai legendaris serta menjadi salah satu pengaruh terbesar untuknya 81 Koreografer Bagong Kussudiardjo dikabarkan sangat menghormati Djajakusuma sehingga ia menamai putranya dengan nama Djadoeg 82 Menurut sebuah memorial di surat kabar Kompas Djajakusuma juga dijuluki sebagai legenda hidup selama kunjungannya ke Nantes 32 Artikel Kompas selanjutnya mencatat Harimau Tjampa dan Tjambuk Api sebagai karya Djajakusuma yang paling diingat Kedua karya tersebut juga merupakan karya paling sering ditampilkan karena salinan siap pakai dari dua karya tersebut disimpan di Sinematek Indonesia sementara karya Djajakusuma yang lain disimpan dalam bentuk negatif 20 Filmografi SuntingPemeran Sunting Perempuan Dalam Pasungan 1980 sebagai Pak PrawiroKru Sunting Enam Djam di Jogja 1951 sebagai penulis naskah Embun 1951 sebagai sutradara dan penulis naskah Dosa Tak Berampun 1951 sebagai penulis naskah Terimalah Laguku 1952 sebagai sutradara Harimau Tjampa 1953 sebagai sutradara dan penulis naskah Mertua Sinting 1954 sebagai sutradara Putri dari Medan 1954 sebagai sutradara Arni 1955 sebagai sutradara Tjambuk Api 1958 sebagai sutradara Pak Prawiro 1958 sebagai sutradara dan penulis naskah Pedjuang 1960 sebagai manajer produksi Lahirnya Gatotkatja 1960 sebagai sutradara dan penulis naskah Mak Tjomblang 1960 sebagai sutradara dan penulis naskah Masa Topan dan Badai 1963 sebagai sutradara Rimba Bergema 1964 sebagai sutradara Bimo Kroda 1967 sebagai sutradara Malin Kundang Anak Durhaka 1971 sebagai sutradara Api di Bukit Menoreh Gugurnya Tohpati 1971 sebagai sutradara Bang Kojak 1977 sebagai produserCatatan penjelas Sunting Ejaan lain dari nama depannya termasuk Djadug Djadoek dan Djaduk sedangkan nama belakangnya mungkin juga dieja Djajakoesoema Pusat Kebudayaan dikenal dengan nama Indonesia dan Jepang Nama Indonesianya adalah Poesat Keboedajaan sedangkan nama Jepangnya adalah Keimin Bunka Shidōsho 啓民文化指導所 code ja is deprecated Pusat Kebudayaan mempromosikan pertumbuhan berbagai bentuk seni termasuk film dan drama dengan tujuan akhir menyediakan propaganda untuk posisi politik Jepang Hoerip 1995 hlm 8 Baik Norwegia maupun Swedia tidak sedang berperang dengan Jepang pada saat itu sehingga terjemahannya dianggap dapat diterima oleh atasan Djajakusuma Hoerip 1995 hlm 9 El Hakim adalah nama samaran Abu Hanifah Hoerip 1995 hlm 9 10 Akademisi budaya Indonesia SM Ardan memuji Djajakusuma sebagai kekuatan pendorong di balik revitalisasi lenong Ardan 1987 Djaduk Djajakusuma Penulis biografi Satyagraha Hoerip juga mendedikasikan sejumlah halaman untuk merinci keterlibatan Djajakusuma dalam lenong Tingkat perinciannya serupa dengan penjelasannya mengenai peran Djajakusuma dalam memodernisasi wayang orang Seperti halnya Ardan ia juga memuji Djajakusuma atas revitalisasi tersebut Tetapi tidak seperti Ardan ia mencatat bahwa dua tokoh budaya lain Soemantri Sastro Suwondho dan Ardan juga membantu menyelamatkan wayang orang Hoerip 1995 hlm 69 73 Djajakusuma kemudian beberapa kali menjadi juri Panembahan 1987 Barangkali 40 pCt Manusia Penerima penghargaan lainnya termasuk pelawak Bing Slamet dan pemeran Fifi Young Unidjaja 2003 Megawati awards Referensi Sunting Setiawan 2009 National Film Month Ardan 1987 Djaduk Djajakusuma Hoerip 1995 hlm 104 Hoerip 1995 hlm 2 3 a b c d e f g Darmawi 1982 Djadoeg Djajakusuma a b Hoerip 1995 hlm 4 a b c Pemprov DKI Jakarta Djaduk Djajakusuma a b Hoerip 1995 hlm 8 Pemprov DKI Jakarta Djaduk Djajakusuma Kompas 1987 Budayawan D Djajakusuma Biran 2009 hlm 331 Hoerip 1995 hlm 10 Hoerip 1995 hlm 9 10 Hoerip 1995 hlm 17 19 Biran 2009 hlm 354 a b c d e f Suara Karya 1987 D Djajakusuma Said 1982 hlm 139 Hoerip 1995 hlm 20 21 Hoerip 1995 hlm 22 Biran 2009 hlm 356 Hoerip 1995 hlm 22 24 a b Kompas 1993 Pekan Film Djajakusuma Hoerip 1995 hlm 24 a b Setiawan 2009 National Film Month Said 1982 hlm 51 Hoerip 1995 hlm 27 Hoerip 1995 hlm 36 Said 1982 hlm 54 Film Indonesia Filmografi Pemprov DKI Jakarta Djaduk Djajakusuma Said 1982 hlm 55 Hoerip 1995 hlm 28 Said 1982 hlm 55 Anwar 2004 hlm 84 Hoerip 1995 hlm 39 40 a b Hoerip 1995 hlm 29 a b c d e f g Marselli 1987 Mengenang D Djajakusuma Imanjaya 2006 hlm 107 108 Film Indonesia Putri dari Medan Film Indonesia Mertua Sinting Film Indonesia Arni National Library of Indonesia Pandangan Tokoh Putu Wijaya Biran 2009 hlm 334 a b Hoerip 1995 hlm 31 Film Indonesia Pak Prawiro Berita Buana 1975 Djaduk Djajakusuma Mengenal Wayang Hoerip 1995 hlm 106 Suara Karya 1987 D Djajakusuma Film Indonesia Filmografi Berita Buana 1975 Djaduk Djajakusuma Mengenal Wayang Nasional 1960 Tanpa judul a b c Hoerip 1995 hlm 30 Film Indonesia Mak Tjomblang Film Indonesia Masa Topan dan Badai Film Indonesia Rimba Bergema Hoerip 1995 hlm 58 Said 1982 hlm 65 68 a b c Panembahan 1987 Barangkali 40 pCt Manusia Hoerip 1995 hlm 47 Hoerip 1995 hlm 32 106 Kompas 1987 Budayawan D Djajakusuma Kadarjono 1970 hlm 25 Hoerip 1995 hlm 69 71 Ardan 1987 Djaduk Djajakusuma Hoerip 1995 hlm 71 Loven 2008 hlm 78 79 Dharyono 1987 Selamat Jalan Djadug Djajakoesoema Hoerip 1995 hlm 69 Hoerip 1995 hlm 32 Hoerip 1995 hlm 106 107 Hoerip 1995 hlm 49 50 Hoerip 1995 hlm 52 53 Ardan 1987 Djaduk Djajakusuma National Library of Indonesia Pandangan Tokoh Taufiq Ismail a b c d e Kompas 1987 Budayawan D Djajakusuma Film Indonesia Filmografi Film Indonesia Perempuan dalam Pasungan Hoerip 1995 hlm 55 Iskandar 1983 Sebagia Besar Hidupnya Darmawi 1982 Djadoeg Djajakusuma Kompas 1987 Budayawan D Djajakusuma Panembahan 1987 Barangkali 40 pCt Manusia Hoerip 1995 hlm 59 a b Kompas 1987 Budayawan D Djajakusuma Suara Karya 1987 D Djajakusuma Hoerip 1995 hlm 80 84 a b Berita Buana 1975 Djaduk Djajakusuma Pencetus Suara Karya 1987 D Djajakusuma Berita Buana 1975 Djaduk Djajakusuma Mengenal Wayang Sen amp Hill 2000 hlm 156 Sen amp Hill 2000 hlm 163 Kadarjono 1970 hlm 25 Biran 1979 hlm 123 Unidjaja 2003 Megawati awards National Library of Indonesia Pandangan Tokoh Teguh Karya Hoerip 1995 hlm 83 Daftar pustaka SuntingAnwar Rosihan 2004 Sejarah Kecil Petite Histoire Indonesia 2 Jakarta Kompas ISBN 978 979 709 428 7 Ardan S M 1 November 1987 Djaduk Djajakusuma Bukan Cuma Pengabdi Seni Suara Pembaruan hlm 11 Arni Film Indonesia Yayasan Konfiden Diarsipkan dari versi asli tanggal 2 Januari 2023 Diakses tanggal 6 Agustus 2012 Biran Misbach Yusa ed 1979 Apa Siapa Orang Film Indonesia 1926 1978 Sinematek Indonesia OCLC 6655859 Biran Misbach Yusa 2009 Sejarah Film 1900 1950 Bikin Film di Jawa Jakarta Komunitas Bambu bekerja sama dengan Dewan Kesenian Jakarta ISBN 978 979 3731 58 2 Budayawan D Djajakusuma Sudah Tiada Kompas 29 Oktober 1987 hlm 1 D Djajakusuma Tutup Usia Suara Karya 29 Oktober 1987 hlm 1 9 Darmawi Suslanna 28 Februari 1982 Djadoeg Djajakusuma Suara Karya hlm 1 Dharyono 7 November 1987 Selamat Jalan Djadug Djajakoesoema Sutradara dan Pencipta Wayang Orang Modern yang Pertama Berita Buana hlm 5 Djaduk Djajakusuma Ensiklopedi Jakarta Dinas Komunikasi Informatika dan Kehumasan Pemprov DKI Jakarta Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012 08 06 Diakses tanggal 6 Agustus 2012 Djaduk Djajakusuma Mengenal Wayang amp Teater Sejak Duduk di Sekolah Dasar Berita Buana 13 November 1975 hlm 4 Djaduk Djajakusuma Pencetus Wayang Gaya Baru Berita Buana 14 November 1975 hlm 4 Filmografi Film Indonesia Yayasan Konfiden Diarsipkan dari versi asli tanggal 6 Juli 2022 Diakses tanggal 6 Agustus 2012 Hoerip Satyagraha 1995 Dua Dunia dalam Djadoeg Djajakoesoema Jakarta Dinas Kebudayaan DKI Jakarta bekerja sama dengan Institut Kesenian Jakarta ISBN 978 979 8699 00 9 Imanjaya Ekky 2006 A to Z about Indonesian Film Bandung Mizan ISBN 978 979 752 367 1 Iskandar Eddy D 17 Juli 1983 Sebagian Besar Hidupnya Untuk Seni Suara Karya Minggu hlm 1 11 Kadarjono BZ 1970 Profil Seorang Seniman D Djajakusuma Djaja No 452 hlm 25 Loven Klarijn 2008 WatchingSi Doel Television Language and Culture Identity in Contemporary Indonesia dalam bahasa Inggris Leiden KITLV Press ISBN 978 90 6718 279 9 Mak Tjomblang Film Indonesia Yayasan Konfiden Diarsipkan dari versi asli tanggal 2 Januari 2023 Diakses tanggal 6 Agustus 2012 Marselli 6 November 1987 Mengenang D Djajakusuma dalam Perfilman Indonesia Kompas hlm 6 Masa Topan dan Badai Film Indonesia Yayasan Konfiden Diarsipkan dari versi asli tanggal 2 Januari 2023 Diakses tanggal 6 Agustus 2012 Mertua Sinting Film Indonesia Yayasan Konfiden Diarsipkan dari versi asli tanggal 12 Oktober 2022 Diakses tanggal 6 Agustus 2012 Pak Prawiro Film Indonesia Yayasan Konfiden Diarsipkan dari versi asli tanggal 25 Desember 2022 Diakses tanggal 6 Agustus 2012 Pandangan Tokoh Putu Wijaya Tokoh Perfilman Indonesia Perpustakaan Nasional Republik Indonesia Diarsipkan dari versi asli tanggal 30 September 2015 Diakses tanggal 6 Agustus 2012 Pandangan Tokoh Taufiq Ismail Tokoh Perfilman Indonesia Perpustakaan Nasional Republik Indonesia Diarsipkan dari versi asli tanggal 13 Maret 2016 Diakses tanggal 6 Agustus 2012 Pandangan Tokoh Teguh Karya Tokoh Perfilman Indonesia Perpustakaan Nasional Republik Indonesia Diarsipkan dari versi asli tanggal 30 September 2015 Diakses tanggal 6 Agustus 2012 Panembahan Harianto Gede 6 September 1987 Barangkali 40 pCt Manusia di Dunia Hasil Keisengan Sinar Pagi hlm 4 Pekan Film Djajakusuma Mengenang Legenda Hidup Perfilman Indonesia Kompas 22 Januari 1993 hlm 16 Perempuan dalam Pasungan Film Indonesia Yayasan Konfiden Diarsipkan dari versi asli tanggal 14 Juli 2022 Diakses tanggal 6 Agustus 2012 Putri dari Medan Film Indonesia Yayasan Konfiden Diarsipkan dari versi asli tanggal 9 April 2022 Diakses tanggal 6 Agustus 2012 Rimba Bergema Film Indonesia Yayasan Konfiden Diarsipkan dari versi asli tanggal 9 Agustus 2022 Diakses tanggal 6 Agustus 2012 Said Salim 1982 Profil Dunia Film Indonesia Jakarta Grafiti Pers OCLC 9507803 Sen Krishna Hill David T 2000 Media Culture and Politics in Indonesia dalam bahasa Inggris Melbourne Oxford University Press ISBN 978 0 19 553703 1 Setiawan Iwan 1 Maret 2009 National Film Month Time warp anyone The Jakarta Post dalam bahasa Inggris Diarsipkan dari versi asli tanggal 17 Februari 2020 Diakses tanggal 6 Agustus 2012 Unidjaja Fabiola Desy 8 November 2003 Megawati awards posthumously Hero title to Gorontalo figure The Jakarta Post dalam bahasa Inggris Diarsipkan dari versi asli tanggal 16 April 2014 Diakses tanggal 6 Agustus 2012 Tanpa judul Nasional 26 September 1960 hlm 3 Pranala luar Sunting nbsp Wikimedia Commons memiliki media mengenai D Djajakusuma D Djajakusuma di IMDb dalam bahasa Inggris Diperoleh dari https id wikipedia org w index php title Djadoeg Djajakoesoema amp oldid 24079733