www.wikidata.id-id.nina.az
Ini adalah nama Maluku Ambon marganya adalah Putuhena Ir Martinus Putuhena 27 Mei 1901 20 September 1982 adalah salah satu mantan Menteri Pekerjaan Umum Indonesia pada kabinet yang diperintah oleh Presiden Soekarno Martinus PutuhenaMenteri Pekerjaan Umum Indonesia ke 2Masa jabatan 14 November 1945 26 Oktober 1947PresidenSoekarnoPendahuluAbikoesno TjokrosoejosoPenggantiMohammad EnochPerdana Menteri Negara Indonesia Timur ke 6Masa jabatan 10 Mei 1950 17 Agustus 1950PresidenSoekarnoPendahuluD P DiapariPenggantiTidak ada jabatan dihapuskanInformasi pribadiLahir 1901 05 27 27 Mei 1901Saparua Maluku Hindia BelandaMeninggal20 September 1982 1982 09 20 umur 81 Jakarta IndonesiaKebangsaanIndonesiaPartai politik ParkindoSuami istriMaria Helena van den Berg 1928 1956 Leentje Hendrika Betsy Wattimena 1960 1982 AnakMaria Albertina Tineke Carolina Barbalina Corry Antoinette Julia Tony Alma materTechnische Hooge School Daftar isi 1 Masa pendidikan 2 Keluarga 3 Karier 3 1 Masa penjajahan Belanda dan Jepang 3 2 Masa revolusi nasional Indonesia 3 3 Masa Republik Indonesia Serikat 3 4 Membujuk Negara Indonesia Timur Bergabung dengan Republik Indonesia 3 5 Pasca 17 Agustus 1950 4 Penghargaan 5 Wafat 6 Galeri 7 Pranala luarMasa pendidikan SuntingDi kampungnya di Ihamahu tidak terdapat Sekolah Belanda Sekolah yang terdekat jaraknya 5 kilometer dari kampungnya Awalnya Martinus yang akrab disapa dengan nama Inong tidak disekolahkan di sana karena sebagai anak sulung dari keluarga nelayan ia harus membantu ayahnya di laut Namun atas desakan kedua pamannya adik adik ayahnya ia dimasukkan di Saparoeasche School setingkat Sekolah Dasar Saparua dan lulus pada tahun 1916 Mengikuti firasat kedua pamannya menegaskan Inong Martinus harus sekolah di Saparua Ia jangan tinggal di kampung ia harus maju Akan tetapi pada saat itu mereka sama sekali tidak menduga kelak anak ini akan menjadi seorang tokoh nasional Selama bersekolah ia dititipkan di rumah kedua bibinya di Tiouw tidak jauh dari sekolahnya di Saparua Sepulangnya dari sekolah ia diberi tugas untuk mencari kayu di hutan Ia juga harus mengambil air dari sumur umum perigi negeri untuk keperluan sehari hari seperti minum masak mencuci dan mandi Martinus tidak mengalami kesulitan selama bersekolah Pada tahun ketujuh ia lulus dan memperoleh diploma Het Klein Ambtenaar Examen Pegawai Rendah dengan catatan Zeer goed sangat baik Pada waktu itu ada dua pilihan pertama melanjutkan sekolah ke Kweekschool Opleideng School voor Onderwijzers atau Sekolah Guru atau pilihan kedua ke MULO Meer Uitgebreid Lager Onderwijs setingkat Sekolah Menengah Pertama Keduanya sama sama tersedia beasiswa Martinus pada waktu itu memilih untuk melanjutkan sekolah ke MULO di Tondano Minahasa dan tamat pada tahun 1919 Selama menempuh pendidikan MULO di Tondano ia tinggal di asrama Pada tahun ketiga ia lulus dengan pujian dan mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan pendidikan ke AMS Algemeene Middelbare School afdeling B IPA di Yogyakarta dan lulus pada tahun 1923 AMS B di Yogyakarta dianggap setingkat dengan kelas kelas terakhir di Hoogere Burgerschool sekolah menengah untuk orang Belanda dan elite pribumi Pada awalnya di Yogyakarta ia tinggal di rumah keponakan ayahnya yang bersuami orang Belanda Namun ia tidak merasa betah dan memutuskan pindah ke pondokan lain Lulus AMS sedianya ia ingin melanjutkan pendidikan ke Belanda untuk mengambil jurusan kedokteran Ia mencoba untuk meminta beasiswa ke Ambonsch Studie Fonds ASF tetapi dijelaskan bahwa pada saat itu tidak ada beasiswa untuk membiayai pendidikan di Belanda ASF mengatakan kalau ia mau masuk THS Technische Hooge School di Bandung Pendahulu ITB ASF bersedia membantu Martinus Putuhena sangat kecewa tetapi akhirnya ia memutuskan untuk melanjutkan pendidikan ke THS di Bandung dan lulus pada tahun 1927 dan menyandang gelar Insinyur Sipil dengan masa studi tepat empat tahun Hal ini membuatnya menjadi putera Maluku pertama yang menjadi alumnus THS sekarang ITB Bandung Ia sempat ditanya jikalau ingin menjadi dokter mengapa tidak masuk sekolah kedokteran NIAS Nederlands Indische Artsen School di Surabaya atau STOVIA School tot Opleiding van Indische Artsen di Batavia Ia menjawab Kalau masuk NIAS atau STOVIA buat apa ia berlelah lelah menyelesaikan AMS Kan dari MULO saja bisa masuk ke sana Ternyata keputusannya untuk melanjutkan pendidikan ke THS itu sangat tepat karena di situlah ia berkenalan dengan Soekarno yang masuk ke THS satu tahun lebih dulu Beberapa kali Martinus Putuhena diajak ke rumahnya dan diperkenalkan dengan Ibu Inggit Garnasih istrinya Martinus Putuhena mengisahkan kalau ia dan kawan kawannya lagi tidak mempunyai uang Soekarno selalu siap membantu Soekarno lalu membuat tulisan dan dijual hasilnya dibagi bagikan kepada kawan kawannya Martinus Putuhena juga bergabung dalam Algemeene Study Club yang dibentuk oleh Soekarno dan kawan kawan Akan tetapi karena pada masa itu ia tidak begitu menyukai politik praktis maka pada saat rapat berlangsung ia kerap diminta Soekarno berjaga di pekarangan untuk mengawasi kalau ada orang orang yang bertugas sebagai intel Belanda mendekati tempat tersebut Apabila ada orang orang yang dianggap mencurigakan ia segera memberi tahu dengan kode kode tertentu Pada waktu itu ada ancaman dari PID Politieke Inlichtingen Dienst dinas rahasia pemerintah jajahan yang berusaha mencari cari apakah ada unsur unsur dalam masyarakat yang dapat membahayakan pemerintah Banyak di antara anggota PID adalah orang orang Indonesia juga Mereka sering menyelinap dalam pertemuan pertemuan untuk menguping Selama kuliah di Bandung Martinus Putuhena juga turut terlibat dalam pembangunan Gedung Sate yang pada masa Hindia Belanda dulu bernama Gouvernements Bedrijven Perusahaan Pemerintah Itu sebabnya terdapat nuansa Indonesia pada bangunan Gedung Sate yang dirancang oleh arsitek arsitek Belanda Nico van Horn arsiparis dari lembaga independen tentang kearsipan Negara Hindia Belanda pada 12 Februari 2016 mengatakan banyak sekali informasi terkait Gedung Sate di Bandung yang bisa didapatkan di Belanda termasuk keterlibatan Martinus Putuhena sebagai mahasiswa Indonesia dalam pembangunan Gedung Sate Keluarga SuntingMartinus Putuhena menikah pada tahun 1928 dengan Maria Helena van den Berg perempuan Indonesia kelahiran Solo Sejak menikah kepribadian Martinus Putuhena mengalami sedikit perubahan yang awalnya pendiam menjadi ceria dan mudah bergaul Istrinya periang ramah dan supel Mereka dengan mudah berbaur dengan kalangan elite saat itu Dari pernikahannya dengan Maria Helena van den Berg 1909 1956 ia dikaruniai tiga putri yakni Maria Albertina Tineke Carolina Barbalina Corry dan Antoinette Julia Tony Tineke 1930 2019 menikah dengan C P F Luhulima dan mempunyai 5 anak June Jimmy Daisy Nancy dan Jacky bercerai serta menikah lagi dengan Jopie Matulessy Corry 1933 2013 menikah dengan Sukendro Wardojo dan mempunyai 3 anak Danny Retti dan Vita serta Tony 1936 1993 menikah dengan Hien Djie dan mempunyai 3 anak Steve Ellen dan Duane Istri pertamanya Maria Helena van den Berg wafat pada 2 November 1956 dan dikebumikan di pemakaman St Petrus Banden Kerkhoflaan Den Haag Kemudian pada tahun 1960 Martinus menikah dengan Leentje Hendrika Betsy Wattimena janda dengan 5 anak dari almarhum M A Tetelepta Karier SuntingMasa penjajahan Belanda dan Jepang Sunting nbsp Perangko Martinus Putuhena muda keluaran tahun 2003Setelah lulus dari THS pada 4 Mei 1927 Martinus Putuhena kemudian memulai kariernya dengan bekerja sebagai pegawai Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Departement van Verkeer en Waterstaat Tugas pertamanya adalah mengawasi pembangunan gedung Kantor Pos Besar di Bandung Ia bertugas di Bandung selama lima tahun Dengan demikian hubungannya dengan Soekarno tetap terjaga Sesekali Martinus Putuhena tampak hadir sebagai tamu di rumah Soekarno Pada tahun 1933 Martinus Putuhena dipindahkan lagi ke Batavia Jakarta kemudian dipindahkan lagi ke Purwakarta dan Cirebon Menjelang kedatangan Jepang Martinus Putuhena dipindahkan ke Mataram Lombok Ketika Jepang menaklukkan Belanda pada tahun 1942 Martinus Putuhena termasuk orang yang beruntung karena ia tidak dimasukkan ke dalam golongan yang diperlakukan sama seperti orang Belanda gelijkgesteld sehingga ia tetap dapat menjalankan tugasnya sebagai Kepala Jawatan Pekerjaan Umum dan Tenaga di wilayah Lombok Namun segala fasilitas yang dimiliki tidak lagi diberikan Rumah dinasnya yang besar diambil alih oleh tentara Jepang sehingga ia mencari rumah baru di pinggiran kota Martinus Putuhena tidak pernah ditahan oleh Jepang Ia hanya pernah beberapa kali dipanggil dan diinterogasi tetapi kemudian disuruh pulang Pada suatu hari ia dipanggil Kempetai tetapi ia tidak datang menghadap Karena tidak datang keesokan harinya ia dijemput oleh beberapa personel Kempetai Ia dibawa ke lapangan besar di depan kantor pemerintahan di Mataram Dengan tangan terikat di belakang ia dihukum berdiri di bawah terik matahari di tengah tengah lapangan dan ditonton orang banyak Cukup lama ia dijemur di sana Kemudian seorang perwira Jepang dengan katana pedang yang digunakan para Samurai datang mendekat Martinus Putuhena mendengar bahwa ia akan dihukum pancung Lalu seorang algojo mendekat dengan membawa katana dan ia diminta menunduk Pada saat itu ia hanya bisa pasrah dan menyerahkan semuanya kepada Tuhan Tiba tiba ia merasa udara sejuk melewati lehernya dengan cepat lalu menghilang dan ia mendengar algojo itu berkata Jiwa pribumi telah lepas dari diri tuan jiwa Nippon sudah masuk menggantikannya Ternyata ia hanya digertak agar lebih jatuh pada Jepang Pada Januari 1945 Martinus Putuhena dipindah ke Jakarta Ia dipekerjakan sebagai pegawai tinggi pada Jawatan Perkebunan suatu bidang yang jauh dari tugas dan keahliannya Di Jakarta ia kembali berhubungan dengan Soekarno dan bertemu dengan Sutan Sjahrir di kelompok pergaulan elite Menteng Masa revolusi nasional Indonesia Sunting Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945 Martinus Putuhena pun terjun ke dunia politik Ia bergabung dengan Partai Kristen Indonesia Kehadiran Martinus Putuhena sebagai Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga pada Kabinet Sjahrir I II dan III sekaligus mewakili Partai Kristen Indonesia Dan dengan menjadi anggota Kabinet Sjahrir hubungan dengan menteri menteri lain juga terjalin dengan baik termasuk dengan Sri Sultan Hamengkubuwana IX yang menjadi Menteri Negara pada Kabinet Sjahrir III Hubungan antara Martinus Putuhena dengan Sri Sultan Hamengkubuwana IX tidak berhenti sampai di sana Antara Juli 1947 hingga Desember 1948 Martinus Putuhena menjabat sebagai Kepala Bagian Gedung gedung Kementerian Pekerjaan Umum Salah satu program dari Bagian Gedung gedung adalah penyusunan rencana pembangunan Kota Yogyakarta Salah satu bagian dari rencana itu adalah pembangunan kampus Universitas Gadjah Mada yang terletak di Bulaksumur Tanah yang luas ini disumbangkan oleh Sri Sultan Hamengkubuwana IX Pembangunan fisiknya memang belum bisa dilakukan pada saat itu karena biayanya sangat besar Akan tetapi perencanaannya sudah diletakkan pada masa itu Martinus Putuhena juga bukanlah orang baru bagi Negara Indonesia Timur Ia hadir sebagai peserta dalam Konferensi Inter Indonesia I di Yogyakarta pada 19 22 Juli 1949 dan Konferensi Inter Indonesia II di Jakarta pada 30 Juli 2 Agustus 1949 mewakili Partai Kristen Indonesia Selain itu pada 25 Desember 1949 ia diangkat menjadi Ketua Komisi Militer Urusan Teritorial Negara Indonesia Timur dengan anggota Letnan Kolonel Mokoginta dan Mayor Nanlohy Tidak seperti di negara bagian daerah otonom lain di mana militer Republik Indonesia Serikat diwakili oleh Gubernur Militer di Negara Indonesia Timur militer diwakili oleh Ketua Panitia Militer Urusan Teritorial Masa Republik Indonesia Serikat Sunting Christiaan R S Soumokil Wakil Perdana Militer Negara Indonesia Timur pada Kabinet J E Tatengkeng 27 Desember 1949 14 Maret 1950 menolak militer Republik Indonesia Serikat diwakili oleh Gubernur Militer Lewat perundingan di Makassar antara Sri Sultan Hamengkubuwana IX Kolonel Abdul Haris Nasution Presiden NIT Soekawati dan Wakil Perdana Menteri NIT Soumokil disepakati Penjagaan keamanan tetap menjadi tugas Negara Indonesia Timur Di Negara Indonesia Timur tidak ditempatkan seorang Gubernur Militer Kalau keadaan di Negara Indonesia Timur tidak bisa ditangani pemerintah diizinkan untuk mencari bantuan dari tentara Republik Indonesia Serikat Berhubung di Negara Indonesia Timur belum ada tentara Republik Indonesia Serikat soal keamanan dan ketertiban dibebankan pada suatu komisi yang terdiri atas Ir M Putuhena sebagai Ketua Letnan Kolonel Mokoginta sebagai anggota dan Mayor Nanlohy sebagai anggota Penempatan Ir Martinus Putuhena sebagai Ketua Komisi Militer Negara Indonesia Timur itu diputuskan melalui Surat Perintah Koordinator Keamanan No 02 KK 1949 yang dikeluarkan pada 25 Desember 1949 dan ditandatangani oleh Koordinator Keamanan Sri Sultan Hamengkubuwana IX Komisi militer tiba di Makassar pada 27 Desember 1949 Kebetulan pada hari itu di Belanda dan di Jakarta dilangsungkan serah terima kekuasaan dari Belanda kepada Pemerintah Republik Indonesia Serikat Jabatan Ketua Komisi Militer Negara Indonesia Timur dipegang Martinus Putuhena hingga awal Februari 1950 ketka Kementerian Pertahanan Republik Indonesia Serikat mengangkat Letnan Kolonel Mokoginta sebagai Komandan Teritorium dan Tentara Sulawesi Maluku dan Sunda Kecil Nusa Tenggara Pada 11 Februari 1950 Martinus Putuhena diangkat menjadi penasehat Komandan Teritorium dan Tentara Sulawesi Maluku dan Sunda Kecil Jabatan itu hanya dipegangnya selama beberapa pekan sebelum ia kembali ke Jakarta Surat penunjukkan Ir Martinus Putuhena sebagai penasehat Komandan Teritorium dan Tentara Sulawesi Maluku dan Sunda Kecil dilaksanakan melalui Surat Keputusan Menteri Pertahanan No 64 MP 50 yang ditandatangani oleh Menteri Pertahanan Letjen Sri Sultan Hamengkubuwana IX pada 11 Februari 1950 Condongnya tokoh tokoh Negara Indonesia Timur ke Republik Indonesia membuat beberapa tokoh Maluku gerah Oleh karena itu tidak seperti di negara bagian daerah otonom lain sebagian elite di Negara Indonesia Timur mempunyai kecurigaan tersendiri terhadap Republik Indonesia khususnya TNI Mereka mencurigai TNI yang didominasi oleh orang orang Jawa berniat untuk mendominasi di Negara Indonesia Timur Itu sebabnya mantan Wakil Perdana Menteri dan Jaksa Agung Negara Indonesia Timur Soumokil dan rekan rekannya secara diam diam pergi meninggalkan Makassar menuju Ambon dan mendirikan Republik Maluku Selatan Langkah yang dilakukan oleh Soumokil dan rekan rekannya mendapatkan dukungan dari eks anggota KNIL di Maluku yang enggan bergabung dengan APRIS yang berintikan TNI Pada 25 April 1950 berdirilah Republik Maluku Selatan yang wilayahnya mencakup Seram Ambon dan Buru Untuk mengatasi pemberontakan itu Kementerian Pertahanan Republik Indonesia Serikat menetapkan beberapa langkah Pertama melakukan perundingan Kedua apabila perundingan itu tidak berhasil maka akan dilakukan blokade atas Pulau Ambon tempat konsentrasi pasukan KNIL Blokade itu dimaksudkan untuk memaksa diadakannya perundingan Ketiga jika blokade itu tidak berhasil maka akan dilakukan pendaratan Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat Republik Indonesia Serikat kemudian mengirimkan delegasi untuk mengadakan perundingan dengan pemberontak yang menamakan diri Republik Maluku Selatan Delegasi Republik Indonesia Serikat itu dipimpin oleh Menteri Kesehatan RIS Johannes Leimena Johannes Leimena mengajak beberapa tokoh putra daerah asal Ambon untuk turut bergabung yakni Direktur Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum Martinus Putuhena dan Ketua Senat Republik Indonesia Serikat A M Pellaupessy Sewaktu delegasi singgah di Surabaya ikut bergabung pula dr Gustaf Rehatta tokoh Jong Ambon Ketika delegasi singgah di Makassar sebelum meneruskan perjalanan ke Ambon kesempatan ini kemudian dimanfaatkan Pupella untuk bertemu dengan Martinus Putuhena yang dicalonkannya menggantikan Perdana Menteri NIT Diapari Pencalonan sebagai Perdana Menteri NIT menjadikan Martinus Putuhena harus tinggal di Makassar untuk menyiapkan pembentukan kabinet baru Setelah melakukan surat menyurat dengan Menteri Pertahanan RIS Sri Sultan Hamengkubuwana IX dan Presiden RIS Soekarno Johannes Leimena menyetujui Martinus Putuhena menjadi Perdana Menteri ke 6 NIT Tugas Perdana Menteri NIT Martinus Putuhena dan kabinet yang dibentuknya sangat jelas yakni menggabungkan NIT dengan Republik Indonesia itu bukanlah hal yang mudah karena Martinus Putuhena dan anggota kabinetnya yang pro Republik Indonesia harus membina kerja sama erat dengan Parlemen NIT serta menggalang hubungan baik dengan para Raja dan tokoh di wilayah NIT Semua itu sejalan dengan apa yang digariskan Konferensi Segi Tiga yang dibuka di Jakarta oleh Perdana Menteri RIS Mohammad Hatta 9 April 1950 Dari Republik Indonesia Serikat hadir Menteri Dalam Negeri Ida Anak Agung Gde Agung dan Menteri Kesehatan Johannes Leimena dari Republik Indonesia Yogyakarta hadir Wakil Perdana Menteri Abdul Hakim Harahap dan Menteri Pekerjaan Umum dan Perhubungan Mananti Sitompoel serta dari NIT hadir dr W J Ratulangi Kapten Julius Tahija dr S Binol Burhanuddin dr Teng Tjing Leng dan Sahetapy Engel Keesokan harinya 10 April 1950 Konferensi Segi Tiga itu menghasilkan tiga kesepakatan Persoalan ketatanegaraan Negara Indonesia Timur harus diselesaikan berdasarkan semangat persatuan bangsa Republik Indonesia tidak mempunyai niat untuk meleburkan suatu pemerintah daerah negara bagian tanpa persetujuan rakyat daerah itu Persoalan Negara Indonesia Timur akan ditentukan rakyatnya secara demokratis Sementara itu delegasi yang dipimpin oleh Johannes Leimena yang berunding dengan Republik Maluku Selatan melanjutkan perjalanan ke Ambon tanpa Martinus Putuhena yang menetap di Makassar Pada 30 April 1950 mereka tiba di Teluk Ambon dengan kapal perang korvet Hang Tuah Di sana mereka hanya bertemu dengan syahbandar Ambon yang ditugaskan pemberontak untuk menyerahkan sepucuk surat Isi surat itu adalah Pemerintah Republik Indonesia Serikat sebelum berunding harus lebih dulu mengakui eksistensi Republik Maluku Selatan Oleh karena Johannes Leimena menolak permohonan bertemu untuk mengadakan perundingan pun ditolak Penolakan Republik Maluku Selatan untuk berunding membuat Republik Indonesia Serikat mengerahkan APRIS untuk melakukan blokade terhadap Pulau Ambon Tokoh tokoh putra daerah asal Ambon berupaya untuk melakukan perundingan dengan pimpinan Republik Maluku Selatan agar rakyat Maluku yang tidak bersalah tidak menjadi korban Namun upaya itu tidak memberikan hasil seperti yang diinginkan Pertempuran antara APRIS dan personel militer Republik Maluku Selatan pun tidak dapat dihindari Itu merupakan pertempuran terberat APRIS yang berintikan TNI Hal itu terjadi karena pada awal 1950 kesatuan kesatuan KNIL dari suku Ambon yang jumlahnya sekitar 2 000 orang dipindahkan ke Ambon Mereka ini berasal dari kesatuan kesatuan pasukan khusus baret merah dan baret hijau Republik Maluku Selatan di Ambon berhasil dikalahkan pada bulan November 1950 Pemerintah Republik Maluku Selatan menyingkir ke Pulau Seram dan melanjutkan perang gerilya hingga tahun 1962 Pemimpin Republik Maluku Selatan Soumokil ditangkap TNI pada tahun 1966 dan dijatuhi hukuman mati pada tahun itu juga di Jakarta Membujuk Negara Indonesia Timur Bergabung dengan Republik Indonesia Sunting Martinus Putuhena memulai tugasnya sebagai Perdana Menteri Negara Indonesia Timur pada 10 Mei 1950 Seperti disebutkan di depan tugas Martinus Putuhena sangat jelas yakni membubarkan Negara Indonesia Timur dan menggabungkannya dengan Republik Indonesia Selintas tugas itu terlihat mudah mengingat dorongan untuk membubarkan Negara Indonesia Timur pun semakin besar Namun dalam kenyataannya tugas itu tidak semudah seperti yang diperkirakan Masih cukup banyak orang di Indonesia Timur yang tidak ingin bergabung dengan Republik Indonesia Belum lagi di Makassar masih banyak terdapat tentara KNIL yang mengganggap Republik Indonesia dan TNI sebagai musuh yang harus diperangi terutama karena sentimen anti Jawa Itu sebabnya Martinus Putuhena memilih untuk tidak terburu buru Ia menyesuaikan langkahnya dengan langkah langkah yang diambil di Jakarta Sejak Maret 1950 di Jakarta mulai dilakukan persiapan untuk membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan menyusun Undang Undang Dasar Sementara Kabinet Republik Indonesia Serikat sangat aktif mengupayakan terwujudnya hal itu Pada saat yang sama negara bagian daerah otonom yang lain pun mulau menunjukkan keinginan untuk bergabung dengan Negara Republik Indonesia Konstitusi Republik Indonesia Serikat 1950 melalui pasal 43 dan pasal 44 memungkinkan hal itu dilakukan Pada intinya kedua pasal itu menetapkan keinginan suatu negara bagian daerah otonom untuk menggabungkan diri dengan negara daerah lain asalkan didasarkan atas keinginan rakyat di negara bagian daerah otonom yang bersangkutan dan dinyatakan secara merdeka tanpa tekanan menurut jalan demokrasi serta diatur oleh Undang Undang Federal Indonesia Dalam kaitan itulah pada 8 Maret 1950 Pemerintahan Republik Indonesia Serikat dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dan Senat Republik Indonesia Serikat mengeluarkan Undang Undang Darurat Nomor 11 Tahun 1950 tentang Tata Cara Perubahan Susunan Kenegaraan Republik Indonesia Serikat Dengan adanya undang undang itu satu per satu negara bagian daerah otonom yang ada bergabung dengan Negara Republik Indonesia kecuali Negara Indonesia Timur dan Negara Sumatera Timur Dengan demikian Republik Indonesia Serikat praktis hanya terdiri dari Negara Republik Indonesia Negara Indonesia Timur dan Negara Sumatra Timur Baru pada 9 April 1950 di Jakarta diselenggarakan Konferensi Segi Tiga antara Republik Indonesia Serikat Negara Republik Indonesia dan Negara Indonesia Timur yang menghasilkan tiga kesepakatan seperti yang tertulis di depan Mohammad Hatta tidak berhenti di sana Sebagai Perdana Menteri Republik Indonesia Serikat pada 19 Mei 1950 ia mengadakan pertemuan dengan Soekawati dari Negara Indonesia Timur dan Mansur dari Negara Sumatra Timur Dari pertemuan itu dihasilkan piagam kesepakatan yang intinya berisi Kesediaan bersama untuk membentuk negara kesatuan sebagai penjelmaan dari Negara Republik Indonesia Serikat yang berdasarkan pada Proklamasi 17 Agustus 1945 Penyempurnaan Konstitusi Republik Indonesia Serikat dengan memasukkan bagian penting dari Undang Undang Dasar Republik Indonesia 1945 Untuk ini diserahkan kepada panitia bersama untuk menyusun Rancangan Undang Undang Negara Kesatuan Jika diperhatikan piagam kesepakatan yang pertama menyebutkan negara kesatuan sebagai penjelmaan dari Negara Republik Indonesia Serikat yang berdasarkan pada Proklamasi 17 Agustus 1945 Sengaja digunakan kata Republik Indonesia Serikat dan bukan Republik Indonesia Itu untuk mengakomoasi permintaan dari Parlemen Negara Sumatra Timur yang menginginkan proses pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak melalui penggabungan dengan Republik Indonesia melainkan penggabungan dengan Republik Indonesia Serikat Secara politik kata kata itu sangat penting Oleh karena dengan bergabung dengan Republik Indonesia Serikat maka Negara Sumatra Timur dengan Republik Indonesia berada dalam posisi yang setara sedangkan jika disebutkan bergabung dengan Republik Indonesia yang berdasarkan pada Proklamasi 17 Agustus 1945 maka seakan akan posisi Republik Indonesia lebih tinggi Di Negara Indonesia Timur di satu sisi Martinus Putuhena membujuk pihak pihak yang sudah tidak sabar lagi ingin segera membubarkan Negara Indonesia Timur untuk menahan diri agar tidak muncul komplikasi yang tidak perlu Di sisi lain ia juga harus melakukan perjalanan dinas ke berbagai wilayah di Negara Indonesia Timur guna bertemu dengan para Raja untuk menjelaskan tentang proses pembubaran Negara Indonesia Timur Tugas Martinus Putuhena sebagai Perdana Menteri Negara Indonesia Timur itu diperberat oleh situasi keamanan di Makassar yang belum sepenuhnya terkendali mengingat sesekali masih terjadi aksi tembak menembak antara kelompok bersenjata pro Republik Indonesia dan tentara KNIL Namun pembawaan Martinus Putuhena yang tenang dan sikapnya yang sabar sangat membantu menjaga proses bergabungnya Negara Indonesia Timur dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia berjalan dengan mulus Dengan diselesaikannya penyusunan Undang Undang Dasar Sementara pada 25 Juli 1950 bisa dikatakan pembubaran Negara Indonesia Timur hanya tinggal menunggu waktu saja Oleh karena Rancangan Undang Undang Dasar Sementara Nomor 7 Tahun 1950 itu pada intinya mengesahkan perubahan dari Republik Indonesia Serikat menjadi Republik Indonesia dan menegaskan bahwa Negara Republik Indonesia mencakup seluruh daerah Indonesia atau mencakup semua wilayah Hindia Belanda minus Papua Pada prinsipnya memasuki Agustus 1950 bisa dikatakan Negara Indonesia Timur sudah siap bergabung dengan Negara Republik Indonesia Dalam kaitan itulah pada 1 Agustus 1950 Kabinet Putuhena diubah menjadi Panitia Penyelenggara Tatanegara Putuhena pun kemudian berangkat ke Jakarta untuk bertemu dengan Menteri Dalam Negeri RIS Anak Agung Gde Agung Pada 5 Agustus 1950 pada saat Martinus Putuhena berada di Jakarta di Makassar terjadi bentrokan senjata yang cukup besar antara pasukan KNIL dengan kelompok bersenjata pro Republik Indonesia Sesungguhnya KNIL secara resmi sudah dibubarkan pada 26 Juli 1950 dan bagi anggota KNIL yang belum bergabung dengan APRIS atau belum pensiun akan mendapat status Koninklijke Leger atau tentara Belanda dan akan diberangkatkan ke Belanda Oleh karena bentrokan itu terus berlanjut Kolonel A E Kawilarang kemudian berangkat ke Jakarta untuk menemui pimpinan tentara Belanda Mayor Jenderal J Scheffelaar Bersama Mayor Jenderal Scheffelaar pada 7 Agustus 1950 ia kembali ke Makassar Oleh karena tidak dapat memasuki Kota Makassar keduanya berunding di Maros 35 kilometer dari Makassar Bentrokan itu dapat diatasi setelah Mayor Jenderal Scheffelaar mengancam anggota KNIL yang tidak kembali ke markas akan kehilangan statusnya sebagai tentara Belanda Saat Martinus Putuhena tiba kembali di Makassar bentrokan itu sudah berakhir Dengan demikian ia dapat dengan leluasa melanjutkan tugas pembubaran Negara Indonesia Timur yang dibebankan kepadanya termasuk mempersiapkan pemerintahan provinsi Pada 12 Agustus 1950 KNIP Republik Indonesia menyetujui Rancangan Undang Undang Dasar Sementara Nomor 7 Tahun 1950 menjadi Undang Undang Dasar Sementara Nomor 7 Tahun 1950 Dua hari kemudian 14 Agustus 1950 Undang Undang Dasar Sementara Nomor 7 Tahun 1950 itu diajukan dan disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Senat Republik Indonesia Serikat Keesokan harinya 15 Agustus 1950 diadakan rapat gabungan Dewan Perwakilan Rakyat dan Senat Republik Indonesia Serikat Dalam rapat gabungan itu Presiden RIS Soekarno membacakan Piagam Persetujuan terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang secara resmi mulai berlaku pada 17 Agustus 1950 Pada 15 Agustus 1950 itu pula Soekarno berangkat ke Yogyakarta untuk menerima kembali jabatan Presiden Republik Indonesia dari Penjabat Presiden Republik Indonesia Assaat Datuk Mudo Pada 17 Agustus 1950 secara resmi Republik Indonesia Serikat berakhir dan digantikan oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia Pada hari itu juga untuk pertama kalinya cita cita yang diperjuangkan sejak Proklamasi 17 Agustus 1945 yakni Negara Kesatuan Republik Indonesia yang wilayahnya mencakup seluruh wilayah bekas Hindia Belanda akhirnya terwujud Tepat 5 tahun setelah kemerdekaan Indonesia diproklamasikan Pasca 17 Agustus 1950 Sunting Setelah tidak lagi menjabat sebagai Perdana Menteri ke 6 Negara Indonesia Timur Martinus Putuhena kembali ke Jakarta dan ditunjuk menjadi Sekretaris Jenderal Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga hingga pensiun pada tahun 1956 Ia diberi tugas untuk menangani proyek pengembangan permukiman baru di Jakarta di wilayah Kebayoran Baru yang sebelumnya merupakan proyek milik Pemerintah Hindia Belanda NICA Proyek ini dikerjakan oleh perusahaan Belanda bernama Centrale Stichting Wederopbouw atau biasa dikenal dengan singkatannya CSW yang didirikan tahun 1948 Pada awalnya wilayah Kebayoran Baru dibagi ke dalam blok blok mulai dari Blok A hingga Blok S tetapi kini tinggal beberapa Blok yang masih digunakan antara lain Blok A Blok B Blok M yang paling populer lalu Blok P dan Blok S Ia juga dilibatkan dalam proyek penyediaan air bersih di Jakarta termasuk pembangunan bendungan besar di Jatiluhur Suatu wilayah baru yang juga dibuka di bawah pimpinan Martinus Putuhena yakni kampus Universitas Indonesia di Rawamangun Ketika itu Universitas Indonesia mengalami kekurangan ruang kuliah bagi beberapa fakultas Untuk mengawasi pembangunan kampus Universitas Indonesia di Rawamangun maka dibentuklah panitia yang terdiri dari Ir Martinus Putuhena mewakili Kementerian Pekerjaan Umum dan Tenaga Prof Ir Roosseno dari Fakultas Teknik Universitas Indonesia waktu itu di Bandung sekarang ITB sebagai unsur yang mewakili Universitas Indonesia dan Mr R Sugiarto mewakili Kementerian Keuangan Pada tahun 1956 itu pula Martinus Putuhena ditugaskan ke Belanda untuk melaksanakan pengambilalihan Perusahaan Tambang Timah Billiton NV Gemeenschappelijk Mijnbouw Maatschappij Billiton Pada saat itu Martinus Putuhena menginjak usianya yang ke 55 batas usia pensiun bagi pegawai negeri tetapi ternyata pemerintah masih membutuhkan tenaganya Presiden Soekarno meminta dia menangani Perusahaan Tambang Timah Billiton Perusahaan ini pada mulanya dibangun pada masa Hindia Belanda untuk memproduksi timah di Bangka Belitung Perusahaan patungan ini mendapatkan konsesi produksi timah sampai tahun 1958 Hal itu telah ditetapkan dalam undang undang Menjelang akhir masa konsesi itu perlu dirundingkan kembali bagaimana kelanjutannya Tugas itu kemudian diserahkan kepada Martinus Putuhena yang dikenal jujur dan lurus Pada tahun 1949 perusahaan patungan ini telah mengalami perubahan besar dalam struktur sahamnya Saham milik Pemerintah Hindia Belanda sebesar 50 persen sejak pengakuan kedaulatan pada 27 Desember 1949 diputuskan akan dialihkan kepada Pemerintah Indonesia saat konsesinya berakhir pada tahun 1958 Sisanya 50 persen adalah milik swasta Belanda Pusat administrasinya ketika itu berada di Belanda Dalam susunan direksinya terdapat unsur unsur dari kedua belah pihak Dengan surat keputusan No 2293 M tertanggal 2 Maret 1956 Martinus Putuhena diangkat oleh pemerintah menjadi vertegenwoordiger perwakilan dalam Raand van Beheer Dewan Direktur dan sekaligus menjadi ketuanya Untuk menduduki jabatan sebagai Ketua Dewan Direktur NV Billiton itu ia diperintahkan berangkat ke Belanda Ia menjalankan tugasnya di Belanda hingga Raand van Beheer dihapuskan pada 28 Februari 1958 saat konsesi perusahaan itu habis Namun Martinus Putuhena tetap diminta untuk meneruskan perundingan perundingan untuk membeli modal swasta Belanda yang sahamnya 50 persen itu dan mengalihkannya kepada Pemerintah Indonesia Hasilnya adalah terbentuklah PT Tambang Timah Sebagai pernyataan terima kasih pemerintah meminta PT Tambang Timah memberikan emolument honor tambahan bulanan kepada Martinus Putuhena pada tahun 1976 Pada tahun 1960 ia kembali ke Jakarta dan menjadi konsultan penasehat teknis swasta Penghargaan Sunting nbsp Martinus Putuhena saat dianugerahkan Bintang Mahaputera UtamaPada 13 Agustus 1976 Martinus Putuhena mendapatkan Bintang Mahaputera Utama Penyematan Bintang Mahaputera Utama itu dilakukan dalam rangkaian acara resmi peringatan Hari Ulang Tahun ke 31 Proklamasi Kemerdekaan Indonesia Martinus Putuhena diakui telah memberikan sumbangan yang sangat besar tidak hanya dalam rangka peningkatan kesejahteraan rakyat tapi juga menunjang mengangkat nama dan derajat Negara Republik Indonesia di mata internasional Wafat SuntingMartinus Putuhena meninggal dunia di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto Jakarta pada 20 September 1982 dini hari dalam usia 81 tahun karena komplikasi penyakit gula dan tekanan darah tinggi Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata keesokan harinya Menteri Pekerjaan Umum pada saat itu Purnomosidi Hadjisarosa sebagai Inspektur Upacara menyampaikan pidato atas nama negara Almarhum Ir Martinus Putuhena adalah seorang pejuang yang konsekuen sepanjang hayatnya mendarmabhaktikan dirinya pada nusa dan bangsa khususnya di bidang Pekerjaan Umum Sebagai seorang pengabdi bangsa dan negara almarhum turut berpartisipasi secara terus menerus sejak zaman perjuangan sampai masa pembangunan sekarang ini Pengabdian yang luar biasa pada negara dan buah pikirannya yang cemerlang tidak hanya untuk peningkatan kesejahteraan rakyat tetapi juga mengharumkan nama Republik Indonesia di mata dunia Galeri Sunting nbsp Presiden Soeharto menyematkan Bintang Mahaputera Utama untuk Ir Martinus Putuhena di Istana Negara pada 13 Agustus 1976 nbsp Martinus Putuhena yang masih muda bersama Presiden Soekarno Dari kiri ke kanan Ny Fatmawati Soekarno Martinus Putuhena dan istri Maria H Putuhena Presiden Soekarno Dan di depan ketiga putrinya dari kiri ke kanan Tony Corry dan Tineke Pranala luar Sunting Indonesia PAHLAWAN NASIONAL MALUKU Ir MARTINUS PUTUHENA 1901 1982 Indonesia Biodata pada Kepustakaan Presiden RI Diarsipkan 2016 03 04 di Wayback Machine Diperoleh dari https id wikipedia org w index php title Martinus Putuhena amp oldid 23955073