Walur/acung | |
---|---|
Klasifikasi ilmiah | |
Kerajaan: | |
(tanpa takson): | |
(tanpa takson): | |
(tanpa takson): | |
Ordo: | |
Famili: | |
Genus: | |
Spesies: | A. variabilis |
Nama binomial | |
Amorphophallus variabilis Blume, 1837 |
Kembang bangkai, walur atau acung (Amorphophallus variabilis) adalah anggota genus Amorphophallus yang biasa tumbuh agak liar di pekarangan-pekarangan di Jawa atau Sumatra. Tumbuhan ini masih berkerabat dengan suweg dan iles-iles, meskipun pemanfaatannya kalah dibandingkan kedua kerabatnya itu. Umbinya kecil dan gatal di mulut sehingga orang enggan memakannya, kecuali terpaksa. Nama-nama daerahnya, di antaranya, kembang bangké, kembang gaceng (Betawi); acung, ileus, cocoöan oray (Sunda); badul, badur, iles-iles, kembang bangah, cumpleng (Jawa); Cong-Lacong (Madura).
Pengenalan sunting
Herba dengan umbi; bagian vegetatifnya berwarna hijau, cokelat, hingga keunguan atau kehitaman, dengan belang-belang serupa loreng hijau muda, hijau tua, hitam, atau putih; tinggi 0,3-1,5 m. Daun 1-2 helai, bertangkai 10-100 cm; helaian daun 15–100 cm, berbagi-3, tiap bagian terbagi lagi dalam taju memanjang atau lanset, dengan ujung meruncing atau serupa ekor.
Bunganya muncul apabila organ vegetatifnya telah layu, dalam tongkol yang berdiri sendiri. Bertangkai panjang dan langsing, 2–100 cm, acap dengan jerawat kasar; pada pangkalnya dengan beberapa daun pelindung. Seludang bunga berbentuk segitiga memanjang, dengan ujung runcing. Tongkol 6–46 cm × 1–5 cm; bunga-bunga betina duduk mulai dari pangkal, hijau; bunga-bunga jantan kuning, bagiannya panjangnya hingga dua kali bagian betina; bagian yang steril lebih dua kali panjang bagian betina bersama jantan, kerap kali beralur atau gepeng, kuning atau ungu. Puncak tongkol tidak membulat seperti iles-iles, tetapi memanjang (sehingga namanya acung).
Buah buni berjejal-jejal, berwarna merah jingga, berbiji 1-2.
Manfaat sunting
Umbi walur berwarna kuning dan terasa gatal di mulut bila dimakan. Umbi ini dapat menghasilkan umbi anakan yang dapat dipisah. Sampai-sampai, pada musim paceklik tahun 1925, masyarakat Hindia Belanda (sekarang Indonesia) memakannya dengan jalan mengirisnya kecil-kecil, kemudian merebusnya dan memakannya.
Pada masa lalu di wilayah Jogya dan Solo, cumpleng kadang-kadang ditanam orang. Umbinya diparut atau ditumbuk, dan dimasak dalam daun pisang.
Meskipun tidak banyak dimakan, umbi walur juga kaya akan mannan, suatu karbohidrat yang dapat dibuat menjadi konnyaku.
Daun-daun kembang bangké dipakai sebagai makanan ikan gurami di kolam-kolam. Dahulu, di wilayah Jakarta, daun-daun ini, tongkol buahnya, dan tangkai daun dan buah setelah dikikis kulitnya, dimasak sebagai sayuran.
Referensi sunting
- Blume, C.L. 1837. Rumphia, sive commentationes botanicae imprimis de plantis Indiae orientalis... tome I: 146, tab. 35 & 37. [Apr-Jun 1837]. Lugduni Batavorum.
- ^ Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia I: 495-6. Badan Litbang Kehutanan, Departemen Kehutanan. Jakarta. (versi berbahasa Belanda -1922- I:447)
- ^ Steenis, CGGJ van. 1981. Flora, untuk sekolah di Indonesia. PT Pradnya Paramita, Jakarta. Hal. 142-3
Pranala luar sunting
- IAS: Amorphophallus variabilis
- The Plant List: Amorphophallus variabilis