www.wikidata.id-id.nina.az
Dipati Ukur Wangsanata atau Wangsataruna adalah seorang bangsawan penguasa Tatar Ukur pada abad ke 17 Tatar dalam bahasa Sunda berarti tanah atau wilayah 1 2 Sedangkan dipati adipati adalah gelar bupati sebelum zaman kemerdekaan 3 Dipati Ukur adalah Bupati Wedana Priangan yang pernah menyerang VOC di Batavia atas perintah Sultan Agung dari Kesultanan Mataram pada tahun 1628 Serangan itu gagal dan jabatan Dipati Ukur dicopot oleh Mataram Untuk menghindari kejaran pasukan Mataram yang akan menangkapnya Dipati Ukur dan pengikutnya hidup berpindah pindah dan bersembunyi hingga akhirnya ditangkap dan dihukum mati di Mataram Sejarah yang mengisahkan tentang Dipati Ukur bersifat kontroversial Sedikitnya terdapat delapan versi sejarah tentang Dipati Ukur Cerita Dipati Ukur yaitu versi Galuh Sukapura Sumedang Bandung Talaga Batavia Banten dan Mataram 4 Di antara delapan versi naskah Cerita Dipati Ukur yang ada hanya tiga versi bernada positif dalam arti perjuangan Dipati Ukur mendapat dukungan moril dari kerabat pemimpin negeri lainnya dalam rangka menegakkan kedaulatan negeri Sunda yang terancam intervensi penjajahan Mataram maupun Belanda 5 Dari delapan versi itu juga terdapat kesamaan yaitu setelah Dipati Ukur diangkat sebagai bupati wedana ia menyerang Batavia Karena kalah ia memberontak terhadap Mataram Namun karena tidak ada kesepakatan antara Dipati Ukur dengan keempat umbul kepala daerah bawahannya keempat umbul tersebut melaporkan Dipati Ukur kepada Sultan Agung Di tempat persembunyiannya Dipati Ukur tertangkap oleh pasukan Mataram 6 Daftar isi 1 Asal Usul dan Silsilah 2 Menjadi Penguasa Tatar Ukur 3 Menjadi Bupati Wedana Priangan 4 Menyerbu VOC di Batavia 5 Pemberontakan Dipati Ukur 6 Penangkapan Dipati Ukur 6 1 Versi Lain Penangkapan Dipati Ukur 7 Peninggalan Dipati Ukur 8 Catatan 9 Rujukan 10 Pranala luarAsal Usul dan Silsilah SuntingSalah satu versi tentang asal usul Dipati Ukur adalah Ceritera Dipati Ukur versi Bandung yang ditemukan dalam naskah Sunda Mangle Arum ditulis oleh Haji Harun Al Rasyid pada masa pendudukan militer Jepang Dalam naskah tersebut dikisahkan bahwa dahulu kala di wilayah Karesidenan Banyumas terdapat Kerajaan Jambu Karang yang terletak di Purbalingga dengan rajanya yang bernama Sunan Jambu Karang Suatu ketika di Jambu Karang datang seorang bangsawan Arab bernama Syarif Abdurahman al Qadri untuk menyebarkan agama Islam di wilayah itu Banyak rakyat yang memeluk agama Islam tetapi Sunan Jambu Karang tidak merasa senang Mereka sempat berduel sebelum akhirnya Syarif Abdurahman menjadi pemenang dan Sunan Jambu Karang memeluk Islam beserta rakyatnya Sebagai tanda terima kasih Sunan Jambu Karang menikahkan putrinya dengan Syarif Abdurahman yang kemudian berganti nama menjadi Pangeran Atas Angin Nama tersebut diambil dari tanah asalnya Arab yang berada di atas khatulistiwa Sugeng Priyadi Perdikan Cahyana Setelah Sunan Jambu Karang wafat Pangeran Atas Angin menggantikan kedudukan mertuanya sebagai Raja di Kerajaan Jambu Karang Pernikahan antara Pangeran Atas Angin dengan putri Sunan Jambu Karang melahirkan putra bernama Pangeran Cahya Luhur yang nantinya menggantikan ayahnya bertahta di Jambu Karang Putra Cahya Luhur bernama Pangeran Adipati Cahyana tetapi Cahyana tidak sempat menjadi raja karena pada saat itu Jambu Karang ditundukkan oleh Mataram di bawah kepemimpinan Sutawijaya Panembahan Senopati Wangsanata putra Pangeran Adipati Cahyana yang masih kecil oleh Mataram disingkirkan dan dititipkan kepada penguasa Tatar Ukur wilayah Ukur yang bernama Adipati Ukur Agung Menurut naskah Sadjarah Bandung Tatar Ukur adalah wilayah Kerajaan Timbanganten dengan ibu kota Tegalluar 7 terletak di lereng Gunung Malabar dahulu perbatasan antara Banjaran dan Cipeujeuh Kerajaan ini berada di bawah dominasi Kerajaan Pajajaran Di kemudian hari Wangsanata akan menjadi penguasa Timbanganten yang disebut Dipati Adipati Ukur Menjadi Penguasa Tatar Ukur SuntingSetelah Kerajaan Pajajaran runtuh 1579 1580 akibat gerakan pasukan Banten dalam usaha menyebarkan agama Islam di daerah Jawa Barat Tatar Ukur menjadi wilayah kekuasaan Sumedang Larang penerus Kerajaan Pajajaran Kerajaan Sumedang Larang didirikan dan diperintah pertama kali oleh Prabu Geusan Ulun 1580 1608 dengan ibu kota di Kutamaya suatu tempat yang terletak di sebelah barat kota Sumedang sekarang Wilayah kekuasaan kerajaan itu meliputi bekas wilayah kerajaan Pajajaran yaitu seluruh wilayah Jawa Barat kecuali Banten Jayakarta dan Cirebon 8 Setelah dewasa Wangsanata dinikahkan dengan putri Adipati Ukur Agung bernama Nyi Gedeng Ukur Sepeninggal mertuanya Wangsanata menggantikan kedudukan Adipati Ukur Agung sebagai penguasa Tatar Ukur Timbanganten Sejak itulah Wangsanata dikenal dengan nama Dipati Ukur Pada masa pemerintahan Dipati Ukur luas wilayah Ukur mencakup sebagian besar wilayah di Jawa Barat yang terdiri dari sembilan daerah yang disebut Ukur Sasanga 7 antara lain Ukur Bandung wilayah Banjaran dan Cipeujeuh Ukur Pasirpanjang wilayah Majalaya dan Tanjungsari Ukur Biru wilayah Ujungberung Wetan Ukur Kuripan wilayah Ujungberung Kulon Cimahi dan Rajamandala Ukur Curugagung wilayah Cihea Ukur Aranon wilayah Wanayasa Ukur Sagaraherang wilayah Pamanukan dan Ciasem Ukur Nagara Agung wilayah Gandasoli Adiarsa Sumedangan Ukur Batulayang wilayah Kopo Rongga dan Cisondari Saat ini wilayah Ukur Sasanga meliputi Kota dan Kabupaten Bandung Kota Cimahi Kabupaten Subang selatan Kabupaten Sumedang barat dan Kabupaten Karawang selatan Menjadi Bupati Wedana Priangan SuntingKetika Kerajaan Sumedang Larang diperintah oleh Raden Aria Suriadiwangsa atau Prabu Kusumadinata III anak tiri Geusan Ulun dari Ratu Harisbaya Sumedang Larang menyatakan bergabung menjadi daerah Kesultanan Mataram sejak tahun 1620 Sejak itu status Sumedang Larang turun dari kerajaan menjadi kabupaten dengan nama Kabupaten Sumedang Mataram di bawah Sultan Agung 1613 1645 lalu menjadikan Parahyangan sebagai daerah pertahanannya di bagian barat terhadap kemungkinan serangan pasukan Banten atau VOC yang berkedudukan di Batavia karena Mataram di bawah pemerintahan Sultan Agung bermusuhan dengan VOC dan berkonflik dengan Kesultanan Banten Untuk mengawasi daerah Parahyangan Sultan Agung mengangkat Aria Suriadiwangsa menjadi bupati wedana bupati kepala setingkat Gubernur di Parahyangan 1620 1624 dengan gelar Pangeran Rangga Gempol Kusumadinata lebih terkenal dengan sebutan Rangga Gempol I Tahun 1624 Sultan Agung memerintahkan Rangga Gempol I untuk menaklukkan daerah Sampang Madura Oleh karena itu jabatan Bupati Wedana Priangan diwakilkan kepada adik Rangga Gempol I yaitu Pangeran Dipati Rangga Gede Tidak lama setelah Pangeran Dipati Rangga Gede menjabat sebagai bupati wedana Rangga Gempol I dieksekusi oleh Sultan Agung dikarenakan mengucapkan candaan yang dianggap meremehkan Mataram 9 10 Rangga Gede lalu menjadi bupati wedana tetap dimana pada tahun 1627 Sumedang lalu diserang oleh pasukan Banten di bawah Sultan Abu al Mafakhir dan anak sulung Rangga Gempol I yang bernama Kartajiwa Oleh karena sebagian pasukan Sumedang yang berangkat ke Sampang tetap menetap di Mataram Pangeran Dipati Rangga Gede tidak dapat mengatasi serangan tersebut Akibatnya ia menerima sanksi politis dari Sultan Agung Pangeran Dipati Rangga Gede ditahan di Mataram Jabatan bupati wedana Parahyangan lalu diserahkan kepada Dipati Ukur dimana ia berhasil mengusir pasukan Banten yang menyerang daerah Parahyangan 11 12 13 Setelah menggantikan Pangeran Rangga Gede 1627 Dipati Ukur lalu menikah dengan Nyi Ageng Alia atau Nyi Gedeng Ukur sebagai ahli waris Ukur Wilayah yang ada dalam kekuasaan Dipati Ukur meliputi Sumedang Larang Ukur Karawang Pamanukan Ciasem Subang Indramayu Sukapura Tasikmalaya Limbangan dan Timbanganten Garut 14 Menyerbu VOC di Batavia SuntingEkspansi wilayah yang dilakukan oleh Sultan Agung adalah menyerang Banten Akan tetapi untuk menyerang Banten telah terhalang oleh keberadaan VOC di Batavia yang sedang membuat benteng pertahanan Untuk itu Sultan Mataram menghendaki Dipati Ukur yang telah diangkat oleh Sultan Mataram sebagai bupati wedana di Priangan sanggup membantu Sultan Mataram untuk mengusir VOC di Batavia Guna menyerang VOC Sultan Agung melakukan berbagai persiapan disebabkan jalan dan hutan yang harus dilalui belum memadai Tahun 1628 Sultan Agung memerintahkan Dipati Ukur dan Tumenggung Bahurekso Bupati Kendal agar memimpin pasukan untuk menggempur VOC di Batavia Setelah kedua pejabat itu berunding mereka berangkat menuju Batavia Dipati Ukur memakai jalan darat dan Bahurekso melalui laut masing masing membawa 10 000 prajurit Mereka berjanji untuk bertemu di Karawang Pasukan Dipati Ukur terdiri atas 9 umbul yaitu umbul umbul Batulayang Saunggatang Taraju Kahuripan Medangsasigar Malangbong Mananggel Sagaraherang dan Ukur masing masing selaku kepala pasukan di bawah komando Dipati Ukur Pasukan itu berangkat dari Tatar Ukur melewati Cikao terletak di Purwakarta sekarang dan berbelok ke arah utara sampai Karawang nbsp Penyerangan Batavia oleh Pasukan MataramSetelah tujuh malam menantikan Bahurekso di Karawang tetapi tak kunjung datang Dipati Ukur memutuskan untuk segera menyerang Batavia VOC sempat terkejut atas serangan tersebut Semula pasukan Dipati Ukur dapat menandingi perlawanan VOC tetapi karena persenjataan yang tidak seimbang dan kekuatan benteng pertahanan VOC yang kokoh pasukan Dipati Ukur menjadi kacau balau dan dapat dipukul mundur oleh VOC Pada tanggal 21 Oktober 1628 pasukan VOC dibawah komando Letnan Kolonel Jacques de Febvre melakukan serangan besar besaran dari berbagai arah ke markas Dipati Ukur di Batavia Pasukan VOC yang dilengkapi persenjataan modern jauh lebih unggul sehingga pasukan Dipati Ukur terdesak mundur dari Batavia Dipati Ukur bersama sebagian pasukannya memutuskan untuk bersembunyi di Gunung Pongporang yang terletak di Bandung Utara dekat Gunung Bukit Tunggul Sementara itu Bahurekso tiba di Karawang Ia sangat marah karena Dipati Ukur tidak ada di sana Ia segera menyusul ke Batavia dan melangsungkan serangan terhadap VOC Namun Bahurekso mengalami kekalahan dan mundur sampai Karawang Di Karawang Bahurekso mencari tahu keberadaan Dipati Ukur Setelah mendapatkan informasi ia kembali ke Mataram Pemberontakan Dipati Ukur SuntingSelama bersembunyi di Gunung Pongporang Dipati Ukur membangun benteng dan bermusyawarah dengan para pengikutnya Dipati Ukur menyadari bahwa sebagai konsekuensi dari kegagalan penyerangan VOC di Batavia ia akan mendapat hukuman berat dari raja Mataram seperti hukuman yang diterima oleh Pangeran Dipati Rangga Gede atau hukuman yang lebih berat lagi Oleh karena itu Dipati Ukur berniat membangkang terhadap Mataram Dipati Ukur menghendaki mereka tetap bertahan di Gunung Pongporang sambil menyusun rencana penyerangan ke Mataram yang sedang berkonsentrasi menyerang Batavia Namun rencana itu tidak disetujui oleh empat orang umbul pengikut Dipati Ukur yaitu umbul umbul Sukakerta Sindangkasih Cihaurbeti dan Indihiang Galunggung Keempat umbul itu tidak ingin berlama lama di Gunung Pongporang Karena tidak ada kesepakatan keempat umbul itu akhirnya meninggalkan Gunung Pongporang dan melanjutkan perjalanannya ke Mataram Di Mataram Bahurekso melaporkan kekalahannya kepada Sultan Agung termasuk tindakan Dipati Ukur menyerang ke Batavia tanpa menunggu kedatangan pasukan Bahurekso Bahurekso menilai bahwa kekalahan Mataram disebabkan oleh terpecahnya kekuatan pasukan Sultan Agung merasa kecewa mendengar laporan tersebut Kekecewaan itu bertambah ketika keempat umbul pengikut Dipati Ukur telah sampai di Mataram Mereka melaporkan tentang kekalahan pasukan Dipati Ukur terhadap VOC dan memberitahukan lokasi persembunyian Dipati Ukur di Gunung Pongporang Kekalahan Dipati Ukur dan tidak kembalinya Dipati Ukur ke Mataram dianggap oleh Sultan Agung sebagai pemberontakan terhadap penguasa kerajaan Mataram Penangkapan Dipati Ukur SuntingMendengar bahwa Dipati Ukur gagal mengalahkan VOC di Batavia dan bersembunyi bersama pengikutnya Sultan Agung mengutus Bahurekso untuk menangkap Dipati Ukur Keempat umbul yang menentang Dipati Ukur dijadikan sebagai penunjuk jalan Kabar tentang datangnya serbuan bala tentara Mataram yang dipimpin Bahurekso telah sampai kepada Dipati Ukur Berita itu tidak mengagetkannya karena Dipati Ukur sudah menduga bahwa akan diperangi pasukan Mataram Dipati Ukur memanggil para umbul pengikutnya agar mengatur pasukan masing masing untuk menghadapi peperangan Bahurekso mengirimkan utusan kepada Dipati Ukur untuk menanyakan apakah ia akan menyerah atau tidak Dipati Ukur menjawab bahwa ia telah bertekad untuk melawan Terjadilah perang antara pasukan Dipati Ukur melawan pasukan Bahurekso Karena jumlah pasukan Bahurekso lebih banyak pasukan Dipati Ukur terdesak Dipati Ukur dan pengikutnya berhasil meloloskan diri dan bersembunyi di Gunung Lumbung terletak di kawasan Batulayang Cililin Bandung Barat Di sana mereka membangun perkampungan dan tinggal di sana bersama sekitar 1000 orang pengikut beserta keluarganya Di sana mereka bercocok tanam membuka sawah dan tegalan Setahun kemudian Dipati Ukur mendapat serangan lagi dari pasukan Mataram dipimpin oleh Tumenggung Narapaksa dari Mataram Pasukan Dipati Ukur melawan dan berhasil meloloskan diri Berdasarkan catatan Belanda Sekitar 100 000 pasukan dikerahkan untuk meratakan tanah Ukur dan Sumedang Banyak dari penduduk Ukur ini yang mengungsi ke Banten dan Batavia Pasukan Dipati Ukur yang bertahan di Gunung Lumbung berhasil menahan serangan pertama dari pasukan Mataram Pada serangan kedua Tumenggung Narapaksa bertemu dengan seseorang yang menguasai wilayah Gunung Lumbung Selain itu ia dibantu oleh pasukan yang berasal dari tanah Pasundan Di dalam Naskah Leiden Oriental yang ditulis oleh R A Sukamandara disebutkan bahwa Dipati Ukur ditangkap oleh pasukan yang dipimpin Bagus Sutapura Adipati Kawasen sekarang terletak di Kecamatan Banjarsari Kabupaten Ciamis Serangan ini berhasil mematahkan pertahanan Dipati Ukur Dipati Ukur tertangkap di Gunung Lumbung wilayah Batulayang sekitar 3 km sebelah barat alun alun Cililin Kabupaten Bandung Barat pada tahun 1632 15 dan dihukum mati di Mataram Versi Lain Penangkapan Dipati Ukur Sunting Terdapat beberapa versi kisah penangkapan Dipati Ukur antara lain pendapat Karel Frederik Holle yang menyebutkan bahwa Dipati Ukur tertangkap di suatu tempat sekitar 7 km di sebelah barat Jakarta sekarang bernama Cengkareng Penangkapnya adalah tiga umbul dari Priangan Timur yaitu Umbul Sukakerta Ki Wirawangsa Umbul Cihaurbeuti Ki Astamanggala dan Umbul Sindangkasih Ki Somahita Dipati Ukur kemudian dibawa ke Mataram dan oleh Sultan Agung dijatuhi hukuman mati pada tahun 1632 16 Peninggalan Dipati Ukur SuntingPeninggalan Dipati Ukur sebagian besar ditemukan di tempat tempat persembunyiannya selama bergerilya melawan Mataram di Gunung Lumbung dan di Kampung Pabuntelan yang dahulu menjadi ibu kota Tatar Ukur Tempat tempat itu sebagian besar berada di wilayah Kabupaten Bandung Barang barang peninggalan yang ditemukan berupa bekas perkampungan makam senjata piagam patung batu dan lingga Beberapa peninggalan Dipati Ukur ditemukan di Kampung Pabuntelan bekas ibu kota Tatar Ukur yang sekarang berada di Desa Mekarjaya dulu bernama Desa Tenjonagara yaitu di perbatasan antara Desa Cipeujeuh dan Kecamatan Banjaran 20 km arah tenggara Kota Bandung Di sana ditemukan sebuah makam kecil pohon beringin sebidang tanah berbentuk persegi yang berpagar bambu sebuah lingga batu sebuah batu bundar dan beberapa buah pohon paku haji Konon di kampung Pabuntelan ini Dipati Ukur melepaskan pakaiannya kemudian di buntel karena dikejar kejar oleh pasukan Mataram Dari Pabuntelan Dipati Ukur melarikan diri sampai ke Cisanti Gunung Wayang dan Gunung Puntang 17 nbsp Patung batu yang telah rusak di Gunung Lumbung Cililin Bandung BaratPeninggalan Dipati Ukur lain ditemukan di Gunung Lumbung Kecamatan Cililin Di Gunung Lumbung ditemukan sejumlah peninggalan Dipati Ukur yaitu patung yang berserakan lingga dan patung batu yang telah rusak 18 Dalam disertasinya tentang naskah naskah Dipati Ukur Edi Suhardi Ekadjati menyebutkan bahwa catatan tertua tentang Dipati Ukur mungkin adalah yang ditulis oleh Salomon Muller dan Pieter Van Oort yang diterbitkan dalam Jurnal Verhandelingen van het Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen pada tahun 1836 Salomon Muller adalah zoolog dan ahli botani berkebangsaan Jerman anggota Natuurkundige Commissie voor Nederlands Indie Komisi Pendidikan Fisika Hindia Belanda yang bertugas untuk melakukan eksplorasi sumber sumber mineral dan memetakan flora dan fauna di wilayah koloni Hindia Belanda Pada tahun 1833 Muller bersama Pieter Van Oort seorang juru gambar berkebangsaan Belanda mendatangi puncak Gunung Lumbung Di sana mereka mendapatkan cerita dari seorang tua tentang tokoh Dipati Ukur tempat persembunyian dan benteng pertahanan terakhirnya Catatan Muller dan Oort kemudian dimuat oleh NJ Krom dalam buku Laporan Dinas Kepurbakalaan Rapporten van den Oudheidkundigen Dienst in Nederlandsch Indie 1914 yang terbit pada tahun 1915 Hingga kini tidak diketahui dengan pasti di mana Dipati Ukur dimakamkan Namun ada beberapa lokasi yang disebut sebagai makam Dipati Ukur yaitu Astana Luhur Bojongmanggu Puncak Gunung Geulis Ciparay Tepi Citarum Desa Manggahang Gunung Sadu Soreang kampung Cikatul Pabuntelan Pacet Astana Handap Banjaran Gunung Tikukur desa Manggahang dan Pasir Luhur Ujungberung Utara 18 Peninggalan Dipati Ukur banyak terdapat di Kecamatan Ciparay Di tempat tersebut Dipati Ukur membangun permukiman di sebuah bukit bernama Bukit Cula yang sekarang terletak di Desa Gunung Leutik Di Ciparay Dipati Ukur menyamar sebagai rakyat biasa dan menyembunyikan pakaian kebesarannya termasuk sebuah duhung keris pusaka warisan dari Raja Pajajaran yang disebut culanagara Tempat penyimpanan culanagara kini dijadikan situs sejarah bernama Situs Culanagara atau Situs Bukit Cula Pada tahun 2012 di area situs tersebut didirikan palagan bernama Palagan Culanagara 17 Catatan Sunting Luthfiyani p 258 Lasmiyati p 384 Pusat Bahasa Depdiknas p 10 Lubis p 213 Hakim p 155 Lasmiyati p 382 a b Lubis p 112 Zakaria 20 11 2008 p 9 Ensiklopedi Sunda alam manusia dan budaya termasuk budaya Cirebon dan Betawi Pustaka Jaya 2000 ISBN 9789794192597 KomunitasAleut 2011 01 29 Dipati Ukur an Honourable Hero or a Legendary Loser Dunia Aleut Diakses tanggal 2019 08 18 Kesalahan pengutipan Tag lt ref gt tidak sah tidak ditemukan teks untuk ref bernama 22 Kesalahan pengutipan Tag lt ref gt tidak sah tidak ditemukan teks untuk ref bernama 7 Lubis Nina Herlina 2001 Konflik elite birokrasi biografi politik Bupati R A A Martanagara Humaniora Utama Press ISBN 9789799231529 Lasmiyati p 386 Zakaria 12 08 2008 p 7 Lubis p 94 a b Lasmiyati p 391 a b Lasmiyati p 389 Rujukan SuntingLuthfiyani Lulu 2017 Kamus Genggam Bahasa Sunda Yogyakarta Frasa Lingua ISBN 978 602 6475 27 5 Pusat Bahasa Depdiknas 2018 Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi Keempat Jakarta PT Gramedia pustaka Utama ISBN 978 979 22 3841 9 Lasmiyati Lasmiyati September 2016 Dipati Ukur dan Jejak Peninggalannya di Kecamatan Ciparay Kabupaten Bandung 1627 1633 E jurnal Patanjala Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya 8 3 381 396 ISSN 2598 1242 Hakim Zaenal 2010 Pribadi Dipati Ukur Pahlawan Tatar Sunda Jurnal Sawo Manila Universitas Nasional 1 4 1 12 pranala nonaktif permanen Zakaria Mumuh Muhsin 12 Agustus 2008 Sumedang pada Masa Pengaruh Kesultanan Mataram 1601 1706 PDF Diskusi Penulisan Buku Sejarah Sumedang dari Masa ke Masa Bandung hlm 1 23 Diarsipkan dari versi asli pdf tanggal 2017 11 07 Diakses tanggal 1 November 2017 Zakaria Mumuh Muhsin 20 November 2008 Terbentuknya Keresidenan Priangan PDF Diskusi Program Pascasarjana Fakultas Sastra BKU Ilmu Sejarah Universitas Padjadjaran Bandung hlm 1 25 Diarsipkan dari versi asli pdf tanggal 2017 11 07 Diakses tanggal 1 November 2017 Lubis Nina H Hardjasaputra A Sobana Marlina Ietje 2000 Sejarah Kota Kota Lama di Jawa Barat Bandung Alqaprint Jatinangor ISBN 979 95652 4 3 Pranala luar SuntingWiryawan M Ryzki 2011 Dipati Ukur an Honourable Hero or a Legendary Loser Komunitas Aleut Anjaeni Yosep Yogi P M Sururri 2015 Skenografi Naskah Agrayudha Dipati Ukur Departemen Pendidikan Seni Tari FPSD UPI Departemen Seni Tari UPI 2012 Pagelaran Drama Tari Agrayudha Dipati Ukur Blog Ridwan Hutagalung Gunung Lumbung Diperoleh dari https id wikipedia org w index php title Dipati Ukur amp oldid 24065851