Bidar Alam adalah nagari (desa) di Kecamatan Sangir Jujuan, Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat, Indonesia, dengan jumlah penduduk lebih dari 3.000 orang. Desa Bidar Alam ini dikenal sebagai pusat Pemerintah Darurat Republik Indonesia untuk waktu yang singkat pada tahun 1949.
Bidar Alam | |
|---|---|
Bidar Alam Lokasi Bidar Alam di Sumatera Bidar Alam Bidar Alam (Indonesia) | |
| Koordinat: 1°24′55″S 101°21′28″E / 1.41528°S 101.35778°EKoordinat: 1°24′55″S 101°21′28″E / 1.41528°S 101.35778°E | |
| Negara | Indonesia |
| Provinsi | Sumatera Barat |
| Kabupaten | Kabupaten Solok Selatan |
| Kecamatan | Sangir Jujuan |
| Luas | |
| • Total | 52,36 km2 (20,22 sq mi) |
| Populasi (2019) | |
| • Total | 3.339 |
| • Kepadatan | 64/km2 (170/sq mi) |
| Zona waktu | UTC+7 (Waktu Indonesia Barat) |
Geografi sunting
Bidar Alam terletak sekitar 21 km (13 mi) dari ibukota kabupaten di Padang Aro. Nagari ini adalah salah satu dari lima nagari di Sangir Jujuan, dan dibagi lagi menjadi tujuh Jorong. Terletak di dalam Pegunungan Bukit Barisan, Sungai Batang Sangir mengalir melalui desa.
Demografi sunting
Bidar Alam memiliki populasi 3.339 pada tahun 2019 menurut Badan Pusat Statistik, membentuk 799 rumah tangga.
Sejarah sunting
Pada akhir 1948 dan awal 1949, Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) bergerak ke pedalaman untuk menghindari pengejaran Belanda, awalnya dari kota Bukittinggi, kemudian ke Payakumbuh, sebelum meninggalkan pemukiman perkotaan. Pada tanggal 9 Januari 1949, salah satu kelompok yang dipimpin oleh ketua PDRI Sjafruddin Prawiranegara telah mencapai Bidar Alam dan membatalkan rencana untuk maju lebih jauh ke Pekanbaru karena kemajuan Belanda. Penduduk setempat pada umumnya mendukung PDRI dan menyediakan akomodasi dan makanan untuk pegawai pemerintah. Didukung oleh personel TNI Angkatan Udara, PDRI mendirikan stasiun radio bergerak di kota untuk berkomunikasi dengan dunia luar. Rumah seorang warga pernah digunakan oleh Sjafruddin, dan merangkap sebagai tempat pencetakan mata uang PDRI.
Keamanan relatif di desa memungkinkan PDRI untuk berkomunikasi dengan pejuang gerilya di Jawa dan mengkonsolidasikan pemerintahan sementara. PDRI tetap di Bidar Alam sampai akhir April 1949, ketika mereka bergerak sekali lagi menyusul berita negosiasi antara Belanda dan Indonesia. Dibandingkan dengan kota-kota dan desa-desa lain yang menjadi basis PDRI, Bidar Alam menjadi tuan rumah paling lama, selama tiga setengah bulan. Sebuah tugu kecil di desa memperingati kehadiran PDRI di sana.
Ekonomi sunting
Produksi beras, kopi, dan karet dibudidayakan di nagari ini yang dapat diakses melalui jalan darat di seluruh kecamatan dan kabupaten, dan menjadi pusat / tuan rumah satu-satunya puskesmas di Sangir Jujuan.
Referensi sunting
- ^ "Kecamatan Sangir Jujuan dalam Angka". Badan Pusat Statistik Kabupaten Solok Selatan. Badan Pusat Statistik. Diakses tanggal 25 November 2021.
- ^ Irawan, Bimbi (14 July 2019). Penataan administrasi pemerintahan dan struktur sosial adat di Kabupaten Solok Selatan. Rancak Publik. hlm. 112–113. ISBN 978-623-91875-0-7.
- Peran TNI-AU pada masa pemerintah darurat Republik Indonesia tahun 1948–1949. Subdisjarah. 2001.
- ^ "Jejak Pemerintah Darurat RI di Bidar Alam". Okezone. 7 January 2013. Diakses tanggal 25 November 2021.
- "Rumah Jama Saksi Perjuangan PDRI di Solok Selatan". TVRI News. 9 August 2021. Diakses tanggal 25 November 2021.
- "Dari Bidar Alam ke Sumpur Kudus, Hijrah Jalan Kaki Ketua PDRI". Langgam.id. 23 April 2019. Diakses tanggal 25 November 2021.
- "Menyaksikan Nagari Bidar Alam Solok Selatan yang Pernah Menjadi Pusat Pemerintahan RI". barisan.co. 21 March 2021. Diakses tanggal 25 November 2021.