www.wikidata.id-id.nina.az
Perang Kuning Belanda Geel Oorlog adalah serangkaian perlawanan rakyat Lasem Rembang dan sekitarnya terhadap kekuasaan Vereenigde Oostindische Compagnie VOC di Semarang 1741 1742 dan Lasem 1750 Konflik muncul sebagai dampak terjadinya peristiwa Geger Pacinan di Batavia pada tahun 1740 yang diikuti migrasi besar besaran penduduk Tionghoa dari Batavia ke Semarang dan Lasem Peristiwa tersebut menimbulkan terjadinya pemberontakan yang dikenal sebagai Perang Jawa di Jawa Tengah dan Jawa Timur 1741 1743 sementara Perang Kuning merupakan perang yang dikobarkan oleh masyarakat Lasem secara khusus 1 2 3 Peperangan pada akhirnya dimenangkan oleh Belanda setelah jatuhnya banyak korban jiwa pada kedua belah pihak serta menyebabkan wilayah Lasem dipisahkan dari Rembang secara de facto 4 Akhir peperangan ini juga menandakan berakhirnya seluruh perlawanan rakyat Lasem terhadap kekuasaan Kompeni serta kekuasaan keluarga Tejakusuman di Lasem 3 Perang KuningBagian dari perlawanan terhadap pemerintah kolonial BelandaTanggal1741 hingga 1750LokasiJawaHasilKemenangan BelandaPihak terlibatPasukan gabungan Tionghoa dan Jawa Kesultanan Mataram hingga 1742 Perusahaan Hindia Timur Belanda VOC Kesultanan Mataram dari 1742 Tokoh dan pemimpinTan Kee Wie Oei Ing Kiat Panji Margono Kyai Ali Badawi Kwee An Say POW Guo Liu Guan menghilang Pakubuwana II hingga 1742 Cakraningrat IV hingga 1742 Singseh POW Amangkurat V POW Pangeran Sambernyawa POW Bartholomeus Visscher Gustaaf Willem baron van Imhoff Johannes Thedens Adriaan Valckenier Cakraningrat IV dari 1742 Tumenggung Citrasoma IV dari 1742 Pakubuwana II dari 1742 Setelah terjadi peristiwa Geger Pacinan di Batavia pada tahun 1740 banyak imigran Tionghoa yang datang ke Lasem untuk mengungsi Kedatangan mereka disambut oleh Adipati Lasem Tumenggung Widyaningrat Oei Ing Kiat yang mengizinkan mereka untuk membuka beberapa perkampungan baru Bersamaan dengan berkobarnya pemberontakan melawan Kompeni oleh gabungan pasukan Jawa Tionghoa warga Lasem mengangkat tiga pemimpin pemberontak bernama Panji Margono Oei Ing Kiat dan Tan Kee Wie Pasukan pemberontak dari Lasem juga dikenal dengan nama Laskar Dampo Awang Lasem pada mulanya berhasil menguasai Rembang tetapi menderita kekalahan saat menyerang Jepara disertai gugurnya salah satu pemimpin pemberontak Tan Kee Wie pada tahun 1742 Peperangan berhenti selama bertahun tahun hingga akhirnya pemberontakan kembali dikobarkan oleh Kyai Ali Badawi Pada perang pada tahun 1950 tersebut Raden Panji Margono diikuti oleh Oei Ing Kiat mengalami kekalahan dan gugur Meskipun perlawanan rakyat Lasem berakhir dengan kekalahan tersebut nama Perang Kuning selanjutnya digunakan untuk merujuk peperangan yang dilanjutkan oleh Kwee An Say dan Tan Wan Sui 1 4 Daftar isi 1 Latar belakang 1 1 Lasem sebelum tahun 1741 1 2 Pengungsian dari Batavia 2 Perang tahun 1741 1742 2 1 Penyerangan ke Semarang 2 2 Penyerangan ke Juwana 3 Penguasaan Belanda 4 Perang tahun 1750 5 Hasil akhir peperangan 6 Catatan 7 ReferensiLatar belakang Sunting nbsp Patung Raden Panji Margono di Klenteng Gie Yong BioLasem sebelum tahun 1741 Sunting Lasem merupakan daerah yang berada di bawah kekuasaan Kesultanan Mataram Pada tahun 1679 VOC dengan bantuan Amangkurat II menyerang Lasem agar dapat memonopoli perdagangan di pesisir pantai utara Pulau Jawa Peperangan tersebut menimbulkan kebencian warga Lasem baik pribumi maupun Tionghoa terhadap Belanda maupun penguasa Mataram yang menjadi boneka Belanda 5 Pada tahun 1714 Sunan Pakubuwana I mengangkat Pangeran Panji Sasongko bergelar Tejakusuma V menjadi Adipati Lasem 1714 1727 Meskipun demikian Pangeran Tejakusuma V tidak menyukai Sunan Pakubowono I dan penggantinya Sunan Pakubuwana II karena keduanya memiliki hubungan yang sangat erat dengan Belanda Sebagaimana penduduk Lasem yang lain ia menaruh kebencian terhadap Belanda Setelah pemberontakan di Mataram mereda Pangeran Tejakusuma V mengundurkan diri dengan alasan kesehatan tetapi putranya yang bernama Raden Panji Margono tidak berminat menggantikan kedudukannya karena lebih memilih bertani dan berdagang dengan penduduk Tionghoa di Lasem dan sekitarnya Akhirnya jabatan Adipati Lasem diserahkan kepada Oei Ing Kiat yang selanjutnya dilantik oleh Sunan Pakubuwana II pada tahun 1727 dengan gelar Tumenggung Widyaningrat 5 Oei Ing Kiat Oey Ing Kiat adalah seorang Tionghoa beragama Islam yang sangat kaya keturunan Bi Nang Oen yang merupakan salah seorang juru mudi armada Laksamana Ceng Ho yang mendarat di Bonang Lasem Bi Nang Oen adalah seorang pujangga dari Campa yang menjadi penyebar agama Islam di Lasem pada awal abad XV Oei Ing Kiat sendiri merupakan pengusaha dan syahbandar yang memiliki banyak kapal junk dan perahu antar pulau 4 Pengungsian dari Batavia Sunting Lihat pula Geger Pacinan nbsp Pembakaran perumahan etnis Tionghoa di Batavia pada tanggal 9 Oktober 1740 Peristiwa Geger Pacinan pada tahun 1740 tidak lepas dari jatuhnya harga gula yang merupakan salah satu produk ekspor utama VOC ke Eropa sehingga kondisi keuangan kongsi dagang asal Belanda tersebut memburuk Hal tersebut meresahkan penduduk miskin Tionghoa yang menjadi buruh pabrik gula terutama Gubernur Jenderal VOC saat itu Adriaan Valckenier memperketat kebijakan untuk mendeportasi warga Tionghoa yang mencurigakan ke Ceylon Sri Lanka Namun terdapat isu yang mengatakan bahwa orang orang yang dideportasi tidak diturunkan di Ceylon melainkan dibuang di tengah laut Keresahan tersebut menyebabkan terjadinya pemberontakan oleh etnis Tionghoa yang berujung pada terjadinya pembantaian sekitar 10 000 jiwa etnis Tionghoa di Batavia 9 10 Oktober 1740 Peristiwa tersebut dikenal dengan sebutan Tragedi Angke dan dicatat dalam Babad Tanah Jawi sebagai Geger Pacinan Akibat peristiwa tersebut pada tahun 1741 sekitar 1 000 orang Tionghoa Batavia lari dan mengungsi di kota kota pesisir Jawa yang aman salah satunya adalah Lasem Mereka melihat penguasa di Lasem adalah seorang dari etnis Tionghoa yang bisa melindungi mereka Mengetahui peristiwa tersebut Oei Ing Kiat dan penduduk Lasem baik pribumi maupun Tionghoa menjadi semakin benci terhadap Kompeni Belanda Oei Ing Kiat atau dikenal sebagai Tumenggung Widyaningrat mengizinkan para pengungsi untuk menetap dan membangun perkampungan perkampungan baru di tepi Sungai Kemandung Karangturi Pereng dan Soditan 3 6 Sebagai dampaknya warga Lasem berniat melakukan pemberontakan terhadap Belanda dan mengangkat tiga pemimpin pemberontakan yaitu Raden Panji Margono Raden Ngabehi Widyaningrat Oei Ing Kiat dan Tan Kee Wie Raden Panji Margono menyamar sebagai seorang babah keturunan Jawa Tionghoa bernama Tan Pan Ciang Tan Pan Tjiang berbeda dari Khe Pandjang yang memimpin para pengungsi Tionghoa dari Batavia 4 7 Tan Kee Wie dikenal sebagai juragan bata yang dermawan 4 Selain sebagai pengusaha ia juga dikenal sebagai pendekar atau guru kungfu 8 9 Diceritakan bahwa dirinya mengangkat sumpah saudara dengan Oei Ing Kiat dan Raden Panji Margono 10 note 1 Perang tahun 1741 1742 SuntingSelama akhir 1740 hingga Juli 1742 Pakubuwono II beserta para penasihatnya berunding apakah sebaiknya mereka bergabung dengan pergerakan pasukan Tionghoa atau membantu Kompeni Belanda sehingga akan memperkokoh hubungan yang selama ini telah terjalin dengan baik Di antarayang menentang rencana tersebut adalah Pangeran Ngabehi Loringpasar Ratu Amangkurat dan Pangeran Cakraningrat IV dari Madura Di lain pihak Tumenggung Martopuro merupakan salah satu penasihat yang mengusulkan untuk ikut mengadakan perlawan terhadap pendudukan Kompeni Belanda Oleh sebab itu ia diminta untuk menyelidiki penduduk Tionghoa yang berada di wilayahnya Pada 11 Mei 1741 Pakubuwono II meminta para penguasa di daerah pesisir untuk bersumpah setia kepadanya jika hubungannnya dengan Belanda benar benar putus Keputusan Pakubuwana II menyebabkan Adipati Cakraningrat IV memberikan dukungannya kepada VOC dan memberantas pergerakan pemberontakan Tionghoa 11 12 Penyerangan ke Semarang Sunting Lihat pula Perang Jawa 1741 1743 Babad Tanah Jawi menyebutkan dua orang pemimpin laskar Tionghoa bernama Encik Macan Tan Pan Ciang atau Raden Panji Margono dan Muda Tik Oei Ing Kiat mengumpulkan pasukan laskar Tionghoa yang berkumpul di Puwun Jati Pohon Purwoto Gerobogan Pemerintah Gerobogan saat itu Tumenggung Martopuro memanggil keduanya untuk menegaskan siapa yang akan mereka lawan Tumenggung Martopuro memberi nasihat supaya mereka tidak melawan pemerintah Kartasura karena merupakan milik negara selain juga untuk menghindari supaya jangan sampai pasukan mereka diserang oleh Belanda sekaligus oleh pasukan Kartasura Mereka diutus menemui pemimpin pasukan laskar Tionghoa di Tanjung Welahan yang disebut Shingshe bernama asli Tan Sin Kho untuk menanyakan kesanggupan Shingshe melawan pasukan Belanda di Semarang Jika memang Shingshe telah bertekad untuk berperang Tumenggung Martopuro juga akan dengan tegas mengumumkan dirinya melawan Kompeni Setelah mengetahui bahwa pemerintahan Kartasura Pakubuwana II merestui penyerangan tersebut Shingshe menyerahkan upeti berupa kain beludru terbaik Molio Kustup Surosari real 700 susun dan kain sutra 2 pikul berwarna hijau dan merah sebagai ungkapan terima kasih kepada Tumenggung Martopuro Tumenggung Martopuro gembira karena maksud dan tujuannya telah tercapai yaitu seluruh laskar Tionghoa di Puwun dan Tanjung Welahan telah sepakat menyerang Kompeni Belanda 13 Dalam perjalanan menuju Semarang pasukan yang dipimpin Tan Pan Ciang dan Oei Ing Kiat berhasil memberantas bandit bandit setelah melakukan pertempuran di dekat Lasem Lokasi pertempuran terletak sekitar 3 kilometer dari Lasem pada sebuah tempat yang dinamakan Desa Godou Pertempuran tersebut dikenal dengan nama Perang Godou Balik Perang Godho Balik Pada tanggal 23 Mei 1741 pasukan Tionghoa yang berkumpul di Welahan bergerak ke Timur dan menyerang Juwana serta Rembang Pertempuran tersebut dimenangkan oleh pasukan Tionghoa pada tanggal 27 Juli 1741 dan menimbulkan banyak korban di pihak Kompeni Meskipun demikian pasukan Cakraningrat IV telah menyapu bersih seluruh etnis Tionghoa yang berada di Surabaya Pasuruan dan Gresik pada tanggal 12 Juli 1741 Tanggal 31 Juli 1741 pasukan Jawa Tionghoa mulai mengepung Kota Jepara Di Kertasura sendiri Pakubuwana II mengerahkan pasukan untuk menyerang pos VOC di sana mengakibatkan Kapiten Johannes van Velsen yang menjadi komandan serta beberapa serdadu lainnya tewas dan sisanya diberi pilihan untuk memeluk agama Islam atau dibunuh 12 Selanjutnya pasukan Tionghoa bergerak menuju Semarang dengan kekuatan sekitar 20 000 prajurit Jawa 3 500 prajurit Tionghoa dan 30 buah meriam Pasukan pemberontak berhasil menduduki wilayah Kampung Tionghoa dan Kaligawe sementara Kompeni masih menguasai pemukiman Eropa benteng dan pesisir pantai Setelah pasukan VOC di Semarang memperoleh bantuan pasukan VOC menjadi berjumlah lebih dari 3 400 orang dan berhasil memukul mundur para pemberontak 12 Menurut arsip Tionghoa di Kongkoan pemimpin pasukan Tionghoa dari Tanjung bernama Ouw Seng berselisih dengan pemimpin pasukan Tionghoa dari Batavia bernama Tay Pan Hal tersebut membuat Pakubuwana II menyetujui nasihat nasihat untuk memutuskan hubungan dengan pemberontak Tionghoa kecuali tujuh orang pangeran Pakubuwana II kemudian menyuap para pemimpin pasukan Tionghoa untuk membunuh ketujuh pangeran tersebut dengan alasan bahwa mereka telah bersekongkol dengan Kompeni Belanda Seorang dari pemimpin Tionghoa menyembunyikan ketujuh pangeran tersebut dan salah satunya disembunyikan di Kudus Sikap mendua Pakubuwana II membuatnya kehilangan dukungan para pendukungnya yang anti VOC sehingga mereka melakukan makar dengan menyerang keraton Sebelumnya pada tanggal 6 April 1742 di Pati pasukan pemberontak menyatakan untuk menurunkan Susuhunan Pakubuwana II dan mengangkat Raden Mas Garendi sebagai susuhunan yang baru dengan gelar Sunan Kuning Akhirnya Keraton Surakarta jatuh pada tanggal 30 Juni 1742 Pakubuwana II Ratu Amangkurat dan anggota keluarga kerajaan yang lain berhasil melarikan diri Pada tanggal 26 November 1742 pasukan Cakraningrat IV berhasil merebut kembali keraton dengan bantuan dua jenderal Tionghoa yang datang ke Jawa untuk berdagang Setelah Pakubuwono II kembali bertahta kedua jenderal tersebut masuk agama Islam dan diberi gelar Raden Tumenggung Jojonegoro dan Raden Tumenggung Setianegoro 12 Penyerangan ke Juwana Sunting Pasukan laskar Dampo Awang Lasem yang dipimpin oleh Raden Panji Margono Tan Kee Wie dan Oei Ing Kiat dibagi menjadi dua kelompok yaitu pasukan yang menyerang dari laut dan pasukan infanteri di darat Pasukan laut dipimpin oleh Tan Kee Wie sementara pasukan infanteri dipimpin oleh Raden Panji Margana dan Oei Ing Kiat Mereka menggunakan taktik menguasai daerah pelabuhan terlebih dahulu oleh pasukan yang dipimpin Tan Kee Wie selanjutnya bergerak ke pusat kota dimana tangsi Belanda berada Dalam serangan tersebut laskar Dampo Awang Lasem memperoleh bantuan dari para pemberontak Dresi dan Jangkungan dan berhasil memperoleh kemenangan 3 4 Setelah kemenangan di Rembang pasukan pemberontak bergerak ke Barat menuju tangsi Belanda yang terletak di sisi timur Sungai Juwana Armada kapal jung yang dipimpin Tan Kee Wie berangkat dari Dresi bersama sama dengan kelompok pemberontak disebut brandal Dresi dan Jangkungan Saat singgah di pesisir Tayu mereka kembali memperoleh tambahan kekuatan dari pasukan Tionghoa Tayu Namun tangsi di Juwana telah diperkuat senapan dan meriam dari Semarang Pada tanggal 5 November 1742 saat melewati selat antara Ujung Watu dan Pulau Mandalika armada Tan Kee Wie ditembaki oleh meriam yang diletakkan di kedua sisi dan menyebabkan pemimpin pemberontak tersebut gugur karena kapalnya menjadi korban Untuk menghormati kepahlawanan Tan Kee Wie dan pasukan yang gugur sebuah prasasti batu granit berukir ditempatkan pada batas tembok Tan Kee Wie di Batok Mimi di tepi muara sungai Paturen yang membelah kota Lasem 3 Penyerangan dilanjutkan keesokan harinya menjelang subuh pasukan pemberontak menggunakan rakit bambu dan batang pisang untuk menyeberang Pertempuran besar di alun alun menjadi pertempuran jarak dekat sehingga penggunaan meriam dan senapan menjadi tidak efektif Pasukan pemberontak memperoleh bantuan dari pasukan Jawa Tionghoa dari Purwodadi Gerobogan Jaken dan Blora yang menyerang Kota Juwana dari utara Namun pasukan Belanda memperoleh bantuan dari pasukan Pati dan Semarang serta pasukan Tumenggung Cakraningrat IV dari Tuban sehingga pasukan pemberontak mengalami kekalahan Pasukan pemberontak yang tersisa berusaha mundur ke laut tetapi tidak berhasil akhirnya mereka menembus pasukan dari darat dalam keadaan tercerai berai 3 4 Raden Panji Margono dan pengawalnya yang bernama Ki Galiyo pada saat itu mengenakan pakaian khas Tionghoa Agar dapat lolos dan kembali dengan selamat ke Lasem mereka mengganti pakaian mereka dengan pakaian Jawa di Desa Raci Selain itu mereka membeli berbagai pekakas dapur bekas dan menyamar sebagai tukang loak barang tembaga hingga ke Lasem Oei Ing Kiat sendiri melepas pakaian hitamnya dan menyamar menjadi orang Jawa Sesampainya di Kartasura ia melapor ke Sunan Pakubuwono II bahwa ia lari dari Lasem karena hendak dibunuh oleh kaum pemberontak Meskipun demikian Oei Ing Kiat dicurigai keterlibatannya dengan pemberontakan sehingga kedudukannya sebagai Adipati Lasem dicopot oleh Sunan Pakubuwono II dan diganti jabatan buatan VOC yaitu Tumenggung Mayor Tituler yang hanya memiliki wewenang untuk mengatur orang Tionghoa Lasem Pada tahun 1745 Gubernur Jendral VOC Baron van Imhoff mengangkat Suro Adimenggolo III sebagai Bupati Lasem yang berkedudukan di Tulis 3 5 Penguasaan Belanda SuntingSetelah Kartasura berhasil kembali direbut Belanda menetapkan kembali Pakubuwono II sebagai raja atas Mataram sementara ibu kota kerajaan dipindahkan ke Surakarta Cakraningrat IV tidak memperoleh kekuasaan atas Jawa Timur sebagaimana yang dijanjikan oleh Belanda sehingga ia merasa ditipu dan melancarkan pemberontakan pada tahun 1745 Namun pemberontakannya mengalami kegagalan setelah putranya menyerah dan diangkan menjadi Bupati Sampang Cakraningrat IV melarikan diri ke Banjarmasin tetapi dikhianati dan diserahkan ke VOC Pada tahun 1746 ia diasingkan ke Tanjung Harapan hingga akhir hidupnya 12 Pakubuwono II sendiri pada tahun 1743 dipaksa untuk menandatangani perjanjian bahwa ia menyerahkan pantai utara Jawa Madura dan wilayah timur Jawa kepada Belanda melepas hak untuk membuat uang menyerahkan upeti sebanyak 5000 koyan 8600 metrik ton beras setiap tahunnya melarang penduduk Jawa untuk berlayar keluar pulau Jawa Madura dan Bali patih hanya dapat dipilih atas persetujuan VOC dan harus ada garnisun VOC di dalam keraton 7 12 Dengan kekuasaan tersebut VOC mengangkat Suro Adimenggolo III sebagai Bupati Lasem pada tahun 1745 Suro Adimenggolo III memiliki sikap yang memihak VOC sehingga keberadaannya di Lasem tidak disukai masyarakat di sana Ia tidak menempati istana Tejakusuman yang ditempati oleh Raden Panji Margono atau istana yang dibangun Tumenggung Widyaningrat Oei Ing Kiat melainkan membangun kediamannya sendiri di Tulis Pada tahun 1747 ia mengeluarkan pengumuman yang menyulut kemarahan penduduk Lasem sebagai berikut 5 Barang siapa bersekongkol dengan pemberontak Tionghoa akan dihukum siksa sampai mati Dilarang menyimpan kitab suci Siwa atau Buddha Pustaka Sabda Badrasanti Babad Bumi Lasem dan catatan catatan mengenai pemberontak Lasem Semuanya wajib diserahkan ke Kadipaten Barang siapa yang menyimpan akan dihukum cambuk 25 kali Candi candi di Lasem harus dibongkar dan patung patungnya dihancurkan Setelah pengumuman tersebut ribuan kitab dan lontar dikumpulkan di alun alun dan dibakar Hanya kitab kitab di kediaman Raden Panji Margono yang selamat karena VOC tidak berani mengambil Kejadian tersebut menyebabkan adanya ancaman pembunuhan terhadap Adi Suromenggolo sehingga ia memindahkan kediamannya dari Tulis ke Magersari Rembang VOC juga memindahkan benteng Tulis ke Rembang 5 Perang tahun 1750 SuntingSetelah selama beberapa tahun tidak terjadi perlawanan terhadap kekuasaan VOC pada Agustus 1750 Raden Panji Margono mendengar bahwa para pemberontak di Argosoka berniat untuk mengangkat senjata Hal tersebut membuat semangatnya kembali bangkit Ia meminta penduduk Lasem untuk berkumpul di alun alun depan masjid Lasem pada keesokan harinya pada saat sembahyang Jumat Pengajian tersebut dipimpin oleh Kyai Ali Badawi seorang ulama besar di lasem yang mengasuk Pondok Pesantren Purikawak di Sumurkepel selatan masjid Lasem Setelah memimpin pengajian Kyai Ali Badawi mengajak umat untuk berperang jihad mengusir Belanda dari Rembang dan bergabung dengan para pemberontak Tionghoa Oei Ing Kiat juga kembali bangkit memimpin para pemberontak Tionghoa untuk berperang Namun rencana penyerangan bocor dua minggu sebelumnya sehingga Belanda dan Adipati Suroadimenggolo III sempat mengungsi ke Jepara 4 6 Peperangan antara VOC dan pasukan pemberontak kembali meletus Pasukan dari Tuban yang dipimpin Tumenggung Citrasoma bertempur dengan pasukan pemberontak Aragosoka yang dipimpin oleh Raden Panji Suryakusuma di Bonang dan Leran Pasukan VOC dari Jepara berusaha melewati jalur laut menuju Layur utara Lasem tetapi kehadiran mereka dihadang pasukan Lasem dibawah pimpinan Oei Ing Kiat yang dipersenjatai senapan dan meriam hasil rampasan perang Selama ini senjata senjata tersebut disembunyikan di dalam terowongan yang digali di tepi Sungai Paturenan Di sebelah timur Sungai Paturenan pasukan yang dipimpin Kyai Ali Badawi menghadang pasukan VOC dan Citrasoma tetapi banyak yang tewas akibat serangan meriam dari kapal VOC Raden Panji Margono memimpin pertempuran jarak dekat melawan pasukan Belanda di daerah Narukan dan Karangpace barat Lasem hingga ke utara di tepi laut Di Narukan perut sebelah kiri Raden Panji Margono terkena sabetan pedang hingga sebagian ususnya keluar Ia digendong oleh pengawal pribadinya yaitu Ki Galiya dengan perlindungan Ki Mursada Setelah mencapai tempat aman di utara Gombong luka Raden Panji Margono dirawat tetapi ia meninggal karena kehabisan banyak darah Sebelumnya ia meninggalan wasiat sebagai berikut 4 Jenazahnya dimakamkan di bawah pohon trenggulun di desa Sambong tanpa ditandai gundukan tanah serta batu nisan Istri dan anak anaknya diungsikan ke Narukan Seluruh kitab suci dan Pustaka Badrasanti miliknya diserahkan kepada Ki Badraguna yang menjadi Lurak Criwik Tembang sinom gubahannya sepulang dari perang Juwana agar dilestarikan sebagai kidung para dalang dan pesinden Lasem Berita kematian Raden Panji Margono membuat Oei Ing Kiat menjadi gelap mata Ia maju ke depan medan peperangan dengan menggunakan pedang hingga akhirnya tertembak di dada oleh serdadu dari Ambon Pada saat mundur ia ambruk dan dikelilingi orang orang Ia meninggalkan pesan sebagai berikut Jenazahnya dimakamkan di lereng puncak gunung Bugel menghadap ke barat dengan ditandai dayung perahu serta pohon beringin Hanya keluarganya yang diperbolehkan untuk mengetahui makamnya Jenazahnya dibawa ke Warugunung di rumah istri mudanya yang beretnis Jawa untuk dibersihkan dan dimakamkan Hasil akhir peperangan SuntingSetelah kematian Oei Ing Kiat perlawanan di Lasem benar benar padam Lasem kembali dikuasai oleh Belanda rumah Oei Ing Kiat digunakan oleh keponakannya yang diangkat menjadi Kapten Tituler Lasem sementara seluruh jung dan perahunya disita Kediaman Tejakusuman milik Raden Panji Margono ditinggali oleh Mr Happen seorang kontrolir Belanda pada tahun 1751 3 Wilayah Lasem dipisahkan dari Rembang secara de facto Rembang dipimpin oleh Hangabei Honggojoyo sementara Lasem dipimpin Tumenggung Citrasoma IV Suroadimenggolo III dikembalikan ke Semarang karena dinilai gagal mencegah pemberontakan masyarakat Lasem 4 Pada tahun 1780 setelah keadaan di Lasem tenang penduduk Tionghoa di Babagan Lasem mendirikan Klenteng Gie Yong Bio untung mengenang jasa ketiga pemimpin pemberontakan Lasem yaitu Tan Kee Wie Oei Ing Kiat dan Raden Panji Margono 14 Catatan Sunting Dalam Kitab Carita Sajarah Lasem karangan R Panji Kamzah setelah mengetahui kematian Panji Margono Oei Ing Kiat menjadi marah dan berteriak Aku ingin mati menyusul saudaraku Den Panji dan saudaraku Tan Kee Wie Referensi Sunting a b Remy Sylado Oktober 2005 9 Oktober 1740 Drama Sejarah Cetakan Pertama Jakarta Gramedia ISBN 979 9100 37 2 Nurul Hidayati Septyana 2012 Sejarah Perkembangan Klenteng Gie Yong Bio di Lasem dan Pengaruhnya Masyarakat 1967 1998 Journal of Indonesian History Volume I Nomor 2 Tahun 2012 pp 100 109 ISSN 2252 6633 a b c d e f g h Sanyoto November 2009 Sebuah Epos Puputan Cina Lasem Mimbar Rakyat Edisi XV pp 6 7 a b c d e f g h i j Unjiya 2008 Lasem Negeri Dampo Awang yang Terlupakan Dalam Sejarah Perkembangan Klenteng Gie Yong Bio di Lasem dan Pengaruhnya Masyarakat 1967 1998 oleh Nurul Hidayati Septyana 2012 a b c d e Pusat Studi Sejarah amp Budaya Maritim Universitas Diponegoro 2003 Menggali Warisan Sejarah untuk Pengembangan Objek Wisata Rembang Kantor Pariwisata Kabupaten Rembang a b Munawir Aziz 23 Oktober 2012 Kompas Perang Kuning dalam Imaji Tionghoa Jawa a b Setiono Benny G 2008 Tionghoa dalam Pusaran Politik dalam bahasa Indonesia Jakarta TransMedia Pustaka ISBN 979 799 052 4 Pemeliharaan CS1 Bahasa yang tidak diketahui link Yon 2009 Membedah Cina Lasem Dalam Sejarah Perkembangan Klenteng Gie Yong Bio di Lasem dan Pengaruhnya Masyarakat 1967 1998 oleh Nurul Hidayati Septyana 2012 Suara Merdeka 18 Februari 2007 Imlek di Klenteng Gie Yong Bio Lasem Kimsin Eyang Raden Panji Juga Disembahyangi Diarsipkan 2014 09 03 di Wayback Machine Chris dan Riy Jejaknews online Satu Satunya Di Dunia Kongco Pribumi Klenteng Gie Yong Bio Lasem pranala nonaktif permanen Ricklefs Merle Calvin 1983 The crisis of 1740 1 in Java the Javanese Chinese Madurese and Dutch and the Fall of the Court of Kartasura Bijdragen tot de Taal Land en Volkenkunde 139 2 3 268 290 a b c d e f Benny G Setiono 2003 Tionghoa dalam Pusaran Politik TransMedia Temenggung Martopura Babad Tanah Jawi Jilid 23 Halaman 11 16 Percetakan Balai Pustaka Tahun 1940 Seri No 1289 V Chendong Long Editor 王海波 31 Maret 2012 China News Network 印尼拉森的庙堂文化 悠久历史充满华人气息 Diperoleh dari https id wikipedia org w index php title Perang Kuning amp oldid 23749524