www.wikidata.id-id.nina.az
Artikel ini sudah memiliki daftar referensi bacaan terkait atau pranala luar tetapi sumbernya belum jelas karena belum menyertakan kutipan pada kalimat Mohon tingkatkan kualitas artikel ini dengan memasukkan rujukan yang lebih mendetail bila perlu Pelajari cara dan kapan saatnya untuk menghapus pesan templat ini Wayang kulit gagrag Banyumasan adalah salah satu gaya pedalangan di tanah Jawa yang lebih dikenal dengan istilah pakeliran dan berperan sebagai bentuk seni klangenan serta dijadikan wahana untuk mempertahankan nilai etika devosional dan hiburan yang kualitasnya selalu terjaga dan ditangani sungguh sungguh oleh para pakar yang memahami benar Pakeliran ini mencakup unsur unsur yaitu lakon wayang penyajian alur cerita dan maknanya sabet seluruh gerak wayang catur narasi dan cakapan karawitan gendhing sulukan dan properti panggung Daftar isi 1 Gaya kerakyatan Banyumas 2 Perkembangan pedalangan 2 1 Zaman kesultanan 2 2 Pengaruh gagrag Mataram 2 3 Gagrag lor gunung 3 Lakon 4 Lihat pula 5 Bacaan lanjutanGaya kerakyatan Banyumas suntingPakeliran gagrag Banyumasan mempunyai nuansa kerakyatan yang kental sebagaimana karakter masyarakatnya jujur dan terus terang dan hidup serta berkembang di daerah eks Karesidenan Banyumas merupakan ekspresi dan sifatnya lebih bebas sederhana serta lugas dan mampu bertahan sampai saat ini dalam menghadapi perubahan zaman karena memperoleh simpati dan dicintai masyarakatnya Hal ini berbeda dengan pakeliran gaya kerakyatan daerah lain yang cenderung punah terutama di daerah yang dekat dengan pusat kekuasaan Keraton misalkan saja Wonogiri Sragen dan Karanganyar di mana pengaruh pedalangan Keraton seperti Kasunanan Surakarta dengan Pasinaon Dhalang Surakarta Padhasuka 1923 awal tahun 1920 Mangkunegaran mendirikan Pasinaon Dalang Mangkunegaran PMDN dan Kesultanan Yogyakarta dengan pendirian seni pedalangan Hambiwarakake Rancangan Andhalang Habirandha 1925 cenderung menekan pakeliran gaya kerakyatan sekitarnya dan mejadikan pelestariannya merupakan tantangan tersendiri Pedalangan gagrag Banyumasan memperoleh pengaruh serta memiliki tatanan atau pakem dari seni pedalangan Surakarta dan Yogyakarta akan tetapi mempunyai ciri khas tersendiri dengan penokohan Bawor dengan lagu Kembang Lepang serta Gendhing Banyumasan Seni pedhalangan gagrag Banyumasan ini kemudian dibakukan dan dilestarikan oleh para pakar pedhalangan Banyumas dalam paguyuban ganasidi pedalangan eks Karesidenan Banyumas yang diselenggarakan di Kawedanan Bukateja tanggal 21 April 1979 Perkembangan pedalangan suntingSeperti juga seni pedalangan Indonesia yang lain berkembang semenjak pengaruh Hindu dengan berdirinya Mataram Hindu dengan serat Ramayana era 898 M dalam bahasa Sanskerta dengan pengaruh India yang kuat kemudian berkembang sejalan dengan penggunaan bahasa Jawa kuno atau bahasa Kawi Seni pedhalangan memasuki zaman keemasan pada era Kediri 1042 1222 dalam pemerintahan Raja Jayabaya 1135 1157 berkembangnya penulisan dan karya sastra seperti serat Bharatayuda serat Hariwangsa serat Gathutkacasraya oleh Mpu Panuluh dan wayang purwa yang merupakan cikal bakal dan perkembangan seni pedalangan di Nusantara Zaman kesultanan sunting Pengaruh kuat lainnya pada pedalangan Banyumasan yaitu pada zaman kesultanan Demak 1478 1546 kemudian Kesultanan Pajang 1546 1587 sampai dengan pengaruh Mataram pada zaman Plered 1645 1677 era Amangkurat Tegalarum yang secara khusus mempunyai perhatian besar untuk karesidenan Banyumas dan mengutus dalang Ki Lebdajiwa ke Ajibarang untuk lebih mengembangkan seni pedalangan gagrag Banyumasan Pengaruh gagrag Mataram sunting Pengaruh gagrag Mataram Surakarta dan Yogyakarta lebih kuat terutama melalui kawasan pesisir kidul dan dikenal dengan seni pedalangan Banyumas pesisiran atau gagrag kidul gunung pengaruhnya dapat diketahui sampai dengan kisaran tahun 1920 dan terus berkembang melalui dalang trah Gombong yaitu Ki Cerma sampai dengan Ki Dhalang Menganti Gagrag lor gunung sunting Sedangkan kawasan depan Banyumas dari Purbalingga kemudian menyusuri Sungai Serayu menuju ke arah Barat mempunyai pakeliran tersendiri dan dikenal dengan gagrag lor gunung seperti berkembang melalui dalang trah Kesugihan aslinya dari pengembangan pesisiran di antaranya Ki Dalang Tutur dan terus berkembang sampai dengan era Ki Dalang Parsa Ki Dalang Sugih Akan tetapi yang cenderung tidak terpengaruh dhalang pesisiran adalah Ki Dalang Waryan dari Kalimanah Sampai sekarang tetap dikenal dan lestari seni tradisional yaitu Pedalangan Gagrag Banyumasan Kidul Gunung dan Pedalangan Gagrag Banyumasan Lor Gunung Redi Kendeng Lakon suntingWayang gagrag Banyumasan mempunyai ciri khas dalam penceritaan yang lebih memperjelas peran rakyat kecil yang dimanifestasikan dalam tokoh punakawan seperti cerita Bawor Dadi Ratu Petruk Krama dan lain lain Selain itu pula wayang gagrag Banyumasan lebih menonjolkan peran para muda dalam penyelesaian kasus kasus dan permasalahan Cerita Srikandi Mbarang Lengger yang merupakan terusan lakon Srenggini Takon Rama adalah salah satu contoh kongkrit bahwa peran pemuda seperti Antasena dan Wisanggeni menjadi sangat sentral Lihat pula suntingWayang kulit gagrag Yogyakarta Museum Wayang Sendang Mas BaworBacaan lanjutan suntingPatokan Pedhalangan Gagrag Banyumasan Sek Nas Pewayangan Indonesia Senawangi PN Balai Pustaka Jakarta 1983 Pratiwimba Adhiluhung Sejarah dan Perkembangan Wayang S Haryanto Penerbit Djambatan Jakarta 1988 Koleksi Wayang kulit Gagrag Banyumasan di Museum Wayang Jakarta Diarsipkan 2011 03 16 di Wayback Machine Lakon Wahyu Tridaya oleh Ki Sugino dalang Wayang Banyumasan Diarsipkan 2011 02 12 di Wayback Machine Wayang kulit Gagrag Banyumasan pranala nonaktif permanen Diperoleh dari https id wikipedia org w index php title Wayang kulit Gagrag Banyumasan amp oldid 22571413