Sastra Pedalangan adalah rekabahasa dalang dalam pakeliran atau pergelaran wayang. Rekabahasa dalang tersebut adalah murwa atau pelungan, nyandra janturan dan pocapan, suluk, antawacana, sabetan, suara, dan tembang.
Murwa sunting
Suluk pembuka pakeliran wayang, dalam pedalangan Jawa Timur dikenal dengan istilah pelungan, di Jawa Tengah dikenal dengan istilah ilahengan, dan di Jawa Barat dikenal dengan istilah murwa. Di bawah ini adalah contoh murwa:
Ada juga murwa biasa digunakan oleh Maestro Bapa Dalang Asep Sunandar Sunarya
"Mandra mandra winulan sastra tinuara panjange ngawuwus sinenggih kanda purwantara. Purwa hartosipun wiwitan, tara hartosipun carita. Carita ingkang dianggo bubukaning carita boten wenten malih kajabi ti salebeting karaton Nagara Maespati. Tawis nagara aman, subur makmur, gemah riph, loh jinawi, aman santosa kerta lan raharja. Ingon-ingon pada mulang kana kandangna sewang-sewangan..." dan seterusnya.
Nyandra sunting
Nyandra adalah deskripsi adegan dengan menggunakan bahasa prosa pakeliran wayang. Ada dua jenis nyandra, yaitu janturan dan pocapan. Janturan adalah nyandra yang diiringi gamelan; sedangkan pocapan tidak diiringi gamelan. Di bawah ini adalah contoh nyandra gubahan Ki Harsono Siswocarito dari pedalangan Jawa Barat:
Pocapan sunting
Pocapan adalah nyandra yang tidak diiringi gamelan untuk menceritakan peristiwa dalam adegan. Di bawah ini adalah contoh pocapan dalam lakon Jaya Renyuan garapan dalang Dede Amung Sutarya:
Suluk sunting
Suluk adalah citra bahasa puisi yang dinyanyikan oleh ki dalang dalam pakeliran wayang. Dalam pakeliran gaya Surakarta, suluk terdiri atas 3 (tiga) jenis, yaitu: pathetan, Sendon, dan ada-ada. Pathetan digunakan untuk menggambarkan suasana tenang, ayem. Dalang melagukan suluk pathetan dengan tenang, tidak terburu-buru, cengkok yang meliuk-liuk. Suluk pathetan diiringai alat musik rebab, gender, suling, gong. Sendon untuk menggambarkan kesedihan. Suasana sedih biasanya terasa melalui penggunaan nada-nada miring, misalnya nada ri (antara nada ro dengan nada lu) Ada-ada untuk menggambarkan suasana semangat maupun marah. Suluk Ada-ada diiringai alat musik gender dan gong. Di bawah ini adalah contoh suluk dari pedalangan Jawa Barat.
Antawacana sunting
Antawacana adalah dialog antar-tokoh wayang. Sedangkan antawacana antara tokoh wayang dengan nayaga, wirasuara, atau jurukawih dinamakan dialog samping (aside). Antawacana biasanya disampaikan setelah pocapan. Di bawah ini contoh dialog dalam lakon Jaya Renyuan garapan dalang Dede Amung Sutarya:
Sabetan sunting
Sabetan adalah gerak wayang yang meliputi tarian, lakuan, dan lagaan. Tari wayang adalah gerak wayang yang diiringan nyanyian dan gamelan. Lakuan adalah gerak wayang yang hanya diiringan kecrek atau kendang. Sedangkan lagaan adalah gerak wayang dalam peperangan baik dengan iringan gamelan maupun hanya diiringi kecrek dan kendang.
Dasar gerakan wayang dalam tetekon pedalangan Sunda, meliputi: gejlig, gedut, keupat dan gedig. Serta tiap jenis tokoh wayang berbeda dalam memainkannya. Misalnya dalam gerakan tarian, golongan satria dimainkan dengan cara memegang tuding (gagang tangan wayang) dari belakang. Sedangkan untuk golongan ponggawa tuding dipegang dari depan.
Dalam tarian (ibingan) wayang, pamirig atau pengiring lagu juga berbeda untuk setiap tokoh. Misalnya tokoh cakil (dalam pedalangan Sunda) diiringi dengan lagu Bendrong. Ibingan satria diiringi oleh gending Gawil. Untuk punggawa, bisa dengan solontongan. Namun khusus untuk tokoh Gatotkaca harus dengan lagu Macan Ucul.
Suara sunting
Suara dapat berupa teriakan, jeritan, aduhan, tobatan, atau bunyi tiruan yang berupa onomatopia. Suara merupakan pelengkap sabetan lagaan. Di bawah ini adalah suara yang diambil dari lakonet Ki Harsono Siswocarito:
Tembang sunting
Tembang adalah nyanyian yang dilantunkan oleh pesinden, wirasuara, atau dalang. Tembang pembuka pakeliran dilantunkan oleh pesinden. Tembang pengiring pakeliran dilantunkan oleh pesinden dan wirasuara. Tembang dalam adegan Limbukan dan Gara-gara dilantunkan oleh dalang yang berkolaborasi dengan pesinden atau bintang tamu. Di bawah ini adalh tembang pembuka dari pedalangan Jawa Barat:
Sedangkan tembang berikut ini adalah yang dinyanyikan oleh dalang Dede Amung Sutarya dalam lakon Jaya Renyuan "Lagu Nu Nguseup":
Lagu Nu Nguseup
Parung herang liar mijah
Clom giriwil ari anclom ngagiriwil
Mawa eupan rupa-rupa
Clom kurunyud lamun anclom sok ngurunyud
Plung kecemplung plung kecemplung
Eupan teuleum kukumbul ambul-ambulans
Kenur manteng jeujeur jeceng
Leungeun lempeng panon mah naksir nu mandi
Kop tah lauk mere dahareun
Mangga mangga mangga geura tuang
Geura raos ditanggung deudeuieun
Mangga mangga ulah isin-isin
Eupan cangkilung wungkul dilangkung
Eupan papatong kalah dipelong
Ku epan colek kalah ngadelek
Lekcom lekcom panon belek nyambel oncom
Mantra sunting
Mantra atau sastra mantra pedalangan ada dua kategori. Pertama, mantra yang berupa doa ki dalang dalam penyelenggaraan pakeliran. Kedua, mantra yang berupa rapalan tokoh wayang dalam mengeluarkan kesaktiannya. Contoh pertama berupa mantra pembuka pakeliran dari Mpu Tan Akung:
Contoh kedua berupa rapalan mantra penyirepan oleh tokoh wayang Indrajit:
Cerita sunting
Cerita pedalangan bersumber pada cerita pakem, carangan,gubahan,dan sempalan. Sumber cerita pakem antara lain Mahabarata versi India , Ramayana, Serat Pustaka Rajapurwa lakon wayang gagrak Surakarta, Serat Purwakandha lakon wayang gagrak Yogjakarta untuk wayang purwa. Sedangkan untuk wayang madya dan wayang wasana bersumber pada cerita-cerita babad. Wayang wahyu bersumber pada cerinta-cerita Alquran . Sumber cerita carangan adalah kreasi baru ki dalang dengan mengacu pada pakem. Cerita gubahan berupa adaptasi atau pembaharuan yang sesuai dengan zaman. Cerita sempalan merupakan kreasi murni yang mengarah kepada gaya baru dalam pedalangnan.Keanekaragaman sumber cerita sastra pedalangan menunjukan kekayaan budaya pewayangan Indonesia.
Sastra pedalangan tentu saja banyak ragamnya. Hal ini menunjukkan kebinekaan sastra pedalangan Indonesia. Ada pedalangan Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Lombok, Banjar, dan sebagainya.