www.wikidata.id-id.nina.az
Komisi Yudisial Republik Indonesia atau cukup disebut Komisi Yudisial disingkat KY RI atau KY adalah lembaga negara yang dibentuk berdasarkan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan keluhuran martabat serta perilaku hakim 1 Komisi Yudisial merupakan lembaga negara yang bersifat mandiri dan dalam pelaksanaan wewenangnya bebas dari campur tangan atau pengaruh kekuasaan lainnya Komisi Yudisial bertanggung jawab kepada publik melalui DPR dengan cara menerbitkan laporan tahunan dan membuka akses informasi secara lengkap dan akurat 2 Komisi Yudisial Republik IndonesiaGambaran umumDidirikan2 Agustus 2005Dasar hukumUndang Undang Nomor 22 Tahun 2004Jenis perkaraPelanggaran kode etik hakimJumlah perkara masuk2 337 laporan pengaduan tahun 2020 LokasiJakartaPimpinanKetuaProf Amzulian Rifai S H LL M Ph D Wakil KetuaDr Hj Siti Nurdjanah S H M H AnggotaDrs M Taufiq HZ M HI Ketua Bidang Rekrutmen Hakim AnggotaSukma Violetta S H LL M Ketua Bidang Pencegahan dan Peningkatan Kapasitas Hakim AnggotaBinziad Kadafi S H LL M Ph D Ketua Bidang Sumber Daya Manusia Advokasi Hukum Penelitian dan Pengembangan AnggotaDr Joko Sasmito S H M H Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi AnggotaProf Dr Mukti Fajar Nur Dewata S H M Hum Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga dan Layanan Informasi AnggotaJumlah jabatan7 orangSistem seleksiTerdiri dari mantan hakim praktisi hukum akademisi hukum dan anggota masyarakat yang disahkan oleh presiden mereka merupakan pejabat negara Sekretaris JenderalArie Sudihar S H M Hum Situs Webhttp www komisiyudisial go id Daftar isi 1 Sejarah 1 1 Gagasan Pembentukan Penegak Etik Hakim 1 2 Periode 2005 2010 1 3 Periode 2010 2015 1 4 Periode 2015 2020 1 5 Periode 2020 2025 1 6 Penguatan Kewenangan 1 7 Batal Membentuk Panel Ahli dan MKHK 1 8 Dasar Hukum 2 Tujuan Pembentukan 3 Wewenang dan Tugas 3 1 Wewenang 3 2 Tugas 4 Anggota 5 Sekretariat Jenderal 6 Rujukan 7 Pranala luarSejarah SuntingKomisi Yudisial merupakan respon dari tuntutan reformasi yang bergulir tahun 1998 Saat itu salah satu dari enam agenda reformasi yang diusung adalah penegakan supremasi hukum penghormatan hak asasi manusia HAM serta pemberantasan korupsi kolusi dan nepotisme KKN Tuntutan tersebut merupakan wujud kekecewaan rakyat terhadap praktik penyelenggaraan negara sebelumnya yang dihiasi berbagai penyimpangan termasuk dalam proses penyelenggaraan peradilan Sejarah Komisi Yudisial dimulai pada 9 November 2001 saat sidang tahunan Majelis Permusyarawatan Rakyat RI mengesahkan amendemen ketiga UUD 1945 Dalam sidang itulah Komisi Yudisial resmi menjadi salah satu lembaga negara yang diatur secara khusus dalam konstitusi dasar negara dalam Pasal 24B UUD 1945 Kondisi peradilan menjadi salah satu fokus pembahasaan MPR RI sehingga perlu diterbitkan Ketetapan MPR RI Nomor X MPR 1998 tentang Pokok Pokok Reformasi Pembangunan dalam Rangka Penyelamatan dan Normalisasi Kehidupan Nasional Sebagai Haluan Negara Mengutip TAP tersebut digambarkan kondisi hukum sebagai berikut Selama tiga puluh dua tahun pemerintah Orde Baru pembangunan hukum khususnya yang menyangkut peraturan perundang undangan organik tentang pembatasan kekuasaan Presiden belum memadai Kondisi ini memberi peluang terjadinya praktik praktik korupsi kolusi dan nepotisme serta memuncak pada penyimpangan berupa penafsiran yang hanya sesuai dengan selera penguasa Telah terjadi penyalahgunaan wewenang pelecehan hukum pengabaian rasa keadilan kurangnya perlindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat Pembinaan lembaga peradilan oleh eksekutif merupakan peluang bagi penguasa melakukan intervensi ke dalam proses peradilan serta berkembangnya kolusi dan praktik praktik negatif pada proses peradilan Penegakan hukum belum memberi rasa keadilan dan kepastian hukum pada kasus kasus yang menghadapkan pemerintah atau pihak yang kuat dengan rakyat sehingga menempatkan rakyat pada posisi yang lemah Beberapa agenda kebijakan mulai digagas seperti pemisahan yang tegas antara fungsi fungsi yudikatif dari eksekutif dan pemisahan secara tegas antara fungsi dan wewenang aparatur penegak hukum Untuk merealisasikan hal tersebut terdapat perubahan penting dalam tubuh kekuasaan kehakiman melalui Undang Undang Nomor 35 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Kekuasaan Kehakiman Salah satu pokok perubahan yang mendasar ialah penempatan aspek organisasi administratif dan finansial kekuasaan kehakiman di bawah satu atap di Mahkamah Agung Sebelumnya secara administratif ketiganya ada di bawah kendali Departemen Kehakiman Sementara itu ketiganya secara teknis yudisial berada dalam kekuasaan Mahkamah Agung Konsep ini lebih dikenal dengan sebutan penyatuatapan kekuasaan kehakiman one roof of justice system Kehadiran sistem tersebut bukan tanpa kekhawatiran Menyadur naskah akademis Undang Undang Nomor 22 Tahun 2004 penyatuatapan tanpa perubahan sistem lainnya misalnya rekrutmen mutasi promosi dan pengawasan terhadap hakim berpotensi melahirkan monopoli kekuasaan kehakiman Selain itu ada pula kekhawatiran bahwa Mahkamah Agung belum mampu menjalankan tugas barunya karena memiliki beberapa kelemahan organisasi yang sampai saat ini masih dalam upaya perbaikan Alasan lain ialah gagalnya sistem yang ada untuk menciptakan pengadilan yang lebih baik sehingga penyatuatapan kekuasaan kehakiman ke Mahkamah Agung belum menyelesaikan permasalahan secara tuntas Pertimbangan itu membuat ahli dan pengamat hukum mengeluarkan ide untuk membentuk lembaga pengawas eksternal yang diberi tugas menjalankan fungsi checks and balances Kehadiran lembaga pengawas peradilan diharapkan agar kinerja pengadilan transparan dipertanggungjawabkan imparsial dan mengedepankan aspek kepastian keadilan dan kemanfaatan Gagasan Pembentukan Penegak Etik Hakim Sunting Pembentukan lembaga pengawas peradilan sebenarnya sempat digagas sebelum terbentuknya Komisi Yudisial Misalnya ada wacana pembentukan Majelis Pertimbangan Penelitian Hakim MPPH dan Dewan Kehormatan Hakim DKH MPPH yang telah diwacanakan sejak tahun 1968 berfungsi memberikan pertimbangan dan mengambil keputusan terakhir mengenai saran saran dan atau usul usul yang berkenaan dengan pengangkatan promosi kepindahan pemberhentian dan tindakan hukuman jabatan para hakim yang diajukan baik oleh Mahkamah Agung maupun oleh Menteri Kehakiman Sayangnya ide tersebut menemui kegagalan sehingga tidak berhasil menjadi materi muatan Undang Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman Sementara Dewan Kehormatan Hakim DKH yang tertuang dalam Undang Undang Nomor 35 Tahun 1999 berwenang mengawasi perilaku hakim memberikan rekomendasi mengenai perekrutan promosi dan mutasi hakim serta menyusun kode etik code of conduct bagi para hakim Barulah ide pembentukan Komisi Yudisial mulai terealisasi pada tahun 1999 setelah Presiden B J Habibie membentuk panel diskusi mengkaji pembaharuan UUD 1945 Istilah Komisi Yudisial sendiri dikemukakan oleh Hakim Agung Iskandar Kamil Ia ingin agar kehormatan keluhuran martabat serta perilaku hakim terjaga Kemudiannama Komisi Yudisial secara eksplisit mulai disebut saat ditetapkannya Undang Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional PROPENAS Tahun 2000 2004 Maka secara resmi nama Komisi Yudisial tercantum dalam Pasal 24B UUD 1945 yang merupakan hasil amendemen ketiga Berdasarkan Pasal 24B Ayat 1 UUD 1945 Komisi Yudisial merupakan lembaga negara bersifatmandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung danmempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan keluhuran martabat serta perilaku hakim Kemudian pada 13 Agustus 2004 Undang Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial disahkan Implementasi dari undang undang tersebut pemerintah membentuk panitia seleksi untuk mengisi organ Komisi Yudisial dengan memilih tujuh orang yang ditetapkan sebagai Anggota Komisi Yudisial Periode 2005 2010 Sunting Meski pengesahan Undang Undang Nomor 22 Tahun 2004 telah dilakukan pada 13 Agustus 2004 kiprah Komisi Yudisial dimulai sejak terbentuknya organisasi pada 2 Agustus 2005 ditandai dengan pengucapan sumpah ketujuh Anggota Komisi Yudisial periode 2005 2010 di hadapan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Periode tersebut dipimpin Dr M Busyro Muqoddas S H M Hum dan Wakil Ketua M Thahir Saimima S H M Hum Anggota yang lain adalah Prof Dr Mustafa Abdullah Koordinator Bidang Penilaian Prestasi Hakim dan Seleksi Hakim Agung Zaenal Arifin S H Koordinator Bidang Pelayanan Masyarakat Soekotjo Soeparto S H L LM Koordinator Bidang Hubungan Antar Lembaga Prof Dr Chatamarrasjid Ais S H M H Alm Koordinator Bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Irawady Jonoes S H Koordinator Bidang Pengawasan Keluhuran Martabat dan Perilaku Hakim yang tidak dapat menuntaskan jabatan hingga masa jabatan berakhir Kemudian secara bertahap Komisi Yudisial melengkapi kebutuhan organisasi dengan membentuk Sekretariat Jenderal untuk memberikan dukungan teknis administratif yang dipimpin Drs Muzayyin Mahbub M Si sebagai Sekretaris Jenderal Sebagai organisasi baru pada awal masa menjalankan tugas dan wewenangnya Komisi Yudisial masih dengan kondisi yang memprihatinkan Pada saat Komisi Yudisial terbentuk lembaga negara ini belum memiliki kantor untuk menjalankan aktivitasnya Awalnya Komisi Yudisial menumpang sebuah ruangan milik Departemen Hukum dan HAM dengan sarana dan prasarana seadanya Setelah itu Komisi Yudisial pindah kantor dengan menyewa dua lantai sebuah gedung di jalan Abdul Muis Setelah melalui proses panjang akhirnya Komisi Yudisial baru menempati gedung sendiri di Jalan Kramat Raya Nomor 57 Jakarta Pusat sejak Agustus 2009 Dalam perjalanannya lembaga yang diberi amanat untuk mengusulkan pengangkatan hakim agung danmempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan keluhuran martabat serta perilaku hakim ini tak luput dari peristiwa yang menyesakan dada Sebanyak 31 orang hakim agung mengajukan permohonan uji materiil judicial review Undang Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial Yang akhirnya melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 005 PUU IV 2006 beberapa kewenangan dalam pengawasan hakim dan hakim MK tidak berlaku Terkait hakim konstitusi putusan tersebut menjadi perdebatan panjang lantaran pemohon tidak pernah mengajukannya Sejak Mahkamah Konstitusi mempreteli wewenang Komisi Yudisial melalui putusannya yang keluar pada tahun 2006 Komisi Yudisial dan sejumlah elemen bangsa yang mendukung peradilan yang bersih transparan dan dapat dipercaya melakukan berbagai upaya untuk mengembalikan peran Komisi Yudisial Salah satu upayanya adalah dengan merevisi Undang Undang Nomor 22 Tahun 2004 Sayangnya hingga akhir periode pertama kepemimpinan Anggota Komisi Yudisial tahun 2005 2010 upaya merevisi Undang Undang Nomor 22 tahun 2004 tersebut belum berhasil Periode 2010 2015 Sunting Setelah Anggota Komisi Yudisial periode 2005 2010 menyelesaikan masa jabatannya terpilihlah Anggota Komisi Yudisial periode 2010 2015 yang terdiri dari Prof Dr H Eman Suparman S H M H Dr H Imam Anshori Saleh S H M Hum Dr Taufiqurrohman Syahuri S H M H Dr Suparman Marzuki S H M Si Dr H Abbas Said S H M H Dr Jaja Ahmad Jayus S H M H dan Dr Ibrahim S H L LM dengan mengucap sumpah di hadapan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Negara Melalui tahap pemilihan secara terbuka dan demokratis kepengurusan Komisi Yudisial jilid II ini dipimpin oleh Prof Dr H Eman Suparman S H M H dan Dr H Imam Anshori Saleh S H M Hum sebagai Wakil Ketua Komisi Yudisial Sementara Dr Taufiqurrohman Syahuri S H M H dipercaya sebagai Ketua Bidang Rekrutmen Hakim Dr Suparman Marzuki S H M Si sebagai Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi Dr H Abbas Said S H M H sebagai Ketua Bidang Pencegahan dan Pelayanan Masyarakat Dr Jaja Ahmad Jayus S H M H sebagai Ketua Bidang Sumber Daya Manusia Penelitian dan Pengembangan dan Dr Ibrahim S H L LM sebagai Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga Berdasarkan Pasal 6 ayat 2 Peraturan Komisi Yudisial Nomor 1 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemilihan Pimpinan Komisi Yudisial masa jabatan Ketua dan Wakil Ketua Komisi Yudisial dijalankan selama 2 tahun 6 bulan dan dapat dipilih kembali untuk 2 tahun dan 6 bulan berikutnya Prof Dr H Eman Suparman S H M H dan H Imam Anshori Saleh S H M Hum mengakhiri masa kepemimpinannya sebagai Ketua dan Wakil Ketua Komisi Yudisial periode Desember 2010 Juni 2013 pada 30 Juni 2013 Keduanya telah memimpin Komisi Yudisial selama 2 5 tahun sejak terpilih pada 30 Desember 2010 lalu Setelah diadakan pemilihan kembali secara terbuka dan demokratis untuk menentukan Ketua dan Wakil Ketua Komisi Yudisial periode Juli 2013 Desember 2015 terpilihlah Dr Suparman Marzuki S H M Si sebagai Ketua Komisi Yudisial dan Dr H Abbas Said S H M H sebagai Wakil Ketua Komisi Yudisial Sementara Dr Taufiqurrohman Syahuri S H M H dipercaya sebagai Ketua Bidang Rekrutmen Hakim Prof Dr H Eman Suparman S H M H sebagai Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi Dr H Imam Anshori Saleh S H M Hum sebagai Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga dan Layanan Informasi Dr Jaja Ahmad Jayus S H M H sebagai Ketua Bidang Sumber Daya Manusia Advokasi dan Penelitian dan Pengembangan dan Dr Ibrahim S H L LM sebagai Ketua Bidang Pencegahan dan Peningkatan Kapasitas Hakim Pada 1 April 2013 Sekretaris Jenderal Komisi Yudisial Drs Muzayyin Mahbub M Si memutuskan pensiun dini Selama masa kekosongan posisi itu Komisioner Komisi Yudisial menunjuk Ir Andi Djalal Latief M S sebagai Plt Sekretaris Jenderal Komisi Yudisial Setelah melewati proses seleksi sekretaris jenderal akhirnya Danang Wijayanto Ak M Si dilantik sebagai Sekretaris Jenderal Komisi Yudisial oleh Ketua Komisi Yudisial Dr Suparman Marzuki S H M Si pada 29 Agustus 2013 di Auditorium Komisi Yudisial Jakarta Penunjukan akhirnya Danang Wijayanto Ak M Si dalam jabatan Eselon IA dengan pangkat Pembina Utama Muda IV C berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono Nomor 96 M 2013 tertanggal 23 Agustus 2013 Periode 2015 2020 Sunting Pimpinan dan Anggota Komisi Yudisial Periode 2010 2015 ini mengakhiri masa tugasnya pada 18 Desember 2015 dan diteruskan oleh Anggota Komisi Yudisial Periode 2015 2020 Lima Anggota Komisi Yudisial Periode 2015 2020 yaitu Drs H Maradaman Harahap S H M H Dr Sumartoyo S H M Hum Dr Joko Sasmito S H M H Sukma Violetta S H LL M dan Dr Farid Wajdi S H M Hum mengucap sumpah di hadapan Presiden Joko Widodo di Istana Negara Jakarta pada Jumat 18 Desember 2015 Kemudian menyusul dua Anggota Komisi Yudisial lainnya yaitu Prof Dr Aidul Fitriciada Azhari S H M Hum dan Dr Jaja Ahmad Jayus S H M Hum mengucap sumpah di hadapan Presiden Joko Widodo di Istana Negara Jakarta pada Jumat 12 Februari 2016 Pada paruh waktu pertama ini Prof Dr Aidul Fitriciada Azhari S H M Hum terpilih sebagai Ketua Komisi Yudisial dan Sukma Violetta S H LL M sebagai Wakil Ketua Komisi Yudisial Kemudian Pimpinan Komisi Yudisial Paruh Kedua Periode 2015 2020 adalah Dr Jaja Ahmad Jayus S H M Hum sebagai Ketua Komisi Yudisial dan Drs H Maradaman Harahap S H M H sebagai Wakil Ketua Komisi Yudisial Periode 2020 2025 Sunting Estafet kepemimpinan Komisi Yudisial diteruskan saat Anggota Komisi Yudisial masa jabatan tahun 2020 2025 melakukan pembacaan sumpah disaksikan Presiden Joko Widodo pada Senin 21 12 di Istana Negara Jakarta Pengangkatan tersebut berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 131 P tahun 2020 tentang Pemberhentian dengan Hormat Anggota Komisi Yudisial Masa Jabatan Tahun 2015 2020 dan Pengangkatan Anggota Komisi Yudisial Masa Jabatan Tahun 2020 2025 Anggota Komisi Yudisial Periode 2020 2025 yaitu Drs H M Taufiq HZ M H I Dr Joko Sasmito S H M H Sukma Violetta S H LL M Binziad Kadafi S H LL M Ph D Prof Amzulian Rifai S H LL M Ph D Prof Dr Mukti Fajar Nur Dewata S H M Hum dan Dr Siti Nurdjanah S H M H Penguatan Kewenangan Sunting Usaha untuk merevisi Undang Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial yang dirintis sejak masa kepemimpinan Dr M Busyro Muqoddas S H M Hum mulai membuahkan hasil di bawah kepemimpinan Prof Dr H Eman Suparman S H M H Komisi Yudisial memiliki amunisi baru dengan lahirnya Undang Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial yang disahkan pada 9 November 2011 Kelahiran Undang Undang ini menandai kebangkitan kembali Komisi Yudisial Selain itu amunisi lain yang menguatkan kewenangan Komisi Yudisial adalah Undang Undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum Undang Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama dan Undang Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang Undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang Peradilan Tata Usaha Negara Undang Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial tersebut memberikan berbagai tugas dan wewenang baru bagiKomisi Yudisial antara lain melakukan seleksi pengangkatan hakim ad hoc di Mahkamah Agung melakukan upaya peningkatan kapasitas dan kesejahteraan hakim melakukan langkah langkah hukum dan langkah lain untuk menjaga kehormatan keluhuran martabat serta perilaku hakim melakukan penyadapan yang bekerja sama dengan aparat penegak hukum dan melakukan pemanggilan paksa terhadap saksi Disahkannya undang undang tersebut merupakan konkritisasi dari upaya memperkuat wewenang dan tugas Komisi Yudisial sebagai lembaga negara independen yang menjalankan fungsi checks and balances di bidang kekuasaan kehakiman dalam rangka mewujudkan kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menegakkan hukum dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia Namun kembali terjadi permohonan uji materiil terhadap Surat Keputusan Bersama SKB Ketua Mahkamah Agung Nomor 047 KMA SKB IV 2009 dan Ketua Komisi Yudisial Nomor 02 SKB P KY IV 2009 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim KEPPH Kemudian pada 9 Februari 2012 majelis hakim di Mahkamah Agung yang diketuai oleh Paulus Effendie Lotulung memutuskan perkara Nomor 36 P HUM 2011 bahwa mengabulkan permohonan dan poin poin penerapan dalam pasal 8 dan 10 dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat Artinya butir 8 1 8 2 8 3 8 4 serta butir 10 1 10 2 10 3 dan 10 4 SKB bertentangan dengan undang undang atau peraturan perundang undangan di tingkat lebih tinggi yaitu Pasal 40 ayat 2 dan Pasal 41 ayat 3 Undang Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman jo Pasal 32A ayat 4 Undang Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung Kemudian untuk lebih menjalin komunikasi yang lebih intens dengan Mahkamah Agung Komisi Yudisial dengan Mahkamah Agung mulai membentuk Tim Penghubung yang berfungsi sebagai jembatan untuk mencapai titik temu dan mencairkan hubungan Komisi Yudisial dengan Mahkamah Agung Gagasan adanya Tim Penghubung ini berawal dari pertemuan pimpinan Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung di Gedung Mahkamah Agung pada awal Desember 2011 Tim Penghubung dilandasi semangat kerja untuk mendekatkan dan menyamakan pandangan dan penafsiran tugas kedua lembaga Setelah melewati proses dan koordinasi panjang lahirlah empat Peraturan Bersama antara Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial yang ditandatangani oleh Ketua Komisi Yudisial Periode Desember 2010 Juni 2013 Prof Dr H Eman Suparman S H M H dan Ketua Mahkamah Agung Dr H M Hatta Ali S H M H pada 27 September 2012 Keempat Peraturan Bersama tersebut berisi tentang Seleksi Pengangkatan Hakim Panduan Penegakkan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim Tata Cara Pemeriksaan Bersama dan Tata Cara Pembentukan Tata Kerja dan Tata Cara Pengambilan Keputusan Majelis Kehormatan Hakim Batal Membentuk Panel Ahli dan MKHK Sunting Di tengah upaya melakukan reformasi penegakan hukum di Indonesia terjadi peristiwa kelam yang menjadi preseden buruk bagi lembaga peradilan yaitu Operasi Tangkap Tangan OTT terhadap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi M Akil Mochtar oleh Komisi Pemberantasan Korupsi KPK terkait dugaan suap dua sengketa Pemilukada Gunung Mas dan Lebak pada Rabu 2 Oktober 2013 silam Peristiwa ini seakan menguatkan agar hakim konstitusi diawasi oleh sebuah lembaga permanen yang berfungsi menjaga dan menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta perilaku Hakim Konstitusi Sayangnya sejak Mahkamah Konstitusi berdiri belum ada satu lembaga atau komisi pun yang berwenang mengawasi hakim konstitusi Awalnya Komisi Yudisial memiliki kewenangan mengawasi hakim konstitusi Namun Mahkamah Konstitusi membatalkan kewenangan Komisi Yudisial untuk mengawasi hakim konstitusi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan Peraturan Pengganti Undang Undang Perppu dalam rangka penyelamatan wibawa MK Perpu Nomor 01 Tahun 2013 tersebut mengamanatkan dua kewenangan baru Komisi Yudisial KY yaitu membentuk panel ahli untuk melakukan rekrutmen hakim MK dan memfasilitasi pembentukan Majelis Kehormatan MK Kemudian DPR mengesahkan Perppu MK itu menjadi Undang Undang Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas Undang Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi menjadi Undang Undang tertanggal 19 Desember 2013 Namun Undang Undang Nomor 4 Tahun 2014 diuji materi oleh gabungan advokat dan konsultan hukum yang menamakan Forum Pengacara Konstitusi serta sejumlah dosen Fakultas Hukum Universitas Jember yang melakukan uji materi UU Nomor 4 Tahun 2014 dengan perkara nomor 1 2 PUU XII 2014 Dalam sidang pembacaan putusan yang dilakukan delapan hakim konstitusi di ruang sidang MK yang diketuai oleh Hamdan Zoelva pada 13 Februari 2014 sore terungkap majelis memutuskan untuk mengabulkan seluruh permohonan pemohon yang dicantumkan dalam pengajuan uji materi undang undang tersebut Berdasarkan uji materi Undang Undang Nomor 4 Tahun 2014 beserta seluruh lampirannya bertentangan dengan UUD 1945 dan undang undang tersebut juga diputuskan tidak memiliki kekuatan hukum tetap Konsekuensinya Undang Undang Nomor 24 Tahun 2003 berlaku kembali sebagai landasan hukum Sehingga terhadap pembentukan MKHK dan Panel Ahli Uji Kelayakan dan Kepatutan Calon Hakim Konstitusi menjadi tidak berlaku Dasar Hukum Sunting Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 24A ayat 3 Calon hakim agung diusulkan Komisi Yudisial kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden Pasal 24B Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan keluhuran martabat serta perilaku hakim Anggota Komisi Yudisial harus mempunyai pengetahuan dan pengalaman di bidang hukum serta memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela Anggota Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Susunan kedudukan dan keanggotaan Komisi Yudisial diatur dengan undang undang Undang Undang Nomor 22 Tahun 2004 Tentang Komisi Yudisial Undang Undang Nomor 3 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang Undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung Undang Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Hakim Undang Undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum Undang Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama Undang Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang Undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang Peradilan Tata Usaha Negara Undang Undang Nomor 18 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 22 Tahun 2004 Tentang Komisi Yudisial Tujuan Pembentukan SuntingTujuan dibentuknya Komisi Yudisial Republik Indonesia adalah Mendapatkan calon Hakim Agung Hakim Ad Hoc di MA dan hakim di seluruh badan peradilan sesuai kebutuhan dan standar kelayakan Mengupayakan peningkatan kapasitas dan kesejahteraan hakim Peningkatan kepatuhan hakim terhadap Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim Terwujudnya kepercayaan publik terhadap hakim Meningkatkan kapasitas kelembagaan Komisi Yudisial yang bersih dan bebas KKN Sementara menurut A Ahsin Thohari dalam bukunya Komisi Yudisial amp Reformasi Peradilan Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat ELSAM di bebarapa negara Komisi Yudisial muncul sebagai akibat dari salah satu atau lebih dari lima hal sebagai berikut 3 Lemahnya pengawasan secara intensif terhadap kekuasaan kehakiman karena pengawasan hanya dilakukan secara internal saja Tidak adanya lembaga yang menjadi penghubung antara kekuasaan pemerintah executive power dalam hal ini Departemen Kehakiman dan kekuasaan kehakiman judicial power Kekuasaan kehakiman dianggap tidak mempunyai efisiensi dan efektivitas yang memadai dalam menjalankan tugasnya apabila masih disibukkan dengan persoalanpersoalan teknis non hukum Tidak adanya konsistensi putusan lembaga peradilan karena setiap putusan kurang memperoleh penilaian dan pengawasan yang ketat dari sebuah lembaga khusus Pola rekruitmen hakim selama ini dianggap terlalu bias dengan masalah politik karena lembaga yang mengusulkan dan merekrutnya adalah lembaga lembaga politik yaitu presiden atau parlemen Sedangkan tujuan pembentukan Komisi Yudisial menurut A Ahsin Thohari adalah 3 Melakukan pengawasan yang intensif terhadap lembaga peradilan dengan cara melibatkan unsur unsur masyarakat dalam spektrum yang seluas luasnya dan bukan hanya pengawasan secara internal saja Pengwasan secara internal dikhawatirkan menimbulkan semangat korps l esprit de corps sehingga objektivitasnya sangat diragukan Menjadi perantara mediator antara lembaga peradilan dengan Departemen Kehakiman Dengan demikian lembaga peradilan tidak perlu lagi mengurus persoalan persoalan teknis nonhukum karena semuanya telah ditangani oleh Komisi Yudisial Sebelumnya lembaga peradilan harus melakukan sendiri hubungan tersebut sehingga hal ini mengakibatkan adanya hubungan pertanggungjawaban dari lembaga peradilan kepada Departemen Kehakiman Hubungan pertanggungjawaban ini menempatkan lembaga peradilan sebagai subordinasi Departemen Kehakiman yang membahayakan independensinya Meningkatkan efisiensi dan efektivitas lembaga peradilan dalam banyak aspek karena tidak lagi disibukkan dengan hal hal yang tidak berkaitan langsung dengan aspek hukum seperti rekrutmen dan monitoring hakim serta pengelolaan keuangan lembaga peradilan Dengan demikian lembaga peradilan dapat lebih berkonsentrasi untuk meningkatkan kemampuan intelektualitasnya yang diperlukan untuk memutus suatu perkara Menjaga kualitas dan konsistensi putusan lembaga peradilan karena senantiasa diawasi secara intensif oleh lembaga yang benar benar independen Di sini diharapkan inkonsistensi putusan lembaga peradilan tidak terjadi lagi karena setiap putusan akan memperoleh penilaian dan pengawasan yang ketat dari Komisi Yudisial Dengan demikian putusan putusan yang dianggap kontroversial dan mencederai rasa keadilan masyarakat dapat diminimalisasi kalau bukan dieliminasi Meminimalisasi terjadinya politisasi terhadap rekrutmen hakim karena lembaga yang mengusulkan adalah lembaga hukum yang bersifat mandiri dan bebas dari pengaruh kekuasaan lain bukan lembaga politik lagi sehingga diidealkan kepentingan kepentingan politik tidak lagi ikut menentukan rekrutmen hakim yang ada Wewenang dan Tugas SuntingWewenang Sunting Sesuai Pasal 13 Undang Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial Komisi Yudisial mempunyai wewenang sebagai berikut Mengusulkan pengangkatan hakim agung dan hakim ad hoc di Mahkamah Agung kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan Menjaga dan menegakkan kehormatan keluhuran martabat serta perilaku hakim Menetapkan Kode Etik dan atau Pedoman Perilaku Hakim KEPPH bersama sama dengan Mahkamah Agung Menjaga dan menegakkan pelaksanaan Kode Etik dan atau Pedoman Perilaku Hakim KEPPH Tugas Sunting Berdasarkan Pasal 14 Undang Undang Nomor 18 Tahun 2011 dalam melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a yaitu mengusulkan pengangkatan hakim agung dan hakim ad hoc di Mahkamah Agung kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan maka Komisi Yudisial mempunyai tugas Melakukan pendaftaran calon hakim agung Melakukan seleksi terhadap calon hakim agung Menetapkan calon hakim agung dan Mengajukan calon hakim agung ke DPR Pasal 20 Undang Undang Nomor 18 Tahun 2011 mengatur bahwa Dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan keluhuran martabat serta perilaku hakim Komisi Yudisial mempunyai tugas Melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap perilaku hakim Menerima laporan dari masyarakat berkaitan dengan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim Melakukan verifikasi klarifikasi dan investigasi terhadap laporan dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim secara tertutup Memutus benar tidaknya laporan dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim Mengambil langkah hukum dan atau langkah lain terhadap orang perseorangan kelompok orang atau badan hukum yang merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim Selain tugas sebagaimana dimaksud pada ayat 1 Komisi Yudisial juga mempunyai tugas mengupayakan peningkatan kapasitas dan kesejahteraan hakim Dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan keluhuran martabat serta perilaku hakim sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a Komisi Yudisial dapat meminta bantuan kepada aparat penegak hukum untuk melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan dalam hal adanya dugaan pelanggaran Kode Etik dan atau Pedoman Perilaku Hakim oleh Hakim Aparat penegak hukum wajib menindaklanjuti permintaan Komisi Yudisial sebagaimana dimaksud pada ayat 3 Anggota SuntingArtikel utama Daftar Anggota Komisi Yudisial Republik Indonesia Keanggotaan Komisi Yudisial terdiri atas mantan hakim praktisi hukum akademisi hukum dan anggota masyarakat Anggota Komisi Yudisial adalah pejabat negara terdiri dari 7 orang termasuk Ketua dan Wakil Ketua yang merangkap Anggota Anggota Komisi Yudisial memegang jabatan selama masa 5 lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali untuk 1 satu kali masa jabatan Susunan keanggotaan saat iniBerikut susunan keanggotaan Komisi Yudisial saat ini periode 2015 2020 paruh kedua 4 Jabatan NamaKetua Prof Dr Mukti Fajar Nur Dewata S H M Hum Wakil Ketua Drs H M Taufiq HZ M H I Ketua Bidang Bidang Rekrutmen Hakim Dr Siti Nurdjanah S H M H Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi Sukma Violetta S H LL M Bidang Sumber Daya Manusia Advokasi Hukum Penelitian dan Pengembangan Binziad Kadafi S H LL M Ph DBidang Pencegahan dan Peningkatan Kapasitas Hakim Dr Joko Sasmito S H M H Bidang Hubungan Antarlembaga dan Layanan Informasi Prof Amzulian Rifai S H LL M Ph DSekretariat Jenderal SuntingArtikel utama Sekretariat Jenderal Komisi Yudisial Republik Indonesia Sekretariat Jenderal Komisi Yudisial adalah aparatur pemerintah yang di dalam menjalankan tugas dan fungsinya berada dan bertanggung jawab langsung kepada Pimpinan Komisi Yudisial Sekretariat Jenderal dipimpin oleh seorang Sekretaris Jenderal Sekretariat Jenderal mempunyai tugas memberikan dukungan administratif dan teknis operasional kepada Komisi Yudisial 5 Rujukan Sunting Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Undang Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial PDF Diarsipkan dari versi asli PDF tanggal 2015 05 24 Diakses tanggal 2014 12 04 a b A Ahsin Thohari 2004 Komisi Yudisial amp Reformasi Peradilan Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat ELSAM Jakarta ISBN 979 8981 35 9 Profil Anggota Paruh II Periode 2015 2020 Komisi Yudisial Republik Indonesia Diakses tanggal 16 April 2019 Sekretariat Jenderal Komisi Yudisial Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014 12 15 Diakses tanggal 2014 12 04 Pranala luar SuntingSitus web resmi Komisi Yudisial Pelaporan Perilaku Hakim Dugaan Pelanggaran KEPPH Layanan Informasi Publik PPID Informasi Rekrutmen Hakim Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum JDIH Komisi Yudisial Portal Peningkatan Kapasitas Hakim Komisi Yudisial Pembelajaran jarak jauh e learning Peningkatan Kapasitas Hakim Komisi Yudisial Jurnal Yudisial Artikel bertopik Indonesia ini adalah sebuah rintisan Anda dapat membantu Wikipedia dengan mengembangkannya lbs Diperoleh dari https id wikipedia org w index php title Komisi Yudisial Republik Indonesia amp oldid 23873756